Konsep Amar Makruf dan Nahi MunkarDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Peranan penting yang dimiliki oleh setiap muslim dalam
menjaga dan menentukan nasib masyarakatnya, menerima tanggung jawab sosial dan
menjadikan diri-diri setiap muslim sebagai penjaga sekaligus pengawas semua
urusan yang terjadi dalam masyarakat, sudah dibahas dalam dalam fikih Islam
yang kita kenal dengan amar makruf dan nahi munkar. Amar makruf dan nahi munkar
ini dianggap sebagai sumber politik terpenting dalam Islam. Sebagaimana amar
makruf dan nahi munkar merupakan salah satu pilar penting dan merupakan sebuah
kewajiban dan sebuah keharusan dalam agama [1], maka wajib juga bagi setiap muslim untuk
mengetahui Amar makruf dan nahi munkar. Al-Quran ketika mensifati tentang sifat orang
mukmin, menyebutkan: “ Laki-laki dan perempuan yang beriman wali (saling
menolong) sesamanya, melakukan amar bil makruf dan nahi munkar, mendirikan
shalat dan membayar zakat serta mentaati Allah dan Rasul-Nya.” [2] Menurut ayat ini, seorang mukmin yang memperhatikan
nasib orang lain adalah ibarat susunan sel-sel dalam tubuh manusia yang tertata
rapi. Hubungan dan perhatian mukmin kepada orang lain ini menyebabkan perbuatan
seseorang akan mempengaruhi seluruh masyarakat. Sebagaimana jika seseorang
mendapatkan dalam salah satu sel tubuhnya sebuah penyakit yang menular dan
tidak disembuhkan maka, penyakitnya akan menular kepada masyarakat dan akhirnya
membahayakan keselamatan masyarakat lainya. Rasulullah saw bersabda: “Seorang manusia pendosa di
dalam masyarakat seperti orang bodoh yang menaiki perahu. Ketika perahu tiba di
tengah lautan, ia mengambil kapaknya dan melubangi tempat duduknya. Kepada
setiap orang yang protes kepadanya, ia berkata: “Aku kan hanya melubangi tempat
dudukku” . Sungguh ini adalah ucapan yang sangat bodoh. Jika orang lain tidak
mencegahnya dari perbuatan itu, maka hanya dalam waktu singkat semua penumpang
akan tenggelam.”[3] Definisi
Kata Makruf dan Munkar adalah dua mafhum yang saling
bertentangan. Secara etimologis, Makruf berarti yang sudah jelas dan munkar
adalah yang belum jelas[4] dan secara istilah Makruf adalah
perbuatan baik dan Munkar adalah perbuatan buruk menurut nalar akal dan hukum
syariat.[5] Oleh karena itu, makruf dan munkar memiliki cakupan
yang luas dan tidak hanya terbatas pada urusan ibadah saja, akan tetapi
mencakup urusan akidah, akhlak, ibadah, hak-hak manusia, ekonomi, militer, dan
urusan budaya. Secara keseluruhan dapat dikatakan bahwa makruf dan munkar dapat
digambarkan sebagai perbuatan mulia dan tercela. Syarat Wajib
Karena pelaksanaan amar makruf dan nahi munkar adalah sebuah
kewajiban dan mencukup semua dimensi agama maka, para pelakunya harus
mengetahui beberapa hal dibawah ini : 1. Pelaku pelaksana amar
makruf dan nahi munkar harus mengetahui bahwa melaksanakan perbuatan itu adalah
sebuah kewajiban syar’I. Barang siapa yang tidak memiliki ilmu tentang hal itu,
maka amar makruf dan nahi munkar tidak wajib baginya. 2.Hendaknya amar atau nahi yang dilakukan memiliki
nilai dan pengaruh bagi orang lain [sipendosa]. Oleh karena itu jika sang
pelaku amar makruf dan nahi munkar tidak yakin usahanya akan mempunyai nilai
dan berpengaruh, maka melaksanakan amar makruf dan nahi munkar tidak wajib
baginya. 3.Jika pelaku amar makruf dan nahi munkar
mengetahui bahwa orang yang di makrufi [pelaku dosa] tersebut akan terus
melakukan perbuatan dosa, atau jika ia tahu dengan pasti bahwa orang tersebut tidak
akan meninggalkan perbuatan dosanya, maka amar makruf dan nahi munkar tidak
wajib baginya. 4.Hendaknya pelaksaan Amar makruf dan nahi munkar
tidak berbahaya bagi dirinya, atau keluarganya atau bagi saudara seagamanya.
