Urgensi Membahas Politik IslamDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Oleh: Juliadi Solong
Langkah awal memahami sejauh mana urgensi pembahasan politik
Islam adalah dengan membuka kembali lembaran sejarah politik negara kita dan
negara-negara muslim lainnya. Sebagaimana maklum, sepanjang sejarah manusia,
sebagian dari rezim diktator, kaum arogan, dan pemburu-pemburu kekuasaan
merupakan sumber segala finah dan propaganda di dunia ini, yang kemudian
melahirkan penderitaan, kelaparan, dan kemiskinan di berbagai negara. Kekejaman
dan penindasan ini terus merajalela di dunia modern dengan kemasan demokrasi
dan pemberantasan terorisme dan ironisnya, lembaga hak asasi manusia dan
lembaga-lembaga internasional lainnya hanya diam dan tidak memberikan reaksi
sama sekali terhadap peristiwa-peristiwa tersebut. Pasca runtuhnya kekuatan gereja di Eropa, tidak pernah
terbersit lagi dalam pikiran orang bahwa agama akan memainkan peran kembali
dalam percaturan politik dunia, hingga munculnya gerakan revolusi Islam di Iran
dan Timur Tengah pada abad 13 H yang dikawal ulama besar Imam Khomeini Ra.
Awalnya mereka memprediksi bahwa model gerakan Revolusi Islam Iran sama saja
dengan gerakan parsial yang muncul di negara-negara Islam lainnya. Tapi
prediksi itu sirna sejalan dengan keberhasilan revolusi Islam Iran, kendatipun
revolusi ini tidak didukung dan bersandar pada dua kekuatan dunia, yakni
sosialime dan kapitalisme. Bahkan revolusi Islam Iran lahir dengan warna
dan corak berbeda dengan semua revolusi yang pernah terjadi. Negara-negara
arogan tidak pernah rela dan membiarkan begitu saja kemenagan revolusi Islam
Iran, mereka berusaha semaksimal mungkin untuk meruntuhkan pondasi sistem
pemerintahan Islam Iran yang berasaskan agama dalam bingkai Wilayatul Faqih. Dalam mewujudkan ambisinya, mereka telah melakukan berbagai
tekanan baik internal maupun ekternal. Beberapa tekanan esternal musuh
terhadap Iran adalah embargo ekonomi dan menciptakan perang saudara
antara Iran dan Irak selama 8 tahun. Tetapi semua bentuk tekanan-tekanan
eksternal tersebut tidak mampu mematikan spririt masyarakat Iran untuk terus
mengayomi dan mempertahankan revolusi dan sistem pemerintahan Wilayatul Faqih.
Di samping itu, secara internal mereka berusaha meracuni masyarakat Iran
melalui jalur budaya dengan idiom-idiom kebebasan, mereka meyerbu iran dengan
berbagai budaya yang tidak lagi mengenal batas-batas normatif agama, tapi
semua itu, tidak mampu memudarkan dan mengubah keyakinan dan akidah masyarakat
iran. Musuh-musuh Islam tidak pernah putus asa untuk menekan
pemerintahan Islam Iran yang dari hari ke hari menjelma menjadi kekuatan baru
di dunia Internasional dan Timur Tengah khususnya. Untuk itu, agenda
selanjutnya, mereka mendesain sebuah gerakan budaya, dan sasaran utama adalah
pemuda yang nantinya akan memegang serta melanjutkan tonggak pemerintahan ke
depan. Dalam analisis mereka, sebagian besar pemuda sekarang, tidak punya andil
dalam kemenangan revolusi sehingga tidak memiliki kedekatan emosional terhadap
nilai dan spirit revolusi. Bentuk riil kegiatan mereka adalah membentuk
lembaga-lembaga budaya dan lembaga-lembaga pendidikan. Dengan program ini, lahirlah kader-kader intelektual muda
yang kemudian mempunyai posisi penting di tengah masyarakat. Kaum intelektual
inilah yang akan memainkan peran dalam meracuni dan merusak pemikiran serta
keyakinan masyarakat, hingga dengan sendirinya masyarakat tidak lagi alergi
