Dimensi Akhlak dan Tarbiyah Kebangkitan HusainiDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Oleh: Endang Zulaikha
Tidak diragukan lagi, tragedi Pada sisi lain, berdasarkan hukum penciptaan, di dalam diri
manusia terdapat sebuah sifat yang diletakkan oleh Tuhan sebagai sebuah amanat,
yaitu 'mencari keteladanan'. Dalam perjalanan hidupnya, manusia harus mencari
teladan dalam sosok-sosok manusia sempurna yang akan mampu membimbingnya
melintasi lika-liku perjalanan dan mengarahkannya pada lintasan yang benar.
Dalam lintasan ini, jika tumbuh kembang manusia berada dalam jalur yang benar
dan berada di bawah naungan aspek-aspek yang mendidik, maka dia akan mampu
menggapai derajat tertinggi dalam keutamaan dan kesempurnaan manusia, sebuah
tingkatan yang bahkan para malaikat pun tidak mampu meraihnya. Akan tetapi jika
lintasan yang dilaluinya menyimpang dari arah yang seharusnya, maka hal ini
akan mengubahnya menjadi sebuah eksistensi rendah yang bahkan lebih rendah dari
binatang. Dapat dikatakan, tragedi Karbala dari awal hingga akhir
merupakan sebuah pagelaran yang dipenuhi dengan pesan-pesan akhlak dan
pendidikan yang akan mampu memuaskan siapapun yang menghendaki keteladanan,
karena tragedi Karbala, tak hanya merupakan sebuah tragedi yang pahit dan
menyakitkan, melainkan merupakan sebuah tragedi istimewa nan luar biasa yang
berbeda dengan tragedi-tragedi lainnya. Karena pemimpin yang terbantai dalam
tragedi ini adalah penerus risalah dan kenabian, salah satu dari ashabul kisa,
manifestasi kebenaran Islam, sang manusia sempurna, cucu Nabi, putra dari dua
orang maksum, yang terdidik dan dibesarkan dalam pangkuan suci keluarga
Rasulullah Saw. Ya, Imam Husain As adalah sosok manusia Ilahi, yang bangkit
dan melakukan revolusi dengan tujuannya yang agung dan mulia, sebuah teladan
yang tiada tanding dalam ketegaran, keberanian, kesabaran, kepasrahan,
kesetiaan, kecintaan, pengorbanan, dan sebagainya. Makalah pendek ini mencoba membahas tentang pesan-pesan
pendidikan dan akhlak yang beliau sampaikan dalam revolusi Imam Husain. 1. Mendahulukan Kemuliaan Agama di atas Segalanya Islam ada untuk memenuhi dan menjaga lima hal, agama dan
akidah, jiwa, harta, keturunan, dan akal. Dan filosofi asli seluruh mizan-mizan
syar'i dan aturan-aturan fikih baik hukum-hukum perundangan, transaksi, dan
persoalan-persoalan politik dan kebutuhan-kebutuhan hidup para muslim, memiliki
kaitan yang erat dengan kelima hal ini. Namun di antara kelima hal tersebut, agamalah yang memiliki
nilai tertinggi, dan setiap Muslim wajib mempertahankan hal ini di atas
segalanya, dan Imam Husain sebagai pemimpin kebenaran dan sosok teladan bagi
para Muslim membuktikan hal ini. Beliau lebih mengutamakan kemuliaan iman dan agama di atas
jiwa, harta dan para putra-putrinya. Demi kelanjutan Islam beliau rela menutup
mata dari kehidupan dunia dan dengan revolusinya beliau mengajarkan kepada
pengikutnya untuk tidak berdiam diri ketika berhadapan dengan penyimpangan
Islam, perusakan nilai-nilai sucinya, dan pemalsuan hadis-hadis yang diciptakan
oleh penguasa. Demikian juga revolusi asyura mengajarkan bahwa ketika
hukum-hukum Islam tidak lagi dilaksanakan, norma-norma agama telah diliburkan,
dan masyarakat telah berubah menjadi sekelompok manusia yang rusak dan jahil,
maka berarti telah tiba waktunya untuk melakukan amar makruf dan nahi munkar
untuk mengubah dan memperbaharui keadaan. Ketika hendak keluar dari Madinah beliau bersabda,
"Siapapun yang mengikuti dan menerima ucapanku, maka dia akan beruntung
dan selamat, dan barang siapa menghindarinya dan keluar dari ketaatannya
kepadaku, maka aku akan bersabar hingga Allah memberikan keputusannya antaraku
