Enigma Kehidupan ManusiaDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Mengenal segala potensi eksistensi alam penciptaan merupakan
sebuah pekerjaan yang mudah dan gampang serta tidak membutuhkan pengkajian atau
obeservasi serta perenungan yang terlalu banyak, karena seluruh eksistensi
telah bergerak berdasarkan mekanisme takwiniyyah dan setelah melintasi
tahapan-tahapan tertentu akan sampai pada kesempurnaan bentuknya sendiri. Akan
tetapi tidak demikian halnya dengan pengenalan potensi-potensi manusia dan
lintasan kesempurnaannya, yaitu tidaklah gampang bagi manusia untuk bisa
mengenal potensi-potensi yang dimilikinya dan berusaha untuk mengaktualkannya. Oleh karena itu, untuk mengenal bentuk kesempurnaan manusia
membutuhkan pengkajian dan observasi, dengan kata lain potensi-potensi manusia
tersebut tidak akan bisa dikenali hanya dengan melalui pengkajian secara
inderawi dan empirik. Untuk menganalisa lintasan kesempurnaan manusia, di sini
kita akan menggunakan dua metode. Pertama adalah dengan metode akal dan
argumentasi, sedangkan yang kedua adalah dengan metode wahyu. Selama akal masih
terbuka ke arah tersebut, maka kita akan melintasi perjalanan ini dari dimensi
akal, akan tetapi kita mengetahui bahwa metode terpercaya dan tanpa terdapat
keraguan di dalamnya adalah dengan melalui wahyu dimana hal tersebut telah kami
siratkan dalam pembahasan terdahulu dalam artikel bertajuk “Mengkaji Filsafat
Penciptaan menurut al-Qur’an.” Untuk pengkajian dan analisa tema ini dengan metode akal dan
argumentasi, terdapat beberapa persoalan yang harus diutarakan, sebagai
berikut: 1. Apakah dalam zat dan kedalaman diri manusia terdapat
kecenderungan untuk menyempurna? Apakah manusia -sebagaimana maujud-maujud lain
dari alam penciptaan- juga melakukan perjalanannya ke arah kesempurnaan?
Dan tema ini harus dianalisa dari pandangan psikologi. 2. Apa yang diletakkan oleh para filosof dan pemikir
dalam kesempurnaan manusia dan dengan pendapat mereka ini, keyakinan-keyakinan
apa yang akan memasukinya? Manakah yang bisa diterima dan manakah yang bisa
diingkari? 3. Apakah dimensi-dimensi dari kesempurnaan bisa
dijelaskan? Pada prinsipnya pengenalan apa yang bisa diperoleh dari
kesempurnaan dan potensi-potensi apa yang bisa diperoleh di dalam internal
manusia? 4. Lintasan dan jalan manakah yang harus dilewati supaya
bisa memperoleh kesempurnaan akhir? 5. Apa sajakah faktor-faktor penghambat lintasan
kesempurnaan? Dan persoalan-persoalan apakah yang bisa menghalangi manusia dari
perjalanannya menuju kesempurnaan akhir? Sebagaimana yang telah kami katakan sebelumnya, pengangkatan
para nabi juga merupakan argumen dan dalil lain bagi tema ini dimana tujuan
penciptaan manusia adalah melakukan perjalanan ke arah kesempurnaan, karena
Tuhan dengan pengangkatan para Nabi dan rasul berkehendak supaya para manusia
mengarahkan dirinya ke kesempurnaan mereka yang hakiki. Pengangkatan para nabi merupakan dalil dan argumentasi
paling kuat dan pasti atas tema ini dimana manusia harus melintasi lintasan
hidayah dan mengantarkan dirinya pada tahapan tinggi kesempurnaan. Sebagaimana
Allah Swt dalam salah satu ayat-Nya berfirman, “Dan sesungguhnya Kami telah
mengutus rasul pada tiap-tiap umat (untuk menyerukan), “Sembahlah Allah (saja),
dan jauhilah tagut itu.“ (Qs. Nahl [16]: 36) Kecenderungan kepada Kesempurnaan dalam Diri Manusia Benar apabila dikatakan bahwa tabiat manusia adalah sangat
rumit dan untuk mengenalnya secara detail pun merupakan sebuah persoalan yang
sangat sulit, namun untuk menjangkau sebagian dari prinsip-prinsip
pembuktiannya tidaklah sebegitu sulit, dengan syarat kita melepaskan diri dari
peran kita dan kita tidak bermain dengan kata-kata serta tidak berada di bawah
