Sunnah-Syiah Bergandengan Tangan: Mungkinkah?Oleh:M Anis Maulachela
Sayang sekali, tanpa disadari beliau telah terjebak dalam
propaganda yang dihembuskan dan dimotori Amerika, yang didukung oleh kelompok
takfiriyah (yaitu segelintir ekstremis Muslim yang menganggap kafir Muslim
lainnya yang tak sepaham dengan mereka), dan sisa-sisa pengikut Saddam atau
partai Ba’ats. Rekaman video juga membuktikan bahwa tentara AS telah melakukan
aksi-aksi teror dengan mengenakan pakaian milisi Irak. Dan sebagaimana yang diberitakan,
sekitar 70 persen dari korban tewas akibat teror yang dilakukan selama ini
adalah justru orang-orang Syi’ah di Samarra, Kazhimain, Najaf, Karbala, dan
kantung-kantung Syi’ah lainnya melalui aksi-aksi bom mobil dan bom bunuh diri
yang mengatasnamakan jihad. Jadi, sebenarnya tak ada konflik sektarian di Irak,
melainkan kaum Syiah dan Sunni telah sama-sama menjadi korban konspirasi musuh. RESENSI BUKU Judul : Sunnah-Syiah
Bergandengan Tangan: Mungkinkah? Penulis : Dr. M. Quraish Shihab Penerbit : Lentera Hati
Cetakan : Pertama, Maret 2007 Halaman : 303 + ix Bulan lalu (3-4 April 2007), Indonesia menjadi tuan rumah
sebuah event internasional bertajuk Konferensi Ulama Sunni-Syiah. Konferensi
yang berlangsung di Istana Bogor ini diprakarsai oleh NU, serta didukung oleh
Muhammadiyah dan pemerintah. Sebagaimana tercermin dalam pernyataan Hasyim
Muzadi dan Dien Syamsuddin tentang pentingnya menggagalkan upaya musuh dalam
memecah-belah Muslimin, konferensi ini diharapkan mampu menghasilkan piagam
persatuan umat Islam. Namun, masih saja ada segelintir orang, yang melakukan
aksi-aksi yang bertentangan dengan semangat persatuan itu. Pernyataan
provokatif Syaikh Yusuf Qardhawi (salah seorang ulama besar) bahwa kaum Syiah
Irak telah membantai kaum Sunni di sana saat berkunjung ke Indonesia (Januari
2007) adalah salah satu di antaranya. Meskipun, pernyataan beliau itu pada
kenyataannya tidak memperoleh porsi pemberitaan yang besar. Hal ini dikarenakan
dunia pers tentu lebih mampu memilah berita dan opini, bahwa yang terjadi di
Irak bukanlah konflik Syiah dan Sunni, apalagi pembantaian kaum Syiah terhadap
kaum Sunni. Sayang sekali, tanpa disadari beliau telah terjebak dalam
propaganda yang dihembuskan dan dimotori Amerika, yang didukung oleh kelompok
takfiriyah (yaitu segelintir ekstremis Muslim yang menganggap kafir Muslim
lainnya yang tak sepaham dengan mereka), dan sisa-sisa pengikut Saddam atau
partai Ba’ats. Rekaman video juga membuktikan bahwa tentara AS telah melakukan
aksi-aksi teror dengan mengenakan pakaian milisi Irak. Dan sebagaimana yang
diberitakan, sekitar 70 persen dari korban tewas akibat teror yang dilakukan
selama ini adalah justru orang-orang Syi’ah di Samarra, Kazhimain, Najaf,
Karbala, dan kantung-kantung Syi’ah lainnya melalui aksi-aksi bom mobil dan bom
bunuh diri yang mengatasnamakan jihad. Jadi, sebenarnya tak ada konflik
sektarian di Irak, melainkan kaum Syiah dan Sunni telah sama-sama menjadi
korban konspirasi musuh. Tak hanya itu, pernyataan provokatif kembali beliau
lontarkan pada Muktamar Doha (Qatar), di bulan yang sama, bahwa Al-Quran Iran
telah mengalami distorsi (tahrif), alias berbeda dengan Al-Quran yang berada di
tangan Muslimin. Pernyataan ini jelas mengorek kembali tuduhan-tuduhan klasik,
yang telah dijawab oleh banyak ulama Syiah. Bahkan belakangan muncul “para pemain lama”, yang berupaya
memprovokasi Muslimin di Indonesia agar melenyapkan Syiah dari negeri ini.
