Memahami Serangan Budaya BaratDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Keyakinan-keyakinan agama dan nilai-nilai nasionalisme
setiap bangsa membentuk identitas bangsa tersebut dan membedakannya dari bangsa
lain. Keyakinan-keyakinan seperti ini biasanya telah mengakar sangat dalam di
tengah rakyat dan telah berjalin serta berkelindan dengan kebudayaan mereka.
Untuk itu keyakinan-keyakinan agama dan nasionalisme rakyat setiap bangsa akan
dipandang sebagai kekayaan spiritual dan tidak akan hilang dengan mudah. Akan
tetapi di dunia saat ini, berbagai upaya dari negara-negara adi daya telah
dilakukan untuk merusak nilai-nilai keagamaan dan kebudayaan pribumi
bangsa-bangsa lain. Karena nilai-nilai tersebut akan berperan sebagai unsur
penguat perlawanan dalam menghadapi serangan budaya dan ekonomi dari Barat.
Berlawanan dengan lahiriyah yang mereka tampakkan, dimana mereka menunjukkan
sikap hormat dan netral terhadap berbagai kebudayaan, negara-negara Barat
menentang keras keberadaan berbagai macam kebudayaan, dan mereka berusaha
menegakkan satu budaya dan memaksakannya kepada seluruh dunia, yaitu budaya
mereka sendiri. Rencana dan usaha seperti ini jelas merupakan bentuk lain
dari penjajahan dan imperialisme, yang disebut sebagai "imperialisme
kebudayaan". James Petras, seorang dosen dan sosiolog dan kritikus
pemerintah AS, yang tinggal di New York, mendefinisikan imperialisme kebudayaan
sebagai berikut, "Imperialisme kebudayaan berarti campur tangan secara
terprogram dan kekuasaan kebudayaan pihak penguasa Barat atas rakyat, dengan
tujuan menyusun kembali nilai-nilai, perilaku, lembaga-lembaga dan identitas
rakyat yang telah dieksploitasi, dalam rangka menyelaraskannya dengan interes
para imperialis." Dewasa ini contoh yang paling nyata imperialisme kebudayaan
dapat dilihat dalam bentuk slogan-slogan menyesatkan, seperti sistim dunia
moderen dan globalisasi. Dengan alasan bahwa dalam iklim baru dunia saat ini,
setiap negara bergerak ke arah kesamaan dan globalisme, negara-negara Barat
berusaha menyamakan semua kebudayaan. Akan tetapi peleburan kebudayaan ini, tak
lain merupakan upaya untuk memusnahkan ajaran dan keyakinan agama serta
identitas-identitas nasional di negara-negara berkembang, dan untuk menegakkan
kekuasaan kebudayaan materialis Barat di seluruh dunia. Dengan kata lain, Barat
tidak bisa menerima fariasi kebudayaan yang ada saat ini di dunia, dan berniat
melemahkan, atau memusnahkan kebudayaan-kebudayaan pribumi semua negara dengan
berbagai cara. Diantara bukti terpenting serangan kebudayaan Barat terhadap
seluruh kebudayaan dan agama ialah pemusnahan kekuatan mereka dalam menghadapi
dominasi politik, ekonomi dan militer negara-negara Barat, terutama AS.
Kebudayaan-kebudayaan independen dan agama-agama penentang kezaliman, selalu
berperan bagaikan benteng yang kokoh, yang selalu menghasung rakyat untuk
menghadapi serangan para imperialis. Sebagaimana dapat disaksikan, dengan
mengambil inspirasi dari ajaran agama, terutama agama Islam, atau dalam rangka
mempertahankan nilai-nilai nasionalisme, suatu bangsa bangkit menentang
kekuatan-kekuatan asing. Alasan lain usaha Barat untuk membasmi kebudayaan-kebudayaan
lain dan ajaran agama ialah watak penjajah mereka. Saat ini liberalisme Barat
berperan sebagai alasan dan pendorong politik-politik permusuhan Barat terhadap
bangsa-bangsa lain. Meluasnya berbagai macam idiologi seperti materialisme,
individualisme, freesex, dan berbagai macam lainnya di Barat, telah menyebabkan
mereka tidak lagi berpikir sehat dalam berinteraksi dengan bangsa-bangsa lain,
tapi mereka berusaha menguasai, memaksakan kebudayaan mereka dan menyingkirkan
kebudayaan-kebudayaan lain. Terutama sekali bahwa idelogi liberalisme Barat,
menyebarkan pandangan materialisme dan atheisme, yang jelas bertentangan dengan
agama dan kebudayaan asli berbagai bangsa. Media-media massa Barat menyebut nilai-nilai
manusiawi dan agama serta kebudayaan Timur sebagai penyebab kemunduran dan
berlawanan dengan kemajuan. Sebaliknya, liberalisme Barat mereka unggulkan
sebagai idiologi moderen dan menyebutnya sebagai batas akhir perjalanan
sejarah. Hal ini disampaikan oleh Francis Fukuyama, pemikir AS di awal dekade
1990. Teori Benturan Peradaban yang dipaparkan oleh Samuel
Huntington, pemikir lain dari AS, menunjukkan bahwa para ahli teori Barat,
dalam rangka menyukseskan dan memaksakan pandangan-pandangan mereka,
mencanangkan perang antara peradaban dan kebudayaan Barat melawan peradaban dan
kebudayaan bangsa-bangsa lain. Berbagai media massa Barat pun melancarkan
propaganda luas terus menerus, menyerang nilai-nilai agama, kemanusiaan, dan
nasionalisme, seperti perlawanan menentang penjajahan, perjuangan menegakkan