pengaruh keberhalaan benak kita. Salah satu dari prinsip pembuktian tabiat manusia adalah
mencari kesempurnaan yang akarnya terdapat dalam diri manusia. Manusia secara
dzat cenderung untuk melangkah ke arah kesempurnaan. Oleh karena itu, sejak
masa kanak-kanak hingga tua senantiasa berada dalam usaha dan upayanya untuk
menuju pada kondisi-kondisi yang lebih tinggi dari kondisi yang tengah
dijalaninya. Seorang pelajar yang belajar di kelas satu SD akan berusaha
untuk menuju ke kelas yang lebih tinggi dan ketika dia telah menyelesaikan
kelas yang lebih tinggi, sekali lagi dia akan berusaha untuk menapaki kelas
yang di atasnya lagi, demikian hingga dia menyelesaikan pendidikan tingkat
dasarnya lalu beranjak ke SMP. Setelah menyelesaikan tingkat menengah inipun
dia belum puas juga dan berusaha untuk menjalani tingkatan-tingkatan
selanjutnya. Pedagang-pedagang kecil yang berada di pinggir-pinggir jalan
akan berada dalam gerak usahanya untuk membangun sebuah toko dan dia ingin
menjalani kehidupannya dengan perluasan langkahnya yang ke arah yang lebih
besar tersebut. Seorang penulis pun senantiasa berusaha untuk menghasilkan
karya-karyanya yang lebih berbobot dengan melakukan berbagai pengkajian dan
penelitian. Demikian pula dengan yang dilakukan oleh seorang pelukis yang
senantiasa melakukan eksperimen-eksperimen baru supaya mampu menghasilkan
karya-karya besar. Secara umum setiap manusia yang mempunyai keahlian, pekerjaan
dan ketrampilan senantiasa akan berusaha supaya dia bisa menempatkan dirinya
pada tingkatan dan kedudukan yang lebih tinggi. Di sini kita harus
memperhatikan beberapa poin berikut: 1. Kesempurnaan yang dipilih oleh manusia tidaklah
setara dan sama, melainkan bergantung pada kondisi ruhani, cara berpkir,
kondisi lingkungan dan faktor-faktor lainnya. Bisa jadi, untuk seseorang, menimba ilmu merupakan sebuah
kesempurnaan, sementara untuk selain dia kesempurnaan terletak pada kekayaan,
sementara untuk seniman kesempurnaan terletak pada penciptaan karya-karya baru,
sementara seorang penulis baru akan menemukan kesempurnaan dengan
tulisan-tulisannya yang hidup dan berbobot, sedangkan pada yang lainnya mungkin
terletak pada pelayanan pada masyarakat, penghambaan atau ibadah, dan
lain-lain. Oleh karena itu, tidak bisa dikatakan bahwa setiap individu
yang berada dalam lingkupan kerjanya dan senantiasa berusaha untuk melompat ke
arah yang lebih tinggi, sama sekali tidak melakukan perjalanannya ke arah
kesempurnaan. Melainkan, seorang cendekiawan mempunyai kecenderungan pula untuk
mendapatkan kesempurnaan, karena sebagaimana yang telah dikatakan sebelumnya
mungkin saja pilihan kesempurnaannya tersebut bergantung pada berpuluh-puluh
faktor baik secara personal maupun sosial. 2. Bisa jadi terdapat faktor-faktor dalam kehidupan
yang menghalangi manusia dalam perjalanannya menuju kesempurnaan. Pukulan
mental, peristiwa-peristiwa tak terduga, musibah-musibah yang tak dikehendaki
dan sebagainya telah menjadi penyebab sehingga seorang individu tidak mampu
melanjutkan perjalanannya menuju kesempurnaan. Misalnya seseorang memiliki tujuan menimba ilmu dan berusaha
untuk sampai pada tingkatan keilmuan yang tinggi, mungkin saja pada pertengahan
jalan dia harus menghadapi berbagai kesulitan yang hal ini menyebabkannya tidak
bisa mengantarkannya pada tujuan yang diinginkannya. Motivasi asasi kebanyakan
dari perubahan lintasan-lintasan perjalanan dan tujuan-tujuan tersembunyi pada
poin ini. Terdapat pertanyaan-pertanyaan penting seputar hal ini, dan
pertanyaan tersebut antara lain adalah, apakah kecenderungan untuk menyempurna
tak lain adalah hasrat, tamak, keserakahan dan membuat
perbandingan-perbandingan dengan selainnya? Yaitu apabila manusia tidak puas