dan dia." 2. Tauhid Penghambaan Dalam sirah teoritis dan praktis Imam As, sebagaimana para
Nabi dan auliya lainnya, implementasi dari tauhid penghambaan sangat jelas
terlihat. Berdasarkan nukilan dari Thabari, Kamis sore hari ke sembilan Muharram
Umar bin Sa'd telah memberikan perintah untuk menyerang kafilah Imam. Mendengar
berita ini kepada saudaranya Abul Fadhl Abbas, Imam bersabda "Wahai
saudaraku! Pergilah kepada mereka dan sebisa mungkin mintalah mereka untuk
menunda peperangan hingga esok hari supaya malam ini kita bisa melakukan
shalat, istighfar dan bermunajat. Karena Allah mengetahui bahwa aku begitu
mencintai shalat, membaca al-Quran, doa dan munajat." Keinginan beliau ini merupakan bukti jelas atas pentingnya
ibadah dalam kehidupannya sedemikian hingga beliau rela meminta kesempatan
penundaan perang dari musuhnya yang licik. Pada prinsipnya, revolusi Imam adalah untuk menyebarkan dan
menghidupkan shalat, al-Quran dan syiar-syiar tauhid. Tak salahlah jika dalam
doa ziarahnya kita menemukan beliau bersabda, "Dan aku bersaksi telah
melakukan shalat." 3. Jujur dalam Ucapan Imam As tidak hanya mengajarkan kejujuran kepada manusia,
bahkan dalam kesehariannya pun beliau tidak pernah sekalipun mempergunakan
kebohongan sebagai sarana untuk memperoleh tujuan. Dalam khutbahnya sebelum
bergerak dari Mekah ke arah Kufah beliau bersabda, "Siapa yang ingin
mengorbankan jiwa dan mempersembahkan darahnya untuk bertemu dengan-Nya, maka
bergabunglah dengan kami, InsyaAllah aku akan bergerak esok hari." Pada
saat yang lain beliau bersabda, "Siapa yang rela mempersembahkan darahnya
maka aku akan memberikan secawan anggur kesyahidan kepadanya, bukan kedudukan
dunia." 4. Setia dalam Janji Ketika Tharhamah bin 'Adi memohon kepada Imam untuk
mengurungkan keberangkatnnya ke Kufah dengan mengingatkan pengkhianatan dan
ketidaksetiaan penduduk Kufah serta kesiap siagaan mereka untuk membunuh Imam,
beliau bersabda, "Antara aku dan kaum ini terdapat sebuah ucapan yang aku
tidak memiliki kemampuan untuk menggagalkannya." 5. Memegang Erat Nilai-nilai Islam Ka'bah memiliki keistimewaan dan nilai yang khas di kalangan
para Muslimin. Meski demikian sebagian kelompok masih saja mempergunakan
kesucian Ka'bah ini untuk kepentingan politik pribadinya, salah satunya adalah
Abdullah bin Zubair yang rela mengobarkan api peperangan di rumah Ka'bah demi
keselamatan diri dan tercapainya tujuan. Namun Imam Husain As tidak bersedia
melakukan hal ini. Ketika Muhammad Hanafiah menyarankan kepada Imam untuk
tinggal di Mekah, beliau bersabda, "Aku khawatir Yazid bin Muawiyah akan
menterorku di haram, dan aku menjadi seseorang yang memubahkan dan
menghancurkan kesucian Mekah karenanya." Demikian juga ketika Abdullah bin Zubair menyarankan hal
yang sama, beliau bersabda, "Ayahku mengabarkan kepadaku bahwa kelak akan
terdapat sekelompok yang akan menghancurkan kehormatan dan kesucian Ka'bah, dan
aku tidak ingin menjadi kelompok yang dimaksudkan." Dalam sebagian dari
riwayat dikatakan bahwa Imam bersabda, "Terbunuh dalam jarak ba'ah
(sekitar setengah meter) dari Ka'bah lebih baik bagiku daripada terbunuh dalam
jarak sejengkal darinya." 6. Sopan Farazdaq mengatakan, "Aku dan ayahku tengah melakukan
perjalanan untuk ibadah haji. Di tengah perjalanan aku bertemu dengan kafilah
Imam Husain As yang dilengkapi dengan pedang dan perisai. Aku bertanya,
"Kafilah siapakah ini?" Mereka menjawab, "Kafilah Imam
Husain." Aku berjalan ke arahnya, mengucapkan salam dan berkata,
"Demi ayah dan ibuku! Wahai putra Rasulullah! Kenapa engkau keluar dari
Mekah dengan tergesa-gesa seperti ini?" Bersabda, "Jika aku tidak
bergegas, maka mereka akan membunuhku di sini." Beliau melanjutkan,
"Siapakah engkau?" Aku berkata, "Seorang lelaki dari Arab."