keadilan, perdamaian dan sebagainya. Serangan propaganda ini dilakukan dengan
metode-metode yang sangat halus, sehingga tidak terasa oleh masyarakat pada
umumnya. Media-media ini, dalam berbagai filem, berita dan laporan, secara
tidak langsung, menyerang dan melecehkan kebudayaan dan peradaban bangsa-bangsa
lain. Pelecehan terhadap kesucian-kesucian agama dan kehormatan nasional,
termasuk diantara metode lain yang digunakan oleh media-media Barat, dengan tujuan
merendahkan kesucian-kesucian tersebut dalam pandangan masyarakat umum. Serangan terhadap kebudayaan negara-negara berkembang
melalui jaringan global internet dan permainan-permainan komputer, juga banyak
dilakukan. Bahkan lambang dan simbol-simbol di pakaian dan peralatan-peralatan
hidup, iklan-iklan perdagangan dan hal-hal lain yang dikemas untuk
menggambarkan kesejahteraan dan kemewahan, juga dimanfaatkan sebagai cara untuk
menyebarluaskan kebudayaan Barat dan mengikis keyakinan-keyakinan agama dan
nasionalisme bangsa lain. Dalam proses propaganda ini, masalah hubungan seks
ilegal dan dekadensi moral, mendapat tempat istimewa. Karena para pengelola
media-media tersebut mengetahui dengan baik bahwa agama-agama dan adat istiadat
Timur menentang kebebasan seks dan amoralisme. Untuk itu menyebarnya budaya
negatif seperti ini di dunia Timur, akan melemahkan negara-negara di kawasan
ini. Dalam masalah ini, serangan-serangan kebudayaan Barat,
menjadikan generasi muda sebagai sasaran utamanya. Menampilkan pahlawan-pahlawan
palsu sebagai teladan, merupakan metode lain media massa Barat untuk menyerang
kebudayaan bangsa lain. Setiap bangsa berbudaya, pasti memiliki
pahlawan-pahlawan tersendiri di dalam sejarah mereka. Sementara
pahlawan-pahlawan yang dibuat oleh media Barat adalah pahlawan-pahlawan palsu,
tidak langgeng, bahkan sebagian besarnya membawa watak-watak negatif, seperti
suka kekerasan, pengumbar hawa nafsu seksual dan sebagainya. Jika kalangan
remaja dan pemuda suatu bangsa telah menerima pahlawan-pahlawan palsu itu
sebagai teladan dan model mereka, berarti mereka telah terjatuh ke perangkap
musuh dan akan ikut membantu mereka memusnahkan kebudayaan pribumi dan
menyebarkan nilai-nilai destruktif di tengah masyarakat. Konsumerisme termasuk fenomena lain yang menjadi dasar
kebudayaan Barat saat ini. Sementara di Timur, penghematan, konsumsi dengan
cara yang benar dan seimbang, dipandang sebagai nilai positif. Akan tetapi
media-media super power Barat, dengan menggunakan berbagai fasilitasnya,
berusaha menanamkan watak konsumerisme seluas mungkin di tengah masyarakat
Timur. Terutama sekali, yang demikian itu sangat diperlukan oleh para investor
Barat, untuk menjual produk-produk mereka. Untuk menyukseskan tujuan mereka
ini, mereka bekerjasama dengan para pengelola media massa. Dengan kata lain,
media-media massa Barat terus menerus mempropagandakan kepada masyarakat di
negara-negara berkembang, janji untuk memenuhi tuntutan materi mereka dan
berusaha meyakinkan bahwa kemajuan dan kesejahteraan setiap orang ialah dengan
mengikuti gaya hidup Barat, dan mengonsumsi sebanyak mungkin produk-produk
mereka. Pada akhirnya, untuk memaksakan kebudayaannya, negara-negara
Barat juga menggunakan tekanan-tekanan politik, ekonomi dan militer, sehingga
saat ini tidak kurang dari masyarakat dunia ketiga yang berpikir bahwa jika
mereka tidak mau menerima kebudayaan dan ajaran liberalisme Barat, jelasnya
yang datang dari AS, maka bisa jadi mereka bakal menghadapi dampak-dampak
negatif yang berat. Propaganda luas dan berfariasi oleh berbagai media massa
Barat untuk menyingkirkan semangat nasionalisme dan keyakinan agama, telah
disusun sedemikian rupa sehingga telah merampas kesempatan berpikir dan
mengambil keputusan yang benar untuk memilih jalan yang lurus dan logis. Dalam
ikilm yang dijejali dengan propaganda menyesatkan, disertai dengan rasa takut
dan putus asa, hanya manusia-manusia yang memiliki tekad, berpandangan luas dan
berpikiran bebas, akan mampu menolak dan menahan serangan-serangan kebudayaan
Barat. Singkatnya, untuk melawan dan menghadapi serangan-serangan
Barat yang terprogram dengan rapi terhadap keyakinan agama dan semangat
nasionalisme, maka mula-mula masyarakat harus mengenali dengan baik nilai-nilai
yang telah mengakar ini, sehingga mereka mengetahui bahwa identitas mereka yang
sebenarnya berada dalam penjagaan nilai-nilai maknawi dan peradaban asli
mereka. Di tahap selanjutnya, mengenali tipu daya dan propaganda menyesatkan
Barat dalam memerangi kebudayaan negara-negara berkembang. Kerjasama dengan
negara lain yang erat dan konstruktif, juga diperlukan dalam rangka menghadapi
serangan-serangan musuh ini. [Sumber: indonesian.irib.ir] |