dengan kondisi keberadaan dirinya maka dia akan senantiasa berusaha untuk
mendapatkan kondisi yang lebih baik, apakah hal ini bukan dikarenakan motivasi
tamak dan bersaing dengan selainnya? Dalam menjawab pertanyaan ini harus dikatakan: Pertama, pada kebanyakan harapan-harapan dan cita-asa yang
dipilih oleh manusia sebagai sebuah kesempurnaan, sama sekali tidak akan ada
pengaruh dari motivasi-motivasi negatif, misalnya seorang ilmuwan yang
meletakkan ilmu sebagai sebuah kesempurnaan dan untuk mencapai tujuannya ini
dia rela mengorbankan dirinya dari kehidupannya yang wajar dan dia juga harus
siap sedia dalam menghadapi berbagai hambatan, dengan kata lain banyak dari
prinsip-prinsip tabiat yang dia kesampingkan, bagaimana bisa dikatakan bahwa
dia menanggung segala kesulitan dan kesusahan ini hanya karena ketamakan dan
persaingannya saja, sehingga misalnya ketika kelak telah menjadi rang yang
terkenal dia akan bisa jual mahal. Kedua, tamak dan membanding-bandingkan dengan yang lain
merupakan efek-efek psikologi yang negatif dimana tidak ada sebuah kesempurnaan
pun yang bisa dijelaskan dengannya, misalnya seseorang yang meletakkan
tujuannya pada pelayanan kepada sesama manusia dan dia bersedia menanggung
segala kesulitan dan kesengsaraan untuk hal ini, maka tidak mungkin bisa
dikatakan bahwa hanya karena motivasi-motivasi negatif tersebut sehingga dia
melakukan pelayanan kepada selainnya. Ketiga, jika sebagian dari harapan-harapan individu bisa
dijelaskan dengan persaingan dan membanding-bandingkan dengan selainnya, maka
tidak ada masalah jika kita mengatakan bahwa sebagian dari individu memang
meletakka persaingan sebagai sebuah kesempurnaan yang sesuai. Sekarang, kita akan melakukan analisis secara lebih detail
mengenai pencarian kesempurnaan menurut pendapat dan teori dari sebagian psikolog. a. Pencarian Kesempurnaan Menurut
Yung
Yung adalah salah satu dari psikolog analisis yang
menganalisa kepribadian seseorang. Berlawanan dengan pendapat Freud sehubungan dengan tabiat
manusia, Yung lebih berpandangan positif dan berkeyainan bahwa manusia akan
senantiasa menapaki jalan kesempurnaannya dalam sepanjang masa dengan segala
kehirukpikukan kehidupan yang dihadapinya. Dia berkeyakinan bahwa gerak ke arah
kesempurnaan telah dimulai sejak bergabungnya nutfah dan dengan berlalunya
zaman nutfah ini akan mengalami perkembangan dan akan terlepas dari
dimensi-dimensi kehewanan manusia dan pergerakannya akan bertambah pada
dimensi-dimensi keinsanannya. Dan untuk sampai pada kesempurnaan, dia pun
senantiasa berada dalam usaha dan aktifitasnya. Yung mengetahui bahwa
kesempurnaan manusia akan diperoleh ketika kepribadiannya tekah berkembang dan
potensi-potensi dzatinya telah teraktual. Akan tetapi apakah persoalan ini bisa
diterima? Apakah tidak ada hambatan-hambatan yang menghalangi perjalanan
manusia untuk sampai pada kesempurnaan? Jika terdapat hambatan, lalu apakah
hambatan-hambatan tersebut? Menurut Yung, hambatan-hambatan yang mampu menjadi
penghalang bagi manusia untuk mencapai kesempurnaan antara lain adalah: 1. Kesulitan-kesulitan Setiap individu dalam kehidupannya mungkin saja memiliki
perasaan atau kasih sayang tak terpuaskan yang secara tak sadar[1] hal ini akan menghepaskannya dan akan
mengakibatkan kesulitan. Kesulitan-kesulitan ini akan menyebabkan kekacauan
keseimbangan kepribadian manusia yang memiliki lintasan menuju kesempurnaan. 2. Persona Yang maksudnya adalah topeng atau wajah buatan yang
dikenakan oleh manusia dalam perkumpulan dan dalam interaksinya dengan
masyarakat. Topeng ini kadangkala bersifat ikhtiyari (bebas) yang dikenakan
oleh seseorang untuk menghindarkan penampakan dirinya dan kadangkala pula
bersifat ijbar (terpaksa dikenakan) yang dibebankan oleh masyarakat kepadanya.
