Beriman Kepada Tuhan Yang Ghaib




Deprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99

Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103

Pertanyaan:

Kaum agamawan senantiasa dan tak henti-hentinya menekankan peranan dan pentingnya beriman dan meyakini hal-hal yang gaib, yaitu  sesuatu yang tidak dapat diindera secara kasat mata. Nampaknya memang dalam ajaran agama, banyak hal-hal yang bersifat gaib yang tidak mudah dapat dipercaya dan diyakini keberadaannya begitu saja. Mungkin karena dalam kehidupan sehari-hari kita selalu berhadapan dan berinteraksi dengan hal-hal yang dapat dilihat dengan kasat mata dan dapat dirasa dengan indera lainnya.  Seringkali kami merenung dan mencoba meyakinkan hati ini, bahwa Tuhan Yang Gaib itu ada. Surga, neraka, dan hal-hal gaib lainnya jua ada. Tetapi sangat sulit bagi kami meyakini hal itu semua. Sehingga amal ibadah yang kami lakukan -boleh dikatakan- hanya ikut-ikutan saja. Dan kami merasa tidak enak dengan keluarga dan masyarakat, jika tidak mengikuti acara-acara ritual bersama mereka.  Oleh karena itu, melalui goresan pena ini, kami mencoba mengajukan pertanyaan; Bagaimana kami dapat beriman kepda Tuhan Yang Gaib?  Bagaimana hati ini dapat meyakini bahwa Dia betul-betul ada ?

Jawab:

Sebenarnya problem keimanan kepada Tuhan yang bersifat Gaib dan meyakini hal-hal yang gaib lainnya yang merupakan bagian dari agama -yang kini sedang Anda alami- banyak dialami oleh masyarakat dunia sekarang ini, bahkan oleh semua pengikut agama, baik agama samawi ataupun bukan. Pertanyaan dan keberatan semacam itu merupakan keberatan yang sering kali dilontarkan oleh kaum materialis terhadap kaum agamawan dan orang-orang beriman. Mereka berkata:

“Bagaimana mungkin manusia dapat menerima dan beriman kepada wujud yang tidak dapat diindera dengan mata. Bukankah kaum agamawan mengatakan bahwa Tuhan itu tidak memiliki jasad, tidak bertempat, tidak memiliki ruang, tidak bercorak dan seterusnya. Jika demikian, dengan perantara apa wujud seperti ini dapat diindera? Kami (kaum materialis) hanya beriman kepada sesuatu yang dapat diindera oleh mata. Karena wujud yang tidak dapat diindera sama sekali, sebenarnya adalah wujud yang sama sekali tidak ada.”

Berikut ini, mari kita coba mengkaji dan membahas persoalan dan keberatan tersebut  dari beberapa sisi:

1. Sebab utama penentangan

Pertama, mari kita pusatkan pandangan kita kepada kaum Materialis. Jika kita menganalisa sebab-sebab timbulnya penentangan kaum Materialis terhadap wujud Tuhan Yang Gaib, maka akan kita dapati, bahwa salah satunya adalah karena kepongahan dan kesombongan mereka. Mereka menganggap ilmu pengetahuan (sains) sebagai superior atas seluruh realitas. Bagi mereka, ilmu pengetahuan empiris adalah segala-galanya. Akibatnya, mereka selalu mengkomparasikan segala sesuatu dengan ukuran pengetahuan empiris tersebut, dan membatasi sarana pemahaman pada sebab-sebab natural dan material. Menurut mereka, apapun (termasuk hal-hal yang gaib dan non-inderawi) harus dianalisa melalui jalan eksperimen.  Segala sesuatu yang tidak dapat dibuktikan dengan jalan uji-coba dan eksperimen, harus ditolak. Satu hal yang perlu dipahami adalah: Apakah lingkup aktivitas dan penetrasi seluruh ilmu alam itu memiliki batasan atau tidak? Sudah jelas, jawabnya adalah bahwa lingkup  aktivitas ilmu pengetahuan itu terbatas. Karena, wilayah ilmu-ilmu alam adalah seluruh wujud terbatas yang bersifat material. Oleh karena itu, bagaimana mungkin sesuatu yang tidak terbatas dapat diindera  dengan sarana yang sangat terbatas. Dengan kata lain bahwa hal-hal yang bersifat materi dapat diteliti dan dianalisa melalui jalan eksperimen. Sementara segala hal yang bersifat non-materi -meskipun hasil ciptaan Tuhan- tidak dapat dianalisa dengan indera lahiriah dan jalan eksperimen.  Selama ini, pernahkan Anda mendengar seorang ilmuan ternama yang mengadakan analisa tentang wujud ruh manusia atau binatang melalui eksperimen di sebuah laboratorium?  Akal pikiran, hasil mimpi seseorang, khayalan dan gambaran tentang sesuatu di benak kita, serta hal-hal lainnya yang bersifat non-materi, mungkinkah dapat diketahui hakikat dan asal usul kejadiannya melalui jalan eksperimen di sebuah laboratorium?

