Penciptaan ManusiaDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Oleh: DR. Abdullah Nasriy
Usaha yang terus menerus untuk kelangsungan hidup ini
dinamakan oleh Darwin dengan istilah survival yaitu usaha atau proses bertahan
hidup. Menurut Darwin, dalam perjalanan ini orang-orang bisa tetap hidup jika
mereka memiliki sifat yang berguna. Orang-orang yang tidak memiliki sifat yang
berguna maka ia akan binasa. Darwin menamakan hasil dari survival ini dengan
istilah “seleksi yang paling bagus”. Oleh karenanya, orang-orang yang memiliki
sifat yang bagus dan bermanfaat secara alami mereka akan bisa melanjutkan
hidupnya. * * * * * Akal manusia selalu ingin tahu tentang awal penciptaan
dirinya; bagaimana ia menginjakkan kakinya di alam semesta? Dari mana asal usul
dirinya? Siapa nama orang yang pertama kali diciptakan, apa ciri-cirinya dan
dari mana dia datang? Apakah dia juga seperti manusia-manusia yang lain; punya
ayah dan ibu atau tidak? Jika ia punya orang tua, siapakah ayah dan ibunya?
Kalaupun tidak punya, bagaimana dia lahir? Apakah ia