dengan wacana-wacana demokrasi (barat) dan liberalisme. Ada tiga agenda besar
yang dikawal dalam menghancurkan konsep pemerintahan Islam yang berbentuk
Wilayatul Faqih di Iran: 1. Meyebarkan Paham Sekularisme Propaganda awal mereka adalah menyebarkan dan menanamkan
paham sekularisme di tengah masyarakat melalui lembaga media, makalah dan
buku-buku. Sebelumnya, paham ini telah tumbuh dan eksis di Turki, Maroko, dan
negara-negara Eropa. Sebenarnya konsep pemisahan politik dan agama pernah
menjadi wacana dalam sistem pemerintahan Iran; salah seorang yang memilki andil
dalam kemenangan revolusi dan kemudian memiliki jabatan strategis memilki sikap
politik seperti di atas. Melalui ceramah, makalah, dan buku ia mendakwahkan
konsep tersebut. Untuk melegitimasi konsep tersebut ia menjadikan Negara maroko
sebagai contoh riil negara yang berhasil menerapkan konsep sekularisme. Kenyataannya konsep di atas tidak mampu mempengaruhi pikiran
dan keyakinan masyarakat, khususnya pelaku-pelaku revolusi yang memiliki jiwa
besar dan tumbuh dalam berbagai kesulitan dan telah menyumbangkan harta, jiwa,
dan raganya demi berdirinya pemerintahan Islam dalam bentuk wilayatul faqih
ini. Dan yang terpenting, sampai detik ini suara pernyataan malakuti imam
Khomeni Ra masih terdengar jelas di telinga masyarakat, yakni agama adalah
pondasi politik. 2. Menolak Konsep Wilayatul Faqih Agenda kedua gerakan mereka sedikit mengikuti ritme
keyakinan dan akidah kita dalam bentuk meyamakan perspektif, yakni agama
diberikan ruang dalam ranah politik dan sistem pemerintahan. Para pelaku
politik harus menjungjung tinggi norma agama dalam menjalankan tanggung
jawabnya. Tapi, tidak bermakna bahwa sistem pemerintahan agama harus berbentuk
wilayatul faqih. Sistem pemerintahan boleh saja dikawal dan dijalankan orang
yang tidak memilki dedikasi kefaqihan. Cukuplah hukum-hukum dan kebijakan
Negara disaring dan disesuaikan dengan agama, takkala undang-undang tidak
kontradiksi dengan agama maka itulah undang-undang sistem pemerintahan agama,
karena semua undang-undang dan kebijakan telah terlegitimasi atas nama agama. Ketika mereka gagal memaksa masyarakat untuk menerima
sekularisme, mereka sepakat bahwa sistem pemerintahan agama boleh saja
diterapakan tapi dengan syarat pemimpin tidak harus faqih, dan masalah
kepemimpinan diserahkan secara totalitas kepada masyarakat. Masyarakatlah yang
menentukan dan memilih personifikasi ideal untuk menjadi pemimpin. Untuk
memaksimalkan agenda ini, mereka telah mengadakan berbagai seminar ilmiah dan menulis
buku-buku yang berkaitan dengan tema di atas. Pemikiran ini bisa sangat berbahaya bagi masyarakat,
khususnya pemuda yang dangkal pengetahuannya akan hukum-hukum agama dan belum
akrab dengan sumber-sumber fikih yang menjadi landasan konsep wilayatul faqih.
Tapi sebuah kesyukuran, semakin besar propaganda musuh Islam terhadap konsep
wilayatul faqih, wilayatul faqih tetap eksis dan makin kuat pondasinya di
jantung masyarakat. 3. Pembaharuan Konsep Wilayatul Faqih Setelah dua konsep di atas gagal untuk mengubah komitmen dan
akidah masyarakat terhadap konsep wilayatul faqih maka agenda ketiga mereka
adalah mewacanakan bahwa konsep wilayatul faqih bukanlah hukum mutlak, bukanlah
hukum yang bebas dari kesalahan dan kekurangan. Untuk keeksisannya dengan akselerasi
perkembangan zaman butuh revisi dan intrepetasi baru. Dalam artian, sebab
konsep wilayatul faqih bertentangan dengan pondasi demokrasi dan liberalisme
maka ia harus diharmoniskan dan disesuaikan dengan konsep tersebut. |