Motivasi Mengenal Sang PenciptaDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Pertanyaan:
Sejak kecil, dan barang kali tepatnya sejak kami menduduki
sekolah TK, kami sudah mulai diperkenalkan tentang adanya Tuhan pencipta yang
memiliki berbagai sifat kesempurnaan; Mahakuasa, Mengetahui, memiliki surga dan
neraka dan lain sebagainya. Usaha pengenalan tentang adanya tuhan Pencipta
tersebut, tentu saja dilakukan secara dogmatis, sementara kami belum mampu
untuk memikirkan apa-apa. Jadi hal itu kami terima secara taklid buta. Setelah
menginjak usia dewasa, timbullah berbagai pertanyaan mengenai ketuhanan di
dalam lubuk hati kami. Di antara pertanyaan itu adalah: Apa perlunya kita
mengenal Tuhan Pencipta alam semesta ini dengan berbagai sifat-sifat-Nya?
Apakah sebenarnya yang mendorong manusia untuk mengenal Tuhan Pencipta
tersebut? Jawab:
Sesungguhnya setiap gerak dan tingkah laku manusia tidak
kosong dari motivasi atau bahkan berbagai motivasi. Dengan kata lain bahwa
adanya motivasi merupakan penggerak utama bagi seseorang untuk melakukan
hal-hal yang sejalan dengan motovasinya tersebut. Upaya mengenal Tuhan Pencipta
pun tidak lepas dari hal tersebut. Karena upaya untuk mengetahui dan mengenal
Tuhan Pencipta alam semesta ini tidak akan dapat terlaksana tanpa adanya
motivasi dan dorongan yang bersemayam di dalam jiwanya. Biasanya para filosof
dan teolog menyebutkan tiga faktor utama yang mendorong seseorang untuk
mengenal Tuhan Pencipta. Tiga faktor itu ialah: Motivasi Akal, Motivasi
Fitri dan Motivasi Kasih. Mari kita ikuti perinciannya sebagai
berikut: 1. Motivasi Akal
Tidak seorang pun yang tidak mencintai kesempurnaan. Setiap
insan pasti mencintai kesempurnaan dirinya, karena cinta kepada kesempurnaan
merupakan bagian dari naluri setiap insan. Hanya saja, setiap orang
berbeda-beda dalam memandang dan menilai kesempurnaan dirinya. Yang jelas, pada
umumnya dan kebanyakan manusia memandang kesempurnaan diri terletak pada
hal-hal yang bersifat material dan fisikal, seperti berbadan sehat dan bugar,
memiliki harta kekayaan yang cukup, menduduki jabatan yang terhormat,
keamanannya terjamin dan lain sebagainya. Motivasi semacam ini disebut sebagai
“naluri mencari keuntungan dan menghindari kerugian”. Berdasarkan pandangan
ini, manusia melihat bahwa dirinya memiliki tugas untuk menyikapi secara serius
hubungannya dengan segala hal yang bertalian dengan nasibnya di masa kini dan
mendatang. Pada umumnya, cinta kepada kesempurnaan, cenderung kepada
keuntungan, baik yang bersifat material maupun spiritual, dan upaya menghindari
segala bentuk bahaya dan kerugian, akan mendorong seseorang untuk mengadakan
penelitian. Dorongan tersebut bersumber dari akalnya. Dengan kata lain bahwa
akal pikirannya akan mendorongnya untuk mengadakan penelitian dan perhitungan;
sejauh mana kemungkinan keuntungan itu dapat diraih, atau bahaya dan kerugian
itu dapat menimpa dirinya. Semakin tinggi adanya kemungkinan untuk memperoleh
keuntungan, atau menerima bahaya dan kerugian, maka penelitian atas persoalan
tersebut semakin dianggap penting. Tidak logis, jika seseorang merasa yakin terhadap adanya
kemungkinan tentang suatu persoalan penting yang sangat menentukan nasibnya di
masa mendatang, sementara ia tidak merasa tertarik untuk meneliti dan
mengadakan analisa atas perkara tersebut. Misalnya, ketika orang-orang yang tinggal di bawah kaki
gunung merapi mendengar informasi dari sebagian orang yang tinggal di kota yang
jauh dari gunung tersebut, bahwa gunung merapi yang bertengger di atas kepala
mereka, kemungkinan besar -beberapa bulan lagi- akan memuntahkan api dan
meletupkan lahar panasnya. Mendengar informasi yang mengancam jiwa raga dan harta ini,
mereka yang akal pikirannya sehat, dapat dipastikan akan bertanya-tanya,
meneliti dan melakukan analisa; dari mana sumber informasi tersebut? Siapa yang
membawa berita itu? Sejauh mana kebenaran berita yang disampaikannya? Selama
sekian tahun ini, sudah berapa kali gunung merapi itu meletus? Dan seterusnya.