Peristiwa teror terhadap jama’ah Syiah di Bondowoso, Sampang, dan Bangil boleh
jadi hanya sebagian kecil dari akibat provokasi ini. Padahal, aksi mereka itu
tak membawa manfaat apa pun kecuali menjadikan mereka sebagai bagian dari
konspirasi Zionisme Internasional, khususnya dalam upaya menghancurkan
Muslimin. Melihat kenyataan yang amat memprihatinkan itu, Dr. Quraish
Shihab melalui buku ini mencoba untuk mengajak ke arah persatuan umat, apa pun
mazhab mereka. Sunni dan Syiah, meskipun memuat banyak perbedaan dalam
terminologi Ushuludin dan Furu’udin, tidak berarti mustahil untuk bergandengan.
“…tiada lain tujuan penulis kecuali terjalinnya hubungan harmonis antar semua
kelompok umat Islam, bahkan seluruh umat manusia,” ujar beliau (hal ix). Dalam buku ini yang sebenarnya merupakan kumpulan dari
makalah beliau dalam acara diskusi di Masjid al-Aqsha, Ujung Pandang, pada 1980
terkesan seolah beliau “membela” pandangan-pandangan Syiah. Akibatnya, beliau
pun dituding oleh sebagian orang sebagai seorang Syiah. Bahkan hanya
mencantumkan argumen Allamah Thabathabai saja dalam kitab beliau Tafsir
al-Mishbah, tudingan serupa juga terlontar. Namun, tudingan-tudingan tersebut
beliau tampik. Sebagai gantinya, beliau mengatakan, “Amanah ilmiah menuntut
agar menyampaikan apa yang diyakini, khawatir jangan sampai sikap diam dinilai
Allah sebagai menyembunyikan kebenaran.” (hal viii) Sebenarnya apa yang dilakukan beliau itu wajar saja, karena
posisi Syiah adalah minoritas di antara komunitas Muslimin di dunia. Sehingga,
sudah selayaknya kelompok mayoritas mengenal ajaran dan pandangan Syiah yang
sesungguhnya. Dengan demikian, tudingan-tudingan klasik sebagaimana yang
dikorek kembali oleh Syaikh Yusuf Qardhawi di atas diharapkan tidak muncul lagi
di tengah masyarakat seiring membaiknya pengetahuan dan pemahaman mereka
terhadap ajaran Syiah. Dengan gaya bahasa santun, buku ini mengajak pembaca untuk
meneropong isu-isu penting mazhab Syiah seperti Imamah, Sahabat, Taqiyah,
Tahrif, Raj’ah, Bada’, dan lain-lain yang kerap didistorsi dan disalahpahami,
sehingga banyak memancing cemooh bahkan hujatan oleh kalangan pengikut mazhab
non-Syiah. Memang telah banyak buku-buku dari kalangan ulama Syiah,
yang membahas secara mendalam isu-isu tersebut. Namun, yang menarik dari buku
ini adalah penulis mengambil referensi dari para ulama Ahlusunnah kontemporer,
seperti Muhammad Rasyid Ridha, Abdulhalim Mahmud, Muhammad ‘Imarah, Mahmud
Syaltut, dan lain-lain. Bahkan disertakan pula teks asli bahasa Arabnya pada
kalimat-kalimat kutipan. Meskipun beberapa bahasan dalam buku ini masih perlu
didiskusikan lagi, namun secara umum buku ini bagus, ilmiah, dan perlu dibaca.
Terutama, yang perlu disoroti adalah misi buku ini, yaitu persatuan umat Islam
dan terjalinnya hubungan harmonis di antara berbagai pengikut mazhab dalam
Islam.[] Wallahul Musta’an. Penulis: Aktifis IPABI Bogor Sumber: Islamalternatif.net |