Apabila topeng ini dikenakan oleh manusia atau masyarakat atas dirinya secara
berkelanjutan, maka hal ini akan menyebabkan hambatan pada lintasan jalan
kesempurnaan. Oleh karena itu, dalam kekacauan dan kontradiksi antara
kepribadian hakiki dan kepribadian lahiriahnya, manusia harus menyeimbangkan
dirinya dan tidak membiarkan kepribadian masyarakat atau kepribadian buatannya
mengalahkan kepribadian hakikinya. 3. Bayangan Yang tak lain adalah dimensi kehewanan tabiat manusia,
merupakan majemuk dari instink-instink negatif dan perasaan tak sesuai dan tak
terpuji yang diwariskan oleh para leluhur manusia dan terkumpul dalam
ketaksadaran sebagian manusia. Bayangan ini membantu perpecahan, pertikiaian,
dan kubu-kubuan antara persoalan-persoalan yang tentu saja merupakan suatu
persoalan yang penting untuk manusia, dengan syarat telah melakukan pemilihan
dan tidak meletakkannya sebagai penghalang jalan kesempurnaan. Faktor-faktor yang bisa menyebabkan pertumbuhan dan
keluarbiasaan kepribadian atau anasir-anasir yang mendukung lintasan bertahap
manusia ke arah kesempurnaan, menurut Yung di antaranya adalah: 1. Warisan Leluhur. Apa yang diwarisi oleh manusia dari
leluhurnya dalam sepanjang sejarah dan telah mendapatkan tempat dalam
ketaksadaran sebagian manusia. 2. Tujuan-tujuan hidup. Manusia tidak pernah merasa cukup
dengan eksperimen, pengalaman dan informasi-informasi yang diperolehnya dari
orang-orang terdahulu, dan mereka senantiasa memperhatikan harapan-harapan,
cita-cita, serta impian-impian yang merupakan penggerak perilaku dan
aktivitas-aktivitasnya. 3. Kekuatan hidup. Hal ini yang akan medorong manusia untuk
melakukan aktivitasnya, dari masa kanak-kanak hingga masa tuanya. Dan semakin
seorang manusia ke arah pertengahan usianya, kekuatan ini akan memiliki langkah
yang semakin panjang ke arah kecenderungan dan akan semakin mendekatkan manusia
ke arah kesempurnaan dirinya. 4. Tanda-tanda rahasia. Salah satu dari karakteristik
manusia adalah bahwa ia akan menampakkan kecenderungan-kecenderungan,
tujuan-tujuan dan harapan-harapannya dengan melalui tanda-tanda rahasia seperti
hasil karya sastra, ketrampilan, lukisan, kata-kata, impian-impian dan
sebagainya. Tanda-tanda ini menyebabkan terpakainya kekuatan hidup dan
terlepasnya manusia dari tekanan-tekanan dn kekhawatiran-kekhawatiran. Menurut
pendapat Yung, semakin seorang manusia berjalan ke arah kesempurnaan, dia akan
semakin banyak mempergunakan tanda-tanda rahasia ini. 5. Prinsip kontradiksi atau dua kutub. Yung berpendapat
bahwa manusia adalah sebuah maujud yang senantiasa berhadapan dengan
persoalan-persoalan kontradiktif dan saling bertolak belakang satu sama lain,
dan dalam kepribadiannya pun terdapat kecenderungan-kecenderungan yang saling
berkontradiksi pula, seperti sublimasi dan depresi, kesadaran dan ketaksadaran,
kecenderungan internal dan kecenderungan eksternal, kemajuan dan kemunduran,
dan sebagainya, dan manusia dalam menghadapi persoalan-persoalan yang saling
kontradiksi ini terpaksa mengalami kekacauan internal dan tekanan yang tentunya
persoalan-persolan ini dibutuhkan dupaya manusia melakukan gerak dan aktivitas
untuk menghilangkannya dan pada akhirnya menemukan kemajuan. Tanda-tanda Kesempurnaan Menurut Yung Yung berkeyakinan bahwa manusia untuk mengetahui apakah ia
akan mengambil langkah ke arah kesempurnaan ataukah tidak, dia harus
memperhatikan dua poin berikut, yaitu jika dua tema di bawah ini diperoleh di
dalam diri manusia, maka manusia akan melangkah ke arah kesempurnaan: 1. Manusia melangkahkan kakinya ke arah sublimasi[2] bukan ke arah depresi.[3] 2. Aksi psikologi manusia, yang antara lain : perasaan
biasa, pemikiran, perasaan kasih sayang dan pandangan internal, yang
keseluruhannya harus setara. “Manusia dengan perasaan biasa dalam persoalan-persoalan
riil, secara langsung akan merasakan dunia luar sebagaimana inderanya
mengizinkannya, atau akan mengilustrasikannya dalam ketiadaan