Perlu dipahami bahwa Tuhan Pencipta dan seluruh wujud metafisis dan hal-hal yang bersifat non-materi, berada di luar wilayah pengetahuan empiris. Dan sesuatu yang bersifat non-materi dan berada di luar wilayah natural, tidak mungkin dapat diindera dengan sebab-sebab natural, seperti eksperimen di laboratorium. Wilayah metafisika bersifat tidak terbatas dengan dirinya sendiri dan tidak dapat dikomparasikan dan dibandingkan dengan ilmu-ilmu alam dan pengetahuan empiris. Bahkan setiap jenis ilmu alam dan pengetahuan empiris itu sendiri, masing-masing memiliki instrumen dan ukuran-ukuran yang berbeda-beda satu sama lainnya, Ilmu astronomi, anatomi, dan mikrologi, masing-masing berbeda instrumen-instrumen pengkajiannya.

Menurut pandangan ilmuwan materialis, tidak mungkin dan tidak logis jika seseorang mengajukan pertanyaan atau permohonan sebagai berikut kepada seorang astronom:

“Coba Anda buktikan salah satu mikroba dengan menggunakan instrumen-instrumen dan alat kalkulasi astronomi!”

Demikian pula kita tidak layak untuk berharap dari seorang spesialis mikroba agar ia dapat menyingkap bintang-bintang senja dengan menggunakan instrumen-instrumen mikrologi. Karena mereka memiliki wilayah sendiri-sendiri. Setiap alat hanya dapat digunakan dalam wilayah spesialisasi ilmunya masing-masing dan tidak dapat digunakan di luar wilayah spesialisasi dan aplikasinya. Oleh karena itu, ketika alat-alat tersebut berhadapan dengan hal-hal yang bersifat non-materi yang berada pada wilayah metafisik, maka alat-alat tersebut tidak akan dapat memberikan jawaban dengan positif (iya) atau negatif (tidak). Atas dasar itu, kita tidak mungkin dapat mengetahui kebenaran ilmu-ilmu alam dalam membahas sesuatu yang berada di luar wilayah naturalnya, lantaran wilayah penetrasinya terbatas pada alam, efek dan spesialisasinya saja.

Jika demikian halnya, maka kebenaran yang dapat diyakini oleh seorang ilmuwan ilmu alam adalah sebatas apa yang dapat ia analisa berdasarkan eksperimen semata. Dan seharusnya ia memilih diam ketika berhadapan dengan masalah metafisika dan hal-hal yang bersifat non-materi, karena masalah itu berada di luar batas pengkajian dan instrumen wilayah kerjanya. Dan bukan malah mengingkarinya.