Apabila ternyata informasi tersebut meyakinkan, dan kemungkinan besar akan
terjadi letusan yang dahsyat dari gunung tersebut, maka dapat dipastikan mereka
akan bergegas dan segera meninggalkan tempat tersebut demi menyelamatkan diri,
keluarga dan harta benda mereka. Misal lainnya adalah, seperti orang-orang yang tinggal di
tepi pantai laut, sebagaimana kebiasaan dan adat suku Bugis secara turun
temurun, atau mereka yang tinggal di pinggiran sungai Mahakam atau sungai Musi.
Ketika mereka menerima informasi dari orang-orang yang tinggal agak jauh dari
mereka akan terjadi bencana alam, seperti pasangnya air laut dan bahaya banjir
di musim hujan, pasti mereka akan meneliti kebenaran informasi tersebut. Dan
ketika mereka percaya dengan berita tersebut, pasti mereka semua akan segera
pindah ke tempat yang lebih aman demi menyelamatkan diri dan anak-isteri mereka
dari bencana yang dimungkinkan akan segera menimpa mereka. Hanya orang-orang
dungu dan kurang waras akalnya yang tidak merasa tertarik untuk meneliti,
menganalisa dan bergerak lari dari ancaman bencana tersebut. Demikian pula misalnya, ketika sebagian orang yang tinggal
di desa menerima informasi tentang adanya pekerjaan dengan gajih yang besar,
atau perdagangan yang menghasilkan keuntungan yang berlipat ganda di sebuah
kota. Secara logis, mereka pasti merasa tertarik dan kemudain mengadakan
penelitian sejauh mana kebenaran informasi tersebut, sebelum mereka pergi ke
kota untuk tujuan memperoleh keuntungan demi masa depan yang menjanjikan. Ketika orang-orang jujur dan ikhlas; para utusan Tuhan, nabi
dan muballig menyampaikan dakwah mereka kepada umat manusia tentang adanya
balasan surga bagi orang-orang yang beriman, saleh dan taat menjalankan
agamanya, dan ancaman neraka bagi mereka yang berbuat jahat dan
mengingkarinya, maka akal sehat akan mendorong mereka untuk meneliti dan
mengkaji kebenaran dakwah tersebut. Jika dakwah dan seruan itu benar,
maka akal sehat pun akan mendorong mereka untuk menerima dan mentaatinya.
Lebih dari itu, karena iman kepada Tuhan Pencipta dan pengkajian agama,
merupakan perkara yang niscaya. Sebab, teks-teks agama dengan jelas memuat
persoalan-persoalan yang berhubungan dengan nasib baik-buruk perilaku manusia
yang berhubungan erat dengan iman. Untuk menjelaskan masalah ini, kami bawakan perumpamaan
lainnya. Misalnya ketika seseorang berada di persimpangan dua jalan. Di sini
dia menghadapi tiga pilihan: tetap berdiri selamanya di tempat itu, berjalan
menuju ke arah A atau ke arah B. Ketika dia tahu bahwa tetap berdiri di tempat itu bukan saja
tidak ada manfaatnya, tetapi malah akan membahayakan dirinya, sementara salah
satu dari dua jalan yang ada di hadapannya itupun mengancam keselamatan jiwanya
dan yang satunya lagi menjanjikan kebahagiaan dan keuntungan yang abadi.