persoalan-persoalan tersebut, ketika dengan pemikiran ia ingin memahami
substansi alam dan substansi dirinya, maka ia akan berargumentasi; ia akan
memperoleh nilai segala sesuatu dengan perasaan kasih sayang, dan akhirnya ia
akan mengaksidenkan kondisi-kondisi pasifnya seperti kegembiraan atau
kesedihan, kedekatan atau kebencian, ketakutan, kasih sayang, kemarahan dan
bagian-bagiannya, ia memiliki kecenderungan dengan pandangan internalnya
meskipun dengan mengesampingkan perasaan, pemikiran dan realitas, ia memahami
persoalan dengan cara menemukan dan memahami realitas mereka. Keempat aktifitas
atau aksi psikologi ini senantiasa ada dan pada seluruh individu memiliki
tingkat kekuatan yang tidak sama, bahkan biasanya salah satu dari keempat aksi
ini memiliki kekuatan yang lebih banyak dan memberikan peran yang lebih
berpengaruh dalam kesadaran, oleh karena itulah sehingga hal tersebut kita
namakan sebagai aksi dominan. Tiga aksi lainnya yang kekuatannya paling sedikit
dari yang lainnya, kita aksi lemah. Aksi ini adalah depresi dan memiliki tempat
tersendiri dalam ketaksadaran manusia yang kemudian akan ditampakkan dalam
bentuk khayalan-khayalan serta mimpi-mimpi. Keempat aksi ini jika
keseluruhannya memiliki kekuatan dalam tingkat yang sama, maka tidak ada lagi
aksi yang lemah maupun aksi yang kuat, akan tetapi keadaan semacam ini akan
hanya ditemukan dalam diri manusia ketika ia telah mendapatkan aktifitas yang
sempurna, yaitu kepribadian dari sisi perkembangan seluruh potensi-potensi
dzati dan ketenangan hati mereka telah sampai pada batas kesempurnaan, dan ini
adalah sesuatu yang secara prinsip bisa diterima. Gabungan keseimbangan
aksi-aksi dan keterhubungannya dengan kesempurnaan insaniyyah merupakan sebuah
tujuan yang dicari oleh kepribadian dan paling tidak hanya bisa didekati dengan
perbedaan.[4] Menurut Yung, manusia yang telah memperoleh kesempurnaan
adalah manusia yang kepribadiannya telah berkembang. Manusia seperti ini akan
mengenal dirinya dengan baik, dan akan memberikan perhatian kepada titik-titik
lemah dan titik-titik kuat dalam dirinya dan dia akan berusaha untuk
menghilangkan kelemahan serta kekurangan-kekurangannya. Dan ia tidak akan
mengesampingkan satupun dari dimensi-dimensi kepribadiannya dan tidak akan
membiarkan seluruh dimensi-dimensi kepribadiannya berada di bawah dominasinya. b. Pencarian Kesempurnaan Menurut Adler
Alfred Adler adalah salah satu dari psikolog yang memberikan
perhatian terhadap dimensi sosial manusia, dan dalam psikologinya yang bernama
individual psikologi ia memfokuskan pandangannya pada faktor-faktor psikologi
dan sosial secara bersama-sama. Salah satu prinsip paling penting yang menjadi basis
pemikiran Adler adalah masalah pencarian kesempurnaan manusia yang dia namakan
sebagai pencarian yang lebih baik. Menurut pendapat Adler kecenderunganlah yang
menjadi motivasi paling asasi dalam diri manusia dimana hal ini muncul dari
perasaan lemah yang dimilikinya, karena manusia sejak masa kanak-kanaknya
senantiasa merasakan dirinya sebagai sosok yang lemah dan tak berdaya, dan ia
berusaha untuk mencapai tingkatan yang lebih tinggi. Tentunya pencarian yang
lebih baik ini bukan dalam arti pendominasian atas lainnya atau adanya tuntutan
untuk menjadi pemimpin, melainkan kemanunggalan pemberian terhadap kepribadian
dengan maksud mengaktualkan potensi-potensi dzati. Pencarian yang lebih baik
merupakan faktor asasi yang menguatkan dimensi sosial manusia dimana seluruh
kebutuhan-kebutuhan manusia pun bersumber dari pencarian yang lebih baik ini. Kebertujuan Perilaku Manusia
Adler berkeyakinan bahwa perilaku manusia terbentuk
berdasarkan pada tujuan dan maksudnya. Yaitu setiap manusia memiliki tujuan
akhir dimana dia senantiasa melakukan perjalanannya ke arah tersebut. Tentu
saja tujuan-tujuan tersebut mungkin saja ada dalam bentuk realitas, khayalan
atau imajinasi. Yaitu mungkin saja bisa terwujud atau mungkin juga tidak bisa
terwujud, dan tujuan-tujuan serta kesempurnaan yang sesuai bagi manusia pada