August Comte, salah seorang pelopor dan peletak dasar-dasar filsafat empiris dalam bukunya Beberapa Kalimat Tentang Filsafat Empiris berkata:

“Karena kita tidak memiliki informasi sejak awal tentang seluruh wujud, maka kita tidak dapat mengingkari adanya wujud sebelum atau sesudahnya, sebagaimana kita juga tidak dapat membuktikannya. Pendeknya, Empirisme menghindar dari menyampaikan setiap bentuk pendapat, karena ketidaktahuan mereka dalam masalah ini. Demikian juga, ilmu-ilmu cabang yang menjadi fondasi Empirisme, harus menghindarkan diri dari bentuk penilaian atas awal dan akhir seluruh wujud. Maksudnya, kami tidak mengingkari ilmu dan hikmah Ilahi serta  wujud-Nya, dan kami menjaga diri dalam netralitas; antara penafian dan pembuktian”.

Sebenarnya itulah apa yang kita maksudkan, yaitu bahwa alam metafisika tidak dapat disaksikan melalui jendela ilmu-ilmu alam. Dan menurut pandangan orang-orang beriman bahwa Tuhan yang ingin dibuktikan melalui jalan eksperimen, sebab dan instrumen natural, sebenarnya bukanlah Tuhan yang sesungguhnya, melainkan Tuhan khayalan belaka. Karena sesuatu yang dapat dibuktikan oleh sebab-sebab natural dan melalui eksperimen, berada di dalam jangkauan materi dan spesialisasi ilmu-ilmu alam. Bagaimana mungkin wujud materi dan natural dapat diyakini sebagai pencipta materi dan alam semesta ini?

Dasar keyakinan orang-orang beriman adalah bahwa Tuhan bebas dari segala bentuk materi dan aksiden-aksiden materi. Dan sekali-kali Dia tidak dapat dicerap melalui instrumen-instrumen dan alat-alat materi. Oleh karena itu, kita jangan pernah berharap dan berkhayal bahwa Tuhan Pencipta alam semesta ini, dapat dilihat pada kedalaman langit melalui alat mikroskop dan teleskop. Karena harapan dan khayalan semacam ini bukan pada tempatnya.

2. Tanda-tanda wujud Tuhan

Secara umum, sarana yang dapat digunakan untuk mengenal setiap wujud di jagad ini, hanyalah melalui efek-efek dan tanda-tandanya. Dengan kata lain, bahwa kita dapat mengenal setiap wujud, hanya melalui efek-efek dan tanda-tanda yang ditimbulkan oleh setiap wujud tersebut, termasuk wujud-wujud yang dapat kita kenal melalui mata dan indera lainnya. Karena tidak satu pun wujud yang dapat masuk ke dalam pikiran kita, dan mustahil otak kita menjadi wadah seluruh wujud.

Sebagai contoh, Apabila Anda ingin mengenal dan mengetahui sebuah benda yang belum Anda kenal sebelumnya dan ingin memahami wujud benda tersebut, pada mulanya, Anda tujukan pandangan mata Anda ke benda yang telah Anda perkirakan letaknya, sementara itu, dibutuhkan pula adanya cahaya yang menerangi benda tersebut, kemudian dari bola mata, pendaran-pendaran cahaya itu akan terefleksi pada area khusus yang bernama retinoscopy. Kemudian, syaraf-syaraf indera penglihatan menangkap cahaya tersebut, dan mengirimkannya ke otak. Setelah itu, barulah Anda dapat mengenal dan memahami benda tersebut. Dan apabila hal itu Anda lakukan dengan jalan meraba dan menyentuhkan kulit tangan Anda ke benda tersebut, maka syaraf yang terdapat di bawah kulit Anda -melalui jalan persentuhan antara kulit dengan benda tersebut-  akan mengirimkan informasi kepada otak Anda, barulah kemudian hal itu dapat Anda memahami dan mengenalinya.

Dengan demikian, bahwa suatu benda itu dapat dikenali dan dipahami melalui efeknya (warna, suara dan persentuhan kulit). Artinya bahwa benda itu sendiri, jika tidak dengan jalan sebagaimana dijelaskan di atas, sama sekali tidak akan pernah  berpindah ke otak, benak atau akal pikiran seseorang. Dan sekiranya tidak ada warna, atau warna ada, tetapi syaraf-syaraf indera tidak dapat bekerja dan tidak berfungsi lagi, maka seseorang tidak akan pernah mengenal benda tersebut.