Kecuali jika pendosa itu berusaha untuk melenyapkan akidah, hukum islam dan
ideologi islam, maka yang seperti ini meskipun melaksakan amar ma’ruf adalah
kewajiban kifai maka, melaksanakan amar makruf dan nahi munkar dalam hal ini
adalah wajib. Meskipun itu berbahaya bagi dirinya dan keluarganya. Contoh
jelasnya adalah demi terjaganya Islam dan syiar Islam, tenjaganya keselamatan
jiwa dan keluarga muslimin. Oleh karena itu, jika syiar-syiar Islami atau jiwa
sekelompok muslim berada dalam bahaya dan terancam, maka disini harus
diperhatikan mana letak urusan yang penting dan yang lebih penting (aham dan
muhim). Kewajiban amar makruf dan nahi munkar tidak akan gugur bagi yang lainya
hanya dengan melihat adanya bahaya bagi sang pelaku amar makruf dan nahi
munkar.[6] Tahapan-tahapan
Cara paling awal dan paling berpengaruh dalam mengajak orang
lain dalam amal kebajikan dan menghindari kemunkaran adalah si pelaku hendaknya
menghiasi setiap perbuatannya dengan ketakwaan dan akhlak mulia. Dalam hal ini,
Shahib Jawahir, salah satu fuqaha Syiah menuliskan: “Benar, pelaku amar makruf dan nahi yang paling utama
dan yag paling berpengaruh adalah para pembesar agama yang memakai pakaian
kebajikan, lebih dahulu melaksanakan amalan wajib dan mustahab, menjauhkan
perbuatan buruk dari dirinya, menghiasi dirinya dengan akhlak mulia dan
menjauhkan dirinya dari akhlak buruk. Inilah yang akan menjadi penyebab utama
sehingga masyarakat mengarah pada perbuatan makruf dan menghindari perbuatan
munkar”.[7] Dalam fikih Islam, terdapat 3 tahapan untuk
melaksanakan kewajiban penting ini. Setiap tahap juga memiliki derajat dan
tingkatan. Jika pada satu tahap, amar makruf sudah memberikan pengaruh dan
nilai maka, sang pelaku amar makruf tidak boleh masuk ke dalam tahap
selanjutnya begitu seterusnya. Ketiga tahapan tersebut adalah: 1.Menunjukkan sikap tidak suka. Dalam tahapan awal dan dini yang harus dilakukan oleh pelaku
amar makruf adalah dengan menunjukkan kekesalan hati dan menunjukan sikap tidak
suka akan perbuatan si pendosa. Sikap ini dilakukan agar pelaku dosa memahami
bahwa perbuatan yang dia lakukan tidak disukai dan tidak di ridhoi dan kembali
kepada perbuatan makruf. Untuk tahapan ini terdapat beberapa cara seperti
mengernyitkan kedua mata, bermuka masam, membuang muka, membelakangi,
meninggalkan sosialisasi dengannya atau yang semisal dengan ini. Harus diperhatikan bahwa kebencian hati atau tidak tidak
suka akan perbuatan munkar dalam tahap awal ini adalah sebuah keharusan
(kelaziman) iman dan bagi muslim merupakan kewajiban aini (fardhu ‘ain).