umumnya berakar dari norma-norma mazhab, aturan-aturan akhlak atau juga berakar
dari teori-teori dan pendapat-pendapat filosofis. Bagaimanapun, tujuan-tujuan
ini apapun juga dan dari manapun juga munculnya akan mendorong manusia untuk
bergerak dan berusaha sehingga mampu mengeluarkan manusia dari
kelemahan-kelemahannya dan memperoleh kesempurnaan wujudnya. Adler berkeyakinan
pada hal berikut bahwa seseorang yang bertujuan bisa melepaskan dirinya dari
pengaruh harapan-harapan imajinasi dan khayalannya lalu berhadapan dengan
realitas. Dan pada dasarnya tanda-tanda keselamatan ruh seseorang adalah bahwa
dalam lintasan pencariannya yang lebih baik ia tidak mau menerima setiap tujuan
yang tidak sesuai dan ia akan berdiri tegak dalam menghadapinya. Metode Kehidupan dan Kelayakan Diri Adler sepakat bahwa meskipun prinsip pencarian yang lebih
baik atau dengan perkataan kita kecenderungan terhadap kesempurnaan bisa
ditemukan pada seluruh manusia, akan tetapi ini bukanlah merupakan sebuah
alasan bahwa seluruh manusia memiliki satu tujuan yang sama dan untuk terhubung
dengannya pun bisa menggunakan satu metode khas yang sama pula, melainkan
dikarenakan faktor-faktor jasmani, psikologi dan sosial, setiap individu
manusia meletakkan tujuannya masing-masing dan mereka pun akan berusaha untuk
mendapatkan tujuannya tersebut dengan cara khasnya sendiri. Prinsip pencarian yang lebih baik yang bisa dikatakan
merupakan induk dari motivasi-motivasi lainnya, akan menggerakkan manusia ke
arah tertentu dan mendorongnya untuk beraktifitas. Cara dan metode khas yang
berbeda dalam setiap individu ini oleh Adler disebut sebagai “metode
kehidupan”. Penyebab dari perbedaan ini adalah karena di dalam mereka selain
terdapat perasaan kerendahan dan pencarian yang lebih baik yang dimiliki oleh
semuanya, terdapat pula tiga faktor lainnya yaitu faktor jasmani, psikologi dan
sosial. Dengan kata lain struktur badan dan perbuatan anggota-anggotanya,
sifat-sifat dan potensi-potensi ruh dan interaksi-interaksi sosial dalam setiap
individu memiliki bentuk yang khas dan bentuk khasnya ini digunakan untuk
menggantikan perasaan rendah diri dan untuk melakukan pencarian yang lebih
baik, yaitu untuk menentukan metode kehidupannya. Metode kehidupan yang diambil oleh Napoleon sang penuntut
kemenangan-lah mungkin yang telah menyebabkan kemenangan kecil baginya, bisa
jadi pula tuntutan kebahagiaan dan perbuatan-perbuatan liar yang dilakukan oleh
Agha Muhammad Khan Qacar–lah telah menjadi alasan penyembelihannya, dan mungkin
ketamakan Hitler untuk menguasai dunia telah menyebabkan ketaksempurnaan
jenisnya. Kandungan yang terdapat pada tujuan setiap manusia dalam
pencarian yang lebih baik senantiasa berbeda dengan tujuan manusia lainnya.
Motivasi ini akan membimbing manusia yang satu pada perolehan informasi lalu
mengarahkannya pada posisi tinggi keilmuan, sedangkan pada satunya lagi akan
mendorongnya untuk menjadi olahragawan sebagai pemenang di bidang misalnya
angkat beban, aerobik, dan lain-lain. Seorang ilmuwan yang melakukan pengkajian
dan observasi dan mempunyai kegemaran dalam menyusun, maka dia akan mengatur
bagian-bagian kehidupan keluarganya, waktu-waktu istirahat dan
interaksi-interaksi dengan teman, kerabat dan aktivitas-aktivitas sosialnya
sesuai dengan tujuan pencarian yang lebih baik dalam bidang keilmuan atau
sastranya, seseorang yang menyukai politik maka dia akan menerapkan metode
kehidupannya dalam bentuk yang lain, dan demikianlah seterusnya.[5] Menurut pendapat Adler hal lainnya yang menjadi faktor
penentu dalam metode kehidupan setiap individu adalah kelayakan dari individu
yang bersangkutan, karena perilaku manusia tidak hanya muncul dari
kebutuhan-kebutuhan instink, keturunan dan kondisi masyarakat, melainkan di
dalam kepribadian manusia tersembunyi unsur-unsur lain yang bernama kelayakan
diri yang menyebabkan kelayakan dan kecakapan dalam perilaku dan perbuatan