Agar materi pembahasan ini lebih mudah dicerna dan dipahami, kiranya uraian di atas perlu kami tambahkan. Begini, jika seseorang ingin mengenal dan mengetahui suatu maujud atau fenomena, maka hal itu cukup dilakukan melalui efek dan peninggalannya. Misalnya seseorang yang ingin mengetahui apa yang pernah terjadi sepuluh ribu tahun silam pada suatu titik bumi, maka cukuplah ia mengambil satu cerek keramik atau satu senjata yang telah berkarat. Kemudian ia mengadakan pengkajian mendalam atas efek-efek dan peninggalan ini. Dari efek ini ia akan dapat memahami keadaan-keadaan dan desain kehidupan serta pemikiran masyarakat di waktu itu.

Apabila setiap wujud materi, bahkan juga hal-hal yang bersifat non-materi dapat dikenal dan diketahu melalui pengkajian dan penelitian ilmiah atas efek-efek dan peninggalannya, apakah seluruh wujud dan fenomena -yang penuh dengan misteri dan rahasia yang menakjubkan di seluruh penjuru alam semesta yang membentang ini- tidak memadai bagi kita untuk dapat mengenal Tuhan Pencipta?

Hanya dengan melalui satu cerek keramik, setidak-tidaknya bagian dari kondisi masyarakat ribuan tahun silam dapat diketahui. Sementara di alam raya ini terdapat efek yang tidak terbatas, wujud yang tidak terbatas, dan sistem yang tidak terbatas. Apakah segala efek yang ada ini tidak memadai bagi kita untuk dapat mengenal-Nya?! Jika kita amati ciptaan alam raya ini, maka akan dapat kita saksikan pada setiap sudut jagad terdapat tanda-tanda kekuasaan dan ilmu-Nya. Masihkah Anda berkata, “Kami tidak melihatnya dengan mata, kami tidak mendengarnya dengan telinga, kami tidak menyaksikannya melalui pisau anatomi atau teleskop!” Memangnnya hanya dengan mata saja segala sesuatu itu dapat dikenali dan diketahui? Dan tidak bisa dengan indera lainnya?

3. Terbatasnya indera manusia

Dapat dikatakan bahwa sarana dan alat yang diberikan oleh ilmu-ilmu sains adalah alat yang terbaik untuk menafikan keyakinan kaum materialis.

Pada masa lampau, mungkin saja seorang ilmuan dapat berkata, “Kami tidak dapat menerima sesuatu yang tidak dapat diketahui dan dikenali oleh panca indera. Tetapi sekarang ini, berdasarkan kemajuan ilmiah yang berkembang sedemikian pesatnya telah terbukti, bahwa wujud yang bersemayam di alam semesta yang tidak dapat diindera, ternyata jauh lebih banyak dibandingkan dengan wujud yang telah dapat diketahui dan dikenali. Jika kita mengadakan studi perbandingan antara wujud-wujud yang dapat diketahui dan dikenali dengan wujud-wujud yang masih belum dapat diketahui yang terdapat di alam raya ini, maka dapat kita simpulkan hasilnya, bahwa wujud-wujud yang telah dapat diketahui dan dikenali bernilai kosong dan nihil jika dibandingkan dengan wujud-wujud yang masih belum dapat diketahui. Sebagai contoh, mari kita coba renungkan bersama beberapa kasus di bawah ini:

a. Para ahli fisika -di dalam ilmu fisika- berpendapat, bahwa dasar warna tidak lebih dari tujuh macam. Warna yang pertama adalah merah dan yang terakhir adalah warna ungu. Tetapi, di balik warna-warna itu semua terdapat ribuan macam warna. Dan kita tidak dapat mencerap dan mengenali ribuan macam warna tersebut. Mereka beranggapan, bahwa beberapa hewan barangkali dapat melihat warna-warna tersebut.