Jika seseorang tidak mampu melaksanakan perbuatan amar makruf dan nahi munkar
ketahap yang kedua maka perbuatan amar makruf dan nahi munkar yang semestinya
adalah menunjukkan sikap tidak suka dan akan perbuatan sipendosa tersebut.[8] 1. Dalam perkataan. Dalam tahapan kedua ini, Imam Khomeini ra berkata: “Jika pelaku amar makruf mengetahui bahwa tahap awal
amar makruf tidak memberikan hasil, maka ia wajib masuk ke dalam tahap kedua.
Jika tahapan kedua kemungkinannya memberikan hasil atau jika dengan nasehat
yang baik dan bahasa yang lembut amar makruf mungkin berhasil, pelaku amar
makruf tidak boleh masuk ke tahap selanjutnya. Jika ia mengetahui bahwa tahap
sebelumnya tidak memberikan hasil dan ia harus mengganti nada suaranya seperti
dalam bentuk perintah maka ia harus melakukannya. Namun bagaimanapun juga,
derajat kekasaran dalam ucapan harus diperhatikan” .[9] 1. Kekuatan dan paksaan. Jika kedua tahap sebelumnya tidak memberikan hasil, maka
harus digunakan kekuatan dan paksaan. Maksudnya adalah melakukan tekanan agar
perbuatan munkar tersebut dapat dicegah dan pelaku munkar menjauhi perbuatan
dosa tersebut. Dalam tahap ini juga harus dimulai dengan tekanan yang paling ringan.
Namun, jika perbuatan dosa itu bisa berhenti dengan cara dipukul maka tahap ini
harus dilakukan [syarat dalam amar makruf dan nahi munkar tidak boleh sampai
mengeluarkan darah].[10] Yang lebih penting lagi adalah bahwa jika perbuatan
individu dalam amar makruf tidak membuahkan hasil atau nilai maka, kewajiban
yang harus dilakukan bagi pelaku amar makruf adalah dengan cara berkelompok.
Artinya jika seseorang melihat bahwa perbuatan sipendosa itu hanya bisa diatasi
dengan sepuluh orang maka, wajib bagi pelaku amar makruf untuk mencari orang
dengan jumlah tersebut, jika memerlukan dua puluh orang maka dia wajib mencari
dua puluh orang begitu seterusnya. Pelaksanaanya juga harus diperhatikan dengan
baik, maksudnya harus dilihat perbuatan dan dorongan apakah yang dapat membuat
masyarakat terdorong untuk melakukan perbuatan baik atau menjauhi perbuatan
buruk. Dan ini berarti mengikutsertakan akal dan logika dalam pelaksanaan amar
makruf dan nahi munkar. Sebab Islam telah meletakkan tanggung jawab penting ini
pada akal dan pelaksanaan secara insani sehingga akar perbuatan munkar bisa
dicabut melalui jalan yang mungkin dan penting. Hal ini berbeda dengan
kewajiban syar’i lainnya seperti shalat yang pelaksanaannya harus sesuai dengan
aturan agama.[11] Kesimpulannya adalah bahwa amar makruf dan nahi munkar
ibarat darah dalam tubuh agama dan jaminan bagi kehidupan Islam. Bangkitnya
orang-orang shaleh dalam masyarakat Islam merupakan gaung dari amal ini. Jika
orang-orang shaleh seperti Imam Husain as tidak ada, maka nilai-nilai insani
dan ilahi akan hilang dan Islam sendiri sudah punah ratusan tahun yang silam di
tangan para pendosa. Diakui atau tidak, wujud revolusi Islam Iran juga
merupakan salah satu hasil dari amal penting ini dari sisi politik dan
pemerintahan, Imam Khomeini ra dengan perbuatannya yang dihiasi dengan
nilai-nilai islam dengan bantuan Allah swt memperoleh kesuksesan suci ini.
Karena revolusi suci ini terus berjalan, maka amar makruf dan nahi munkar
harus tetap berjalan dimanapun dan kapanpun.[] Allahu A’lam.
[Islat] |