manusia, dan factor inilah yang menjadi penyebab sehingga metode kehidupan
individu yang satu berbeda dengan metode kehidupan individu yang lainnya. c. Pencarian kesempurnaan Menurut Goldstain Goldstain adalah salah satu dari psikolog yang berpendapat
bahwa wujud manusia adalah tunggal universal dan ia juga berkeyakinan bahwa
organisme senantiasa beraktifitas secara tunggal, bukan karena rangkaian dari
bagian dan perpecahan antara sesama, dengan ibarat lain, meskipun ia terdapat
pada satu bagian dari wujud manusia, namun ia tetap akan memberikan pengaruhnya
pada seluruh organism manusia dan akan ditemukan dalam bentuk refleksi. Menurut pendapatnya motivasi paling asasi dalam organism
manusia adalah pengembangan diri dimana seluruh kebutuhan-kebutuhan manusia
bersumber dari kecenderungan ini. “Pengembangan diri merupakan kecenderungan pencipta dan
pembentuk tabiat manusia, pada dasarnya hal ini bisa dikatakan sebagai
satu-satunya motivasinya. Seluruh motivasi-motivasi seperti kelaparan, hasrat
seksual, keingintahuan, menuntut kekuasaan dan bagian-bagiannya, seluruhnya
berasal dari tujuan dan sasaran asli kehidupan, yaitu dari kecenderungan alami
untuk menghilangkan ketaksempurnaan dan kekuarangan; dan apa yang berada dalam
diri manusia ada dalam bentuk potensi, seperti bunga yang menguncup akan bisa
terbuka, mekar berkembang dan mengaktual. Manusia yang lapar akan menghilangkan
kekurangannya dengan memakan makanan dan manusia awam yang tak berpengetahuan
pun akan melakukan hal ini dengan menimba ilmu, yaitu kebutuhannya untuk
menghilangkan kekurangan bisa dipenuhi dengan ilmu, dengan demikian tempat bagi
orang yang tak berpendidikan akan diambil alih oleh orang yang berpendidikan.”[6] Sekali lagi, motivasi asli aktualisasi manusia muncul dari
perasaan kekurangan atau kecenderungannya untuk menghilangkan kekurangan
tersebut. Aktualisasi ini –yang digunakan untuk memenuhi atau menghilangkan
kekurangan- disebut dengan pengembangan diri. Karena individu manusia saling
berbeda dari sisi harapan-harapan, tujuan-tujuan, potensi-potensi dzat,
demikian juga dari sisi kebudayaan dan sosial, maka bagaimana cara dia
mengembangkan diri pun akan saling berbeda. Salah satu dari poin asasi yang diuraikan oleh Goldstain
dalam kaitannya dengan lintasan ke arah kesempurnaan atau dengan istilahnya
pengembangan diri yang menjadi titik perhatian adalah perkataannya yang
menyatakan bahwa untuk melakukan perkembangannya, organism manusia memilih
lingkungan yang bermanfaat untuk mengarahkannya ke arah kesempurnaan, akan
tetapi kadangkala terjadi, faktor-faktor dan kondisi lingkungan dan eksternal
dengan tekanan-tekanan dan aksi-aksinya akan menjadi penghalang bagi
pengembangan diri dan hal ini akan menghambat manusia untuk terhubung ke
tujuannya, di sini harus pula diperhatikan kondisi dan situasi lingkungan serta
kondisi sosial, karena bisa jadi jalan untuk pengembangan diri telah terhalang
atau dengan pembentukan kondisi yang sesuai akan menyebabkan keterhubungan
kepadanya. d. Pencarian Kesempurnaan Menurut Moslow
Moslow pun sebagaimana Goldstain adalah salah seorang
pendukung teori organism yang menganggap wujud manusia adalah tunggal universal
dan pengembangan diri merupakan salah satu dari kebutuhan-kebutuhan manusia
yang paling asasi. Pendapat Moslow mengenai tema ini bisa dipahami dari
pertanyan-pertanyaan dan jawaban-jawaban yang diutarakannya. Tanya: Apa saja yang bisa dikatakan sebagai sesuatu yang
baik? Jawab: Segala sesuatu yang sampai pada pertumbuhan,
penampakan dan perkembangan serta memperoleh aktualisasi tabiat pertama manusia
dan apa yang berada dalam potensinya. Tanya: Apa saja yang bisa dikatakan sebagai sesuatu
yang buruk? Jawab: Segala sesuatu yang menciptakan penghalang atau
hambatan di hadapan perkembangan alami manusia atau menjadi sebab
ketakmampuannya. Tanya: Apa saja yang memiliki sifat tak baik secara
psikologi? Jawab: Segala sesuatu yang menghambat perjalanan
perkembangan, menjadi problem atau menyimpangkan dan menyesatkan manusia dari
