Ilmuwan Inggris: Anak Terlahir Sudah Mengimani TuhanOleh: Admin
Penelitian ilmiah Dr. Justin Barrett menunjukkan bahwa
mengimani Tuhan merupakan tabiat bawaan anak sejak lahir Pernyataan bahwa keyakinan kepada Tuhan dalam kepribadian
anak adalah hasil indoktrinasi semata dibantah oleh Dr. Justin Barrett,
peneliti ahli di Centre for Anthropology and Mind, University of Oxford,
Inggris. Hasil penelitian ilmiahnya bertahun-tahun menunjukkan bahwa mengimani
Tuhan merupakan tabiat bawaan anak sejak lahir. Temuan ini sekaligus membantah
pandangan kaum Ateis. Laporan ini diliput Martin Beckford di media kondang
Inggris, Telegraph, 24 November 2008 dengan judul “Children are born believers
in God, academic claims” (Anak terlahir mengimani Tuhan, kata akademisi). Menurut
Dr. Barrett, manusia berusia muda menganggap bahwa setiap sesuatu di dunia
diciptakan dengan sebuah tujuan. Ini menjadikan mereka memiliki kecenderungan
meyakini keberadaan Dzat Mahatinggi. Anak-anak yang masih belia telah memiliki keimanan kepada Tuhan
bahkan meskipun mereka belum diajarkan tentang hal itu oleh keluarga mereka atau oleh
guru mereka di sekolah. Mereka yang dibesarkan sendirian di pulau tak
berpenghuni sekalipun akan menjadi beriman kepada Tuhan, kata Dr. Barrett yang
juga tercatat namanya di Institute for Cognitive and Evolutionary Anthropology,
Oxford University, Inggris. Bukti ilmiah berlimpah
Sebagaimana disiarkan BBC Radio 4 tanggal 24 November lalu,
pendapat Dr. Barrett ini menyanggah pandangan sebagian kalangan ateis. Kalangan
yang mengingkari Pencipta itu berpendapat bahwa keyakinan agama didapatkan anak
melalui indoktrinasi dalam keluarga. Hal ini telah dibantah ilmu pengetahuan modern. Menurut Dr.
Barrett, bukti-bukti ilmiah selama kurang lebih 10 tahun terakhir lebih kuat
menunjukkan bahwa lebih banyak faktor tampak mempengaruhi perkembangan alamiah
pola pikir anak. Ini di luar dugaan semula. Di antara faktor ini adalah kecenderungan melihat dunia
alamiah sebagai sesuatu yang memang telah dirancang dan punya tujuan, dan bahwa
suatu wujud cerdas ada di balik tujuan itu, kata Dr. Barrett. Dr. Barrett memiliki bukti-bukti hasil temuan ilmiah di
bidang psikologi yang melibatkan anak-anak. Menurutnya, kumpulan bukti ini
menunjukkan anak-anak memperlihatkan keyakinan naluriah bahwa hampir segala
sesuatu telah sengaja dirancang untuk suatu tujuan tertentu. Di antara bukti ilmiah yang mendukung adalah percobaan pada
bayi-bayi berusia 12 bulan. Perilaku keterkejutan teramati pada bayi-bayi itu
saat diperlihatkan film di mana sebuah bola gelinding tampak tiba-tiba saja
mencipta sebuah tatanan teratur rapi dari tumpukan acak. Dalam kajian ilmiah lain, anak-anak usia 6 dan 7 tahun
ditanya mengapa burung pertama ada di dunia ini. Mereka menjawab “untuk membuat
musik yang indah” dan “karena hal itu menjadikan dunia tampak indah “. Dr. Barrett memaparkan fakta tambahan mengenai penelitian
tersebut. Ada bukti bahwa anak-anak yang usianya belum melebihi 4 tahun
sekalipun telah paham bahwa meskipun sejumlah benda dibuat oleh manusia, namun
dunia alamiah sungguhlah berbeda. Ateis merasa terganggu
Bisa ditebak, kalangan intelektual ateis sangatlah terganggu
dengan temuan ini. Di antaranya adalah Anthony Grayling, Profesor Filsafat di
Birkbeck College, University of London, Inggris. Di koran Guardian, 28 November
2008, ia menuliskan sanggahannya terhadap pernyataan-pernyataan Dr. Barrett
tersebut. Namun sanggahan tersebut lebih banyak berisi kecaman
terhadap organisasi pemberi dana penelitian Dr. Barrett, yakni Templeton
Foundation. Sanggahan semacam ini tentu saja tidak ilmiah dan tidak bisa sama
sekali digunakan untuk menyanggah hasil penelitian ilmiah. Misalnya, adalah hal wajar dan biasa di dunia ilmiah bahwa
perusahaan farmasi mendanai kajian ilmiah mengenai obat-obatan, lembaga
pertahanan mengucurkan dana penelitian tentang teknologi persenjataan, dsb.
Namun untuk mengatakan bahwa hasil penelitian ilmiah itu keliru karena didanai
oleh lembaga-lembaga tertentu sangatlah tidak ilmiah. Menyanggah suatu hasil
kajian ilmiah haruslah dengan kajian ilmiah pula. Evolusi tidaklah alamiah
Dalam bukunya “Why Would Anyone Believe in God?” (Mengapa
Orang Percaya Tuhan?) Dr. Justin Barrett memberikan jawaban sederhana atas
pertanyaan yang menjadi judul bukunya tersebut: itu karena pola pikir kita
sudah dirancang demikian. Penulis memaparkan hal ini disertai bukti berlimpah
dari bidang ilmu kognitif (cognitive science), yakni ilmu yang mempelajari
perihal pola pikir dan kecerdasan. Di samping itu, pakar antropologi telah menemukan bahwa di
sejumlah masyarakat tertentu anak-anak mengimani Tuhan bahkan ketika
ajaran-ajaran mengenai agama tidak diberikan kepada mereka, kata Dr. Barrett. Hasil kajian ini berarti bahwa anak-anak lebih cenderung
percaya mengenai penciptaan daripada evolusi, terlepas apa yang dikatakan para
guru atau orang tua mereka. “Pola pikir yang mengalami perkembangan secara
wajar dan alamiah pada diri anak-anak menjadikan mereka lebih mudah meyakini
penciptaan ilahiah dan perancangan cerdas. Sebaliknya, evolusi tidaklah alamiah
bagi nalar manusia; relatif sulit untuk dipercaya”, imbuh Dr. Barrett. Teor evolusi menolak keberadaan Pencipta, penciptaan dan
adanya perancangan sengaja di balik keberadaan alam semesta dan kehidupan ini.
Dalam kacamata teori evolusi, dunia seisinya adalah mutlak bersifat materi
semata. Keberadaannya bukan karena ada Tuhan yang menciptakan, namun muncul
menjadi ada dengan sendirinya, tanpa tujuan dan tanpa makna keberadaan. Sumber: wisdoms4all.com |