Maka pada kondisi seperti itu, ia dituntut untuk meneliti dua jalan tersebut
dan berusaha mencari indikasi-indikasi dan bukti-bukti untuk keduanya. Karena
mengabaikan kedua-duanya adalah bertentangan dengan akal sehatnya. Apabila
hasil penelitian dan analisa akal sehatnya menyimpulkan bahwa tetap berdiri di
tempat itu dan memilih jalan ke arah A tidak membawanya kepada kebahagiaan dan
keselamatan, sementara jalan B menjanjikan keselamatan dan kebahagiaan yang
sejati, maka pasti akal sehatnya segera mendorongnya untuk melangkah dan meniti
jalan B. Meskipun jalan B yang ia tempuh itu -berdasarkan hasil penelitiannya-
masih bersifat kemungkinan besar, belum sampai kepada tingkat yakin. Hal ini
sesuai dengan kaidah akal: “menghindari kerugian yang dimungkinkan” merupakan
turunan dari motivasi akal. Tentu saja, kaidah logika ini tidak ditujukan
kepada mereka yang enggan menggunakan argumentasi logis. Sebab, apabila kaidah
ini ditujukan kepada orang-orang yang keras kepala, pongah dan fanatik,
pasti tidak bermanfaat dan tidak ada gunanya untuk mereka. Kepada orang-orang yang enggan menggunakan akal sehatnya,
hingga mereka memiliki anggapan bahwa Tuhan Pencipta, hari pembalasan amal
perbuatan dan alam kubur itu tidak ada, hendaknya kita katakan: “Jika
benar apa yang kalian katakan bahwa Tuhan Pencipta dan Hari Kiamat itu
tidak ada, maka pada hari akhirat kelak, kami adalah orang-orang selamat dan
kalian pun demikian juga. Tetapi, jika benar apa yang kami yakini -dan
memang demikian kenyataannya- maka kami termasuk orang-orang yang selamat,
beruntung dan akan meraih kebahagiaan sejati yang abadi, sedangkan kalian pasti
termasuk orang-orang yang binasa dan sengsara untuk selamanya”. 2. Motivasi Kasih Barang kali Anda pernah mendengar ucapan orang-orang bijak
bahwa: “Manusia adalah hamba kebaikan”,atau “Dengan perbuatan baik, hati akan
tertaklukkan”. Ungkapan lainnya yang hampir senada dengan itu, sebagai sebuah
nasihat yang cukup berharga: “Lakukan kebaikan kepada siapa saja, niscaya engkau
menjadi tuannya. Apabila kita renungkan dengan seksama pesan-pesan semacam
itu dan yang semisalnya, dapat kita pahami bahwa sebenarnya pesan-pesan
tersebut sejalan dengan akal pikiran yang sehat dan naluri setiap insan. Karena
secara logis setiap hati orang pasti akan takluk kepada siapa saja yang telah
berbuat baik kepadanya dan akan murka kepada siapa saja yang berlaku buruk
kepadanya. Perhatikanlah contoh yang kami bawakan di bawah ini yang
terjadi pada selain makhluk manusia. Setiap orang pasti mengenal raja hutan; singa atau harimau,
bahkan anak-anak kecil sekalipun. Binatang buas ini tidak hanya menerkam dan
memangsa binatang lainnya yang lebih lemah, bahkan manusia pun menjadi
sasarannya. Tetapi jika ia diperhatikan secara serius, diperlakukan dengan baik
dan segala keinginannya dipuaskan, seperti makan, minum dan tidur, maka bukan
saja si raja hutan tersebut tidak menerkam majikannya, bahkan ia siap melakukan
apa saja yang diperintahkan kepadanya demi berkhidmat kepada majikannya yang
telah berbuat baik tersebut. Bukankah Anda pernah menyaksikan permainan dan
akrobatik sirkus; bagaimana binatang-binatang seperti gajah, singa ataupun kuda
dapat mendemonstrasikan kemampuan dan kebolehannya di hadapan khalayak
ramai? Contoh lain yang paling gamblang adalah binatang anjing. Hanya
dengan sepotong tulang si pencuri dapat menaklukkannya untuk kemudian melakukan
operasi pencuriannya dengan lancar. Dengan kebaikan yang sedikit saja, seekor
anjing siap mentaati dan menjalankan perintah apa saja yang datang dari
majikannya. Apabila anjing dan binatang buas saja dapat berbuat baik dan
berkhidmat kepada majikannya sebagai balas jasa kepadanya, tentunya sangat