lintasannya yang benar. Tanya: Apa yang disebut dengan psikologi pengobatan? Jawab: Segala cara yang digunakan oleh manusia untuk kembali
berada pada lintasan pertumbuhan dan perkembangan diri dan memberikan peluang
kepada kemampuan-kemampuan dan sifat-sifat alaminya untuk sampai pada tahapan
memanifestasi dan berkembang.[7] Karakteristik dan Sifat Pengembangan Diri
Salah satu dari persoalan yang dianalisa oleh Moslow dalam
kaitannya dengan pengembangan diri adalah memilih sebagian dari hal-hal yang
menurutnya teratur dan telah sampai pada tingkatan pengembangan diri lalu dia
menganalisa sifat-sifat mereka yang berbeda. Untuk tujuan yang dimaksudkannya
ini dia memilih orang-orang seperti Roosevelt, Bethoveen, dan Einstein. Menurut pandangannya sifat-sifat terpenting yang terdapat
pada orang-orang yang telah sampai pada tingkat pengembangan diri antara lain
adalah: Orang-orang dari kelompok ini memiliki perhatian
kepada realitas dan mereka akan memberikan pandangan positifnya secara cepat
terhadap selainnya.· Mereka melihat dirinya, orang-orang lain serta alam
luar sebagaimana realitas yang ada, dan bukan memandangnya sesuai dengan
keinginan dan seleranya.· Perilaku mereka jantan dan alami, bisa dikatakan tidak
sesuai dengan etika dan formalitas yang biasa.· Perhatian mereka mengikuti tema yang menjadi fokus
perhatian, dan tidak pada diri mereka sendiri. Mereka juga tidak terlalu
memberikan perhatian pada masalah internal dan pikiran mereka bekerja pada
persoalan-persoalan luar.· Kadangkala mereka terlihat seperti berada di alam
lain, mampu mengambil jarak dari selainnya, kadangkala pula mereka membuat
dirinya sedemikian membutuhkan kesendirian. Tidak memiliki ketergantungan
sempurna dengan yang lain dan mampu menyibukkan dirinya sendiri.· Bebas, mandiri dan menyandarkan diri pada dirinya
sendiri.· Kodrat dan kedudukan yang dimiliki oleh orang-orang
dan benda-benda bagi mereka adalah tidak permanen dan tidak senada, melainkan
senantiasa mengalami pembaharuan (Terbitnya matahari meskipun telah beberapa
kali tetap memiliki keindahan seperti ketika pertama kali dilihat)· Kadangkala seperti urafa yang tenggelam pada dirinya
sendiri dan seakan tidak mengetahui alam luar.· Tidak membedakan antara dirinya dengan selainnya.
Menyukai kebahagiaan dan keberuntungan sesamanya.· Kedekatan dan keakraban mereka tertuju pada
orang-orang yang terbatas. Kasih sayang dan keakraban mereka kepada
sahabat-sahabat pilihan sangat serius dan mendalam.· Penilaian mereka lebih mereka tekankan pada segala
sesuatu yang berdimensi demokratik, sedangkan kondisi kekayaan, kedudukan
sosial atau keturunan tidak akan memberikan pengaruh pada penilaian mereka.· Mereka tidak salah dalam membedakan antara perangkat
dan alat untuk sampai ke tujuan dengan tujuan itu sendiri. Memegang prinsi
etika, sebuah prinsip yag mungkin berbeda dengan yang diterima oleh masyarakat
umum.· Kebercandaan mereka memiliki dimensi filosofi.
Lelucon-lelucon konyol dan emosional tidak akan mampu membuat mereka tertawa.
Mereka menghindarkan diri dari mengucapkan lelucon-lelucon buatan, melainkan
mereka akan tertarik dengan keindahan-keindahan lelucon yang terdapat dalam
kehidupan sehari-hari.· Memiliki begitu banyak potensi untuk kecakapan dan
penemuan-penemuan baru.· Menampakkan pertahanan dalam menghadapi adab dan
kebiasaan-kebiasaan yang diterima masyarakat, dan pada dasarnya mereka bergerak
melawan arus.·[8] Pencarian Kesempurnaan Menurut Al-Quran
Pada sebagian dari ayat-ayat al-Quran mengisyarahkan pada
pencarian kesempurnaan. Ayat-ayat tersebut antara lain: “Hai manusia, sesungguhnya kamu menuju kepada Tuhan-mu
dengan kerja dan usaha yang sungguh-sungguh, maka kamu pasti akan
menjumpai-Nya.“ (Qs. Insyiqaq: 6) “Hai jiwa yang tenang, kembalilah kepada Tuhan-mu dengan
hati yang puas lagi diridai. Maka masuklah ke dalam jemaah hamba-hamba-Ku, dan
masuklah ke dalam surga-Ku.“ (Qs. Fajr: 27-30). Sumber:
Wisdoms4all |