Demi Allah, setelah aku mengucapkan hal itu, beliau tidak bertanya lebih lanjut
tentangku. Dan inilah akhlak mulia Imam, ketika dalam pertemuan awal, seseorang
tidak bersedia memperkenalkan dirinya, maka beliaupun tidak akan bertanya lebih
lanjut. 7. Penuh Kasih Sayang Ketika kafilah hendak berangkat dari Syarraq, Imam bersabda,
"Bawalah air sebanyak-banyaknya." Siang hari di tengah perjalanan tiba-tiba terdengar suara
takbir dari salah satu anggota kafilah, Imam bertanya, "Apa yang telah
terjadi?" Menjawab, "Subhanallah, aku melihat pohon-pohon
kurma." Ketika mereka meneliti dengan cermat, ternyata yang terlihat
bukanlah pohon-pohon kurma, melainkan ujung-ujung pedang dan telinga-telilnga
binatang tunggangan. Imam memberikan perintah kepada kafilahnya untuk berhenti.
Hurr bin Yazid Riyahi dan pasukannya yang kehausan sampai di depan kafilah
Imam, melihat keadaan ini Imam lantas memerintahkan kepada kafilahnya untuk
memberikan air kepada pasukan Hurr dan binatang-binatang tunggangan mereka.
Seorang lelaki bernama Ali bin Tha'an Maharibi mengatakan, "Para sahabat
Imam tengah sibuk mengurusi selainnya ketika aku sampai di tempat itu. Imam
yang melihat kedatanganku, mendatangiku sambil bersabda, "Dudukkanlah
untamu, dan minumlah air ini." Namun karena aku terlalu terburu-buru
minum, air tumpah dari kantongnya, Imam bersabda, "Miringkan tempat air
itu." Tapi aku tidak paham dengan apa yang dia katakan, akhirnya dia sendiri
yang mendatangiku dan memiringkan kantong air tersebut supaya tidak
tumpah." Meski Imam mengetahui siapa yang tengah dihadapinya, namun
beliau tetap memperlakukan mereka dengan penuh kasih sayang. Namun, balasan apa
yang mereka berikan kepadanya? 8. Menolak Memulai Peperangan Dalam sejarah tercatat bahwa Rasulullah saw menyarankan
kepada Imam Ali As untuk menasehati para kafir sebelum memulai perang, sehingga
dengannya mungkin mereka akan kembali ke jalan yang benar dan memperoleh
hidayah. Berdasarkan hal tersebut, sepanjang perjalanan menuju Karbala dan pada
hari Asyura, Imam Husain berkali-kali menyampaikan khutbahnya, mungkin mereka
akan terhidayahi dan tersadar dari kelalaian mereka. Pada pertemuan pertama dengan pasukan Hurr, Zuhair bin Qain
berkata kepada Imam, "Izinkan aku berperang melawan pasukan ini, karena
sebelum pasukan tambahan datang, berperang dengannya merupakan sebuah persoalan
yang mudah bagi kita." Akan tetapi Imam bersabda, "Cara yang aku
lakukan bukanlah memulai peperangan." Dan kalimat ini beliau ulangi lagi
ketika Syimr datang dan melihat pembuatan selokan di sekitar kemah kafilah Imam
yang dipenuhi dengan jerami dan api, Syimr berkata, "Wahai Husain! Engkau
telah tergesa-gesa menyambut api sebelum hari kiamat." Imam bertanya,
"Siapakah ini? Sepertinya Syimr bin Dzil Jausyan." Para sahabat
berkata, "Benar." Bersabda, "Sesungguhnya engkaulah yang lebih
pantas untuk itu." Kepada Imam, Muslim bin Ausjah berkata,
"Izinkanlah aku menancapkan anak panah ini ke dadanya, dia adalah seorang
yang fasik, musuh Tuhan dan pembesar para zalim." Akan tetapi Imam
bersabda, "Sesungguhnya bagiku tidak ada cara untuk memulai pembunuhan
terhadap mereka." 9. Memaafkan Kesalahan Musuh Ketika Hurr yakin bahwa perang melawan Imam Husain merupakan
sebuah persoalan yang pasti, dia memutuskan untuk bergabung dengan Imam,
sesampai di hadapan beliau, dia berkata, "Wahai putra Rasulullah, jiwaku
sebagai tebusanmu, akulah yang telah melarangmu untuk kembali dan akulah yang
menggiringmu hingga sampai ke tanah tak berumput dan berair ini. Demi Allah,
aku tidak pernah menyangka kejadian akan berakhir seperti ini, kepada diriku
sendiri aku berkata untuk mengikuti sebagian dari perintah mereka supaya mereka
tidak menganggapku keluar dari ketaatan, dan aku menyangka mereka akan menerima
usulanmu. Jika saja aku mengetahui hal ini dari awal, maka aku sama sekali
tidak akan terjebak dalam kesalahan seperti ini. Sekarang aku menyesal dan akan
kembali ke jalan yang benar, aku ingin mengorbankan diriku untukmu dan mati di
sisimu, apakah masih ada pintu taubah untukku?" Imam bersabda, "Tentu, Allah telah menerima taubatmu.