wajar dan logis jika makhluk manusia yang dibekali akal pikiran yang sehat
berterimakasih dan berusaha untuk membalas jasa atas kebaikan yang dilakukan
oleh seseorang kepadanya. Kesimpulan dari semua ini adalah; barangsiapa berbuat baik
dan berkhidmat kepada orang lain, pasti si penerima kebaikan itu akan memiliki
kecendrungan untuk mengenal pelakunya dan berterima kasih kepadanya. Bahkan
lebih dari itu, ia akan berpikir dan berusaha untuk melakukan balas jasa atas
kebaikan tersbut. Semakin tinggi nilai sebuah kebaikan, maka akan semakin
takluk hati si penerimanya dan semakin tinggi pula keinginannya untuk mengenal
pemberi kebaikan tersebut. Namun, perlu diperhatikan bahwa konsep
berterimaksaih kepada pemberi kebaikan, terlebih dahulu diakui oleh rasa kasih,
sebelum dibenarkan oleh mahkamah akal sehat. Izinkanlah, kami ingin mengajak Anda untuk mrenungkan
beberapa pertanyaan dan ungkapan berikut ini, karena dengan cara itu, Anda akan
lebih dapat merasakan manfaat pembahasan ini. Tahukah Anda berapa harganya diri
Anda yang tersusun dari dua unsur; unsur materi dan ruhani? Pernahkah
Anda bertanya kepada dokter spesialis mata; berapakah harga kedua biji mata
Anda itu? Bersediakah Anda menukar kedua bola mata Anda itu dengan sebuah
istana yang megah lengkap dengan isinya, tetaoi Anda menjadi buta? Jika Anda
mencoba menghitung dan menjumlah -secara materi- nilai dan harga seluruh
anggota dan organ-organ tubuh Anda itu, kemudian Anda diminta oleh si
pemberinya untuk mambayarnya seluruhnya, menurut Anda, berapakah harga yang
layak untuk diberikan kepadanya? Mampukah Anda memberikan semua itu?
Hingga saat ini, pernahkah Anda ditagih dan dimintakan uang untuk membayar sewa
atau pajak dari penggunaan semua anggota tersebut? Apabila telah Anda pahami dan ketahui betapa tinggi nilai
diri Anda dan berbagai kenikmatan yang diberikan kepada Anda selama hayat ini,
logiskah jika Anda merasa enggan atau tidak peduli untuk mengetahui dan
mengenal siapa yang memberikan semua kenikmatan itu kepada Anda? Wajarkah
jika si pemberi berbagai kenikmatan tersebut akan meminta pertanggung jawaban
dari kita atas penggunaan yang kita lakukan selama hayat di kandung
badan? Apabila Anda diberi hadiah sebesar seratus juta dolar
-misalnya- oleh seseorang, bagaimana cara Anda berterimakasih kepadanya?
Setiap orang yang mendapatkan hadiah sebesar itu, pasti akan berusaha mengenal siapa
pemberinya, dan berpikir bagaimana caranya berterimakasih
kepadanya. Apabila hal itu telah Anda pahami dengan baik, kami
yakin, pasti Anda sependapat dengan kami, bahwa selayaknya bahkan seharusnya
manusia yang telah menerima berbagai kenikmatan ini berusaha mengenal si
pemberinya dan penciptanya. Dialah Tuhan Pencipta Anda dan alam semesta ini
dengan berbagai isinya yang penuh dengan kenikmatan. Kami akhiri bagian ini dengan sebuah syair yang pernah
disampaikan oleh seorang pujangga Arab ternama sebagai sebuah isyarat kecil: Berbuat baiklah kepada insan, Niscaya hati mereka takluk kepada tuan, Demikianlah insan adalah budak ihsan. 3. Motivasi Fitri Makhluk manusia, di samping memiliki sarana akal dan pikiran
untuk menjalani bahtera kehidupan di muka bumi ini, iapun dibekali dengan
berbagai perasaan hati. Terkadang manusia -berbeda dengan binatang-
melalui perasaan hatinya yang dalam dapat mengerti dan memahami wujud dan
hakikat sesuatu. Artinya, tanpa melalui studi, pengkajian, bimbingan atau
pemikiran rasional, ia dapat memahami atau menilai sesuatu. Perasan insan di
dalam lubuk hatinya yang dalam itulah disebut fitrah insani. Pengetahuan secara
fitrah artinya pemahaman dan pengetahuan yang diperoleh seseorang melalui
perasaan lubuk hatinya yang dalam dan tanpa melalui proses belajar, mengkaji
dan berpikir. Misalnya secara fitrah setiap manusia mencintai keindahan,
suka perdamaian dan membenci kezaliman. Ketika kita melihat sebuah pemandangan yang indah, atau
sekuntum bunga yang semerbak mewangi dengan warnanya yang mempesona, pada saat
itu kita merasa tertarik dengannya. Rasa tertarik dan cinta kepada keindahan
tersebut timbul dari lubuk hati kita yang dalam. Apakah kita perlu belajar atau
berpikir untuk tertarik dan mencintai keindahan tersebut? Jawabnya tentu saja
tidak. Karena cinta keindahan merupakan persoalan fitri dan merupakan salah
satu dari sekian banyak kecendrungan transendental jiwa manusia. Upaya untuk mengenal Tuhan Pencipta alam semesta ini, bukan
hanya merupakan perasaan esensial yang ada di dalam hati setiap manusia, lebih
dari itu ia merupakan dorongan fitrah yang paling kuat yang bersemayam di dalam
relung jiwa setiap insan. Oleh karena itu, umat manusia sejak masa purba hingga
sekarang dan juga pada masa akan datang, senantiasa berupaya untuk mengenal dan
mengetahui Tuhan Pencipta yang telah mewujudkan diri mereka dan alam semesta
ini. Munculnya rasa keberagamaan dan mencari sembahan sejati, sejalan dengan
fitrah insani tersebut. Setiap orang yang membaca dan mengkaji dengan cermat
perjalanan dakwah para utusan Tuhan, dapat memahami dengan baik bahwa dasar
risalah mereka adalah memerangi kemusyrikan dan penyembahan terhadap
berhala-berhala buta, dan mereka tidak mengedepankan pembuktian wujud Tuhan
Pencipta. Mengapa demikian? Jawabnya, karena masalah wujud Tuhan Pencipta telah
tertanam di dalam lubuk hati setiap manusia sebagai persoalan fitri. Dengan
kata lain, bahwa manusia tidak menuntut pembuktian wujud Tuhan Pencipta untuk
ditanamkan pada lubuk hati mereka. Karena persoalan wujud Tuhan Pencipta
merupakan hal fitri setiap insan. Oleh karena itu, para utusan Tuhan
tersebut lebih banyak mengerahkan tenaga dan pikirannya untuk membunuh hama dan
belukar yang acapkali membuat kering dan layu pokok keyakinan fitri tersebut,
lalu menyiraminya dengan air budi pekerti yang luhur dan terpuji. Di samping rasa tertarik dan cinta kepada keindahan, rasa
ingin tahu dan cinta kepada pengetahuan pun merupakan persoalan fitri bagi
setiap manusia. Rasa ingin tahu inipun merupakan pendorong yang kuat bagi
setiap insan untuk mengenal Tuhan Pencipta alam raya ini. Apakah mungkin seseorang yang menyaksikan sistem yang
menakjubkan di dalam dirinya dan di alam semesta yang luas ini, tetapi ia tidak
merasa tertarik untuk mengenal pencipta sistem tersebut? Apakah mungkin seorang ilmuwan yang telah meluangkan
waktunya dan bersusah-payah selama puluhan tahun untuk mengenal kehidupan
habitat semut, atau ilmuwan lainnya yang telah menghabiskan waktunya selama
puluhan tahun untuk meneliti habitat burung, pepohonan, atau ikan-ikan di laut,
sementara tidak terdapat dorongan di dalam lubuk hatinya untuk mengenal Tuhan
Pencipta, selain cinta terhadap pengetahuan yang terpatri di dalam lubuk
hatinya tersebut? Bagaimana mungkin para ilmuwan itu tidak ingin mengenal
sumber sejati penciptaan alam semesta tersebut? Yang jelas bahwa rasa
tertarik kepada pengetahuan, merupakan motivasi yang mendorong manusia untuk
mengenal Tuhan Pencipta. Alhasil, Akal setiap insan menuntut dan menuntun mereka
untuk mengenal dan mengetahui Tuhan Pencipta alam semesta ini. Rasa kasih akan
menarik mereka kepada keinginan tersebut dan fitrah insani akan mendorong
mereka untuk bergerak ke arah-Nya. Dengan jelas, telah kami uraikan mengenai
berbagai motivasi yang mendorong manusia untuk mengenal Tuhan Pencipta.
Karena kebahagiaan dan perdamaian yang sejati dan hakiki tidak akan dicapai
kecuali dengan jalan tersebut. [www.wisdoms4all.com] |