Sebab perkara ini adalah jelas, yaitu bahwa warna-warna itu dapat terlihat karena adanya efek gelombang cahaya. Artinya, bahwa cahaya matahari atau cahaya-cahaya yang lainnya itu tersusun dari warna-warni yang beraneka ragam. Aneka warna-warni inilah yang membentuk warna putih. Ketika cahaya ini berpendar menyinari benda, maka benda yang tersinari tersebut mencerna bagian-bagian yang beragam dari warna-warni pada dirinya. Dan sebagian lainnya dipantulkan. Warna-warni yang dipantulkan inilah yang dapat kita saksikan. Oleh karena itu, benda-benda yang berada pada tempat yang gelap tidak memiliki warna.

Perubahan dan keragaman warna dihasilkan dari kuat dan lemahnya gelombang cahaya. Artinya, apabila gelombangnya kuat hingga mencapai 458 ribu miliar per detik, maka akan terbentuk warna merah. Dan pada gelombang 727 ribu miliar per detik, akan terbentuk warna ungu. Di antara warna ini, terdapat warna-warni yang beragam jumlahnya yang tidak dapat kita cerap dan cerna.

b. Gelombang suara yang dapat kita tangkap  hanya pada 16 frekuensi per detik hingga 20.000 frekuensi per detik. Frekuensi yang lebih atau kurang dari hitungan ini, berapa pun jumlahnya, tidak dapat ditangkap oleh pendengaran kita.

c. Gelombang cahaya yang dapat kita cerap dalam setiap detiknya adalah terhitung dari 458 ribu miliar hingga 727 ribu miliar. Adapun gelombang cahaya yang lebih atau kurang dari hitungan ini, berapa pun jumlahnya, tidak dapat kita lihat.

d. Kita semua tahu bahwa bilangan makhluk yang dapat dilihat melalui kaca pembesar (virus dan bakteri) adalah lebih banyak dari jumlah manusia. Makhluk-makhluk tersebut tidak dapat dikenali dan dicerap oleh mata tanpa menggunakan mikroskop dan kaca pembesar. Dan betapa banyaknya makhluk yang paling kecil yang hingga kini belum diketahui dan disingkap oleh sains.

e. Sebuah atom dengan strukturnya yang tipikal dan khas, dan putaran elektron-elektron atas lingkaran proton-proton, dengan kekuatan raksasanya, hingga saat ini tidak dapat dicerap dan dilihat oleh indera mata. Dan setiap benda-benda alam natural terbentuk dari atom. Debu-debu yang terkadang kita lihat berterbangan di udara, terbentuk dari ribuan atom. Pendapat dan pandangan para ilmuwan yang berbicara ihwal atom, hanyalah merupakan sebatas teori dan asumsi belaka. Sementara itu, tidak seorang pun yang menafikan pendapat mereka itu.

Termasuk hal-hal yang tidak dapat diindera -padahal realitas tersebut tidak seorang ilmuan pun yang meragukannya- adalah gerakan planet bumi yang beraneka ragam. Misalnya, gerakan pasang-surut yang memasuki cortex planet bumi. Dan akibat pengaruh dari gerakan pasang-surut tersebut, dalam sehari dua kali tingkatan permukaan (surface) bumi di bawah kaki kita akan naik seukuran 30 centimeter. Sementara itu, tidak satu pun tanda-tanda yang dapat menuntun kita untuk dapat mengetahui gerakan ini. Yang lainnya adalah udara yang berhembus di seputar kita, yang nota-bene memiliki beban dan berat yang sangat besar, dan badan manusia mampu memikul seukuran 16 ribu kilogram dari berat dan beban udara tersebut. Tentu saja, tekanan ini akan dinetralkan ketika berhadapan dengan tekanan internal badan yang bagi kita bukanlah sesuatu yang merisaukan. Sementara itu, tidak seorang pun yang membayangkan bahwa udara memiliki berat dan beban. Sebelum masa Galileo dan Pascal, masalah ini masih misterius bagi seluruh manusia. Dan kini, meskipun sains memberikan kesaksian atas validitas perkara ini, tetapi indera kita masih belum dapat merasakannya. Kebanyakan dari ilmuwan ilmu alam mengakui keberadaan wujud segala sesuatu yang bersifat non-inderawi. Contohnya, keberadaan ether -sesuai dengan keyakinan para ilmuwan ilmu alam- yang memenuhi segala tempat di alam tabiat ini. Sebagian orang beranggapan bahwa ether ini merupakan sumber seluruh maujud. Mereka menguraikan bahwa ether ini merupakan wujud yang tanpa beban, tanpa bau dan tanpa warna, yang memenuhi seluruh planet dan tempat serta merasuk (infiltrasi) ke dalam seluruh benda, dan tentu saja tidak terlihat oleh kita. (Ether, derivasi dari kata Yunani, aithēr yang berarti upper air [meta udara], di atas udara.  Dalam chemistry [industri dan ilmu kimia], ether ini adalah sebuah cairan pelarut yang terbuat dari alkohol, tanpa warna dan tanpa beban. Biasanya digunakan untuk membius [anaestasia], dengan formula C2H5OC2H5)

Oleh karena itu, pendapat yang menyatakan bahwa tak terinderanya  sesuatu adalah dalil atas ketiadaannya, sama sekali tidak dapat dijadikan alasan. Alangkah banyaknya bilangan benda-benda inderawi yang memenuhi jagad ini, sementara indera kita tidak mampu mencerapnya.

Sebagaimana bahwa sebelum penemuan atom atau wujud-wujud yang memerlukan kaca pembesar untuk melihatnya (seperti virus dan bakteri), setiap orang tidak berhak menafikan keberadaan wujud-wujud tersebut. Alangkah banyaknya bilangan wujud lain yang masih luput dari pandangan kita. Dan sains hingga kini masih belum dapat menguaknya untuk menyingkap rahasianya. Akal kita sekali-kali tidak memperkenankan kita -dalam kondisi seperti ini (keterbatasan sains dan impotensinya dalam mencerap wujud-wujud tersebut)- untuk berpendapat; menafikan atau menetapkannya.

Konklusinya adalah jangkauan indera dan instrumen-instrumen alam bersifat terbatas, dan kita tidak dapat membatasi alam semesta ini hanya pada indera dan instrumen-instrumen tersebut.

Untuk menegaskan perkara ini, tidak ada salahnya kita menukil ucapan Flamariun dalam bukunya “Rahasia-rahasia Kematian”. Ia berkata, “Manusia hidup dalam lembah kejahilan dan ketidaktahuan. Dan ia tidak mengetahui bahwa susunan badan manusia ini tidak dapat menuntunnya kepada hakikat-hakikat. Kelima indera manusia ini menipunya dalam segala hal. Dan satu-satunya yang dapat menuntun manusia kepada hakikat dan kebenaran adalah akal, pemikiran dan akurasi ilmiah.” Kemudian ia memulai menjelaskan satu persatu perkara yang tidak dapat dicerap oleh panca indera manusia dan membuktikan keterbatasan setiap indera. Ia berkata, “Oleh karena itu, kesimpulannya adalah bahwa akal dan pengetahuan kita hari ini memberikan hukum pasti kepada kita bahwa terdapat sebagian gerakan-gerakan atom, udara dan benda-benda, serta kekuatan-kekuatan yang tidak terlihat oleh indera pengelihatan kita, dan kita tidak dapat merasakan benda non-kasat mata ini melalui panca indera. Dengan demikian, boleh jadi di sekeliling kita terdapat wujud-wujud yang lain selain atom, udara dan sebagainya; wujud-wujud hidup dan memiliki kehidupan yang tidak dapat kita rasakan. Aku tidak berkata bahwa benda-benda tersebut ada, akan tetapi aku berkata barangkali ia ada. Lantaran kesimpulan dari penjelasan-penjelasan sebelumnya adalah bahwa kita tidak dapat berkata segala yang tidak kita lihat berarti tidak ada. Oleh karena itu, ketika dengan argumentasi-argumentasi ilmiah telah terbukti bagi kita bahwa indera lahir yang kita miliki tidak memiliki kelayakan untuk dapat menyingkap seluruh wujud-wujud yang ada dan acap kali indera ini mengelabui kita serta menunjukkan hal-hal yang bertentangan dengan realitas kepada kita, maka kita tidak boleh mengkonsepsikan bahwa seluruh hakikat wujud terbatas pada apa yang kita rasakan dan saksikan. Tetapi, kita harus percaya yang sebaliknya, bahwa barangkali terdapat wujud yang tidak dapat kita rasakan. Sebelum ditemukannya mikroba, seseorang tidak berkhayal bahwa terdapat jutaan mikroba di sekeliling setiap benda dan kehidupan setiap makhluk yang menjadi medan laga bagi mikroba-mikroba tersebut. Kesimpulannya, indera lahir ini tidak memiliki kelayakan untuk menyingkap realitas seluruh wujud. Dan satu-satunya yang dapat memperkenalkan realitas wujud secara paripurna adalah akal dan pikiran kita. Menukil dari ‘Alâ Itlal al-Madzhab al-Mâddi, karya Farid Wajdi, hal. 4.

Jangan sampai Anda berpikiran bahwa sebagaimana elektron dan proton-proton atau sebagian warna telah tersingkap dengan peralatan ilmiah dewasa ini, dan dengan kemajuan sains, segala yang tidak diketahui itu nantinya akan terungkap, maka mungkin saja suatu saat alam metafisika dapat disingkap dengan instrumen-instrumen dan sebab-sebab natural!  Tidak, hal ini tidak mungkin dapat terwujud. Karena -sebagaimana telah kami jelaskan- bahwa dunia metafisika tidak dapat ditempuh melalui jalan-jalan natural dan material. Secara umum, jalan-jalan natural dan material ini keluar dari ranah aktifitas sebab-sebab materi.

Maksudnya, sebagaimana sebelum menyingkap dan mencerap wujud-wujud ini, kita tidak boleh mengingkarinya, kita tidak berhak -dengan alasan tersebut- untuk mengatakan bahwa kita telah mengenalinya, sebab-sebab natural tidak menunjukkan wujud-wujud ini kepada kita, sains tidak dapat membuktikannya kepada kita, dan  ketiadaan wujud-wujud itu merupakan hal yang jelas, maka - sehubungan dengan dunia metafisika- kita pun tidak boleh mengeluarkan pandangan.  

Oleh karena itu, kita harus melepaskan metode-metode yang salah ini, sambil dengan teliti menelaah dalil-dalil rasional orang-orang mukmin. Baru setelah itu kita menyampaikan keyakinan kita. Niscaya akan mendapatkan konklusi yang positif.

Kesimpulan dari jawaban pertanyaan Anda adalah bahwa sebenarnya Anda dan setiap orang yang mau berusaha dengan serius dan sungguh-sungguh dapat mempercayai dan meyakini, bahkan juga merasakan adanya hal-hal yang gaib, terutama Tuhan Pencipta alam raya ini. Akal pikiran manusia memiliki peranan utama untuk mencapai tujuan mulia dan agung tersebut. Bukankah ruh Anda, akal pikiran dan hal-hal lainnya yang bersifat non-materi yang terdapat di sekitar Anda itu semua bersifat gaib? Bukanlah Anda senantiasa merasakan hal itu? Yakinlah, dengan banyak merenung dan memikirkan penciptaan diri Anda sendiri dan isi alam raya ini, Anda pasti akan mencapai keyakinan dan keimanan yang kokoh mengenai wujud Tuhan Pencipta dan hal-hal gaib lainnya, seperti surga, neraka, dan lain-lain. [www.wisdoms4all.com]