Siapakah namamu?" Menjawab, "Hurr bin Yazid Riyahi." Bersabda,
"Dan sebagaimana ibumu telah memberikan nama ini kepadamu, engkau
benar-benar hurr (bebas). Engkau bebas di dunia dan di akhirat. Sekarang
turunlah dari kudamu dan kemarilah." Hurr berkata, "Lebih baik aku
tetap berada di sini, dan sekarang aku ingin berperang melawan musuh."
Bersabda, Lakukanlah apa yang engkau inginkan." 10. Tidak Membeda-bedakan Para ahli sejarah menulis, "Ketika Ali Akbar As gugur
dan terjatuh di atas tanah, Imam mendatanginya, berdiri di dekatnya dan
meletakkan wajahnya di atas wajah putranya. Dan hal yang sama beliau lakukan
pula untuk Aslam, seorang budak Turki. Ketika budak ini jatuh tersungkur di
medan laga, Imam mendatanginya, memeluknya, menempelkan wajahnya pada wajah
budak ini. Dengan nafas yang tersekat Aslam berkata, "Adakah seseorang
yang beruntung sepertiku, saat ini putra Rasulullah menempelkan wajahnya di
wajahku." Setelah mengatakan hal itu Aslam pun gugur dan mereguk cawan
syahada. 11. Kesetiaan dan Pengorbanan Salah satu unsur yang terlihat sangat memberikan pengaruh
dan penentu dalam revolusi Asyura adalah kesetiaan dan pengorbanan, sebuah
kecintaan malakuti yang bersumber dari rahmat Ilahi. Ketika kita membaca doa Arafah yang merupakan salah satu
simbol ketinggian spiritual Imam Husain, maka kita akan mengetahui bagaimana
kesyahidan ini bisa menjadi lahan yang menghidupkan kesetiaan tiada tara di
sahara Karbala, sedemikian hingga para sahabat rela meletakkan jiwa tercintanya
dalam tingkatan yang paling ikhlas dan mempersembahkannya untuk yang
dicintainya. Ketika hendak keluar dari Madinah, kepada Bani Hasyim, Imam
bersabda, "Aku memilih jalan yang akan mengantarkan kesyahidan bagi
siapapun yang bergabung denganku, dan siapa yang tidak menginginkan hal ini
maka tidak akan memperoleh kemenangan." Dengan ibarat lain, gerakan ini pasti akan menghasilkan
kemenangan, ketika terdapat kesetiaan, pengorbanan dan kesyahidan di dalamnya.
Jika seseorang menganggap bahwa gerakan ini merupakan sebuah persoalan yang
wajib dari sisi keawjiban agama dan syariat, maka dia harus bangkit dan
menyadarkan umat Muslim dari tidur lelapnya supaya dunia Islam menemukan
lintasannya secara benar, meskipun hal ini harus dilakukan dengan mengorbankan
jiwa. Hidup dan mati bukanlah tujuan, masih terdapat tujuan yang lebih suci dan
lebih tinggi dari hal-hal tersebut. Seluruh kepentingan dan
keuntungan-keuntungan pribadi dan sosial akan lebur dalam lintasan untuk
memperoleh tujuan yang tinggi ini. Imam Khomeini mengatakan, "Semakin dekat dengan hari
Asyura dan hari kesyahidan, para pemuda semakin bersemangat dan berlomba-lomba
untuk segera mereguk kesyahidan, karena mereka menyadari bahwa aku datang untuk
melaksanakan kewajiban Ilahi, aku datang untuk mempertahankan Islam …" Kondisi seperti ini banyak termanifestasi di Karbala. Di
antaranya adalah yang dilakukan oleh Abul Fadhl Abbas yang rela mengorbankan
jiwa dan raganya demi membawakan air untuk kafilah Husain, Sa'id bin Abdullah
Hanafi yang berdiri di hadapan shaf shalat Imam dan meletakkan wajah dan
dadanya sebagai perisai supaya Imam terbebas dari ancaman tombak dan anak
panah. Dan masih banyak contoh lainnya. 12. Keberanian Husain Sayyid Muhsin Amin mengatakan, "Dan inilah Husain, yang
mengusir pasukan penyerang dengan pedangnya dan mematahkan pertahanan musuh di
kanan dan kirinya sehingga mereka melarikan diri layaknya domba-domba yang
ketakutan terhadap rubah dan kocar-kacir tak terkendali layaknya sekerumunan
belalang yang kebingungan. Dan inilah Husain, yang ketika terjatuh dari
kudanya, dengan tubuh yang telah dipenuhi oleh luka, tetap melawan para
musuhnya dengan gagah, segagah saat berada di atas punggung kudanya. Dan Husain
pulalah yang keberanian dan kejantanannya telah menciutkan dan merontokkan
nyali para musuhnya, bahkan ketika dia telah tersungkur di atas tanah, berada
di ambang kesyahidan, dan bahkan saat musuh hendak memenggal lehernya. Dan
Husainlah jualah yang keberaniannya senantiasa memunculkan kengerian dan
ketakutan di wajah para musuhnya." Kehidupan Imam Husain dan revolusi Asyura merupakan sebuah
teladan terlengkap yang akan tetap abadi dalam sejarah manusia, yang di
dalamnya menampakkan manifestasi-manifestasi terindah dari seorang sosok yang
terdidik secara sempurna. Masih begitu banyak pesan-pesan moral dan pendidikan lainnya
yang terkandung di dalam tragedi agung ini, poin-poin di atas hanyalah setetes
air dari samudra nan luas, namun demikian harap kami, semoga tulisan ini mampu
sedikit menghilangkan rasa dahaga. Amin ya Rabbal Alamin. Sumber: www.telagahikmah.org Sumber
Bacaan: 1. Abdurrahman bin Khaldun, Târikh Ibnu Kaldun,
jil. 3, Darul Fikr, Beirut, cetakan kedua, 1408 Hq. 2. Al-Husaini, Hasyim Ma'ruf, Siratul Aimmah
Itsnâ Asyar, jil. 2, Nasyr Darut-Ta'arif, cetakan pertama, 1397 Hq. 3. Bukhrani, Syeikh Abdullah, Farhangge 'Âsyurâ,
jil. 18, Amir Qom, cetakan pertama, 1407 Hq. 4. Falsafi, Syekh Muhammad Taqi, Akhlâq Wâ'izh
Syahid, Heiat Nasyr Ma'arif Islam, cetakan kedua, Syahriwar, 1356 Hs. 5. Ja'fari, Muhammad Taqi, Imâm Husain Syahid
Farhangge Pisyru wa Insâniyat, Nasyr Atsar Alamah, cetakan 8, 1380 Hs. 6. Muthahhari, Murtadha, Hamâseh Husaini, jil.
2, Intisyarat Shadra, cetakan kesembilan, 1368 Hs. 7. Mahmud Al-Iqqad, Abbas, Al-Husain Abu
Asy-Syuhada, Copkhoneh Darusy-Sya'b, 1989 M. 8. Najmi, Muhammad Shadiq, Sukhânâne Imam Husain
bin Ali az Madinah to Karbala, Daftar Intisyarat Islami wabaste beh Jami'ah Mudarrisin,
cetakan ketiga, 1362 Hs. 9. Tafsir Namuneh, jil. 22, Ta'lif Jam'i az
Muhaqiqin beh Asyraf Ayatullah Makarim Syirazi, Intisyarat Darul-kutub
Al-Islamiyyah, cetakan 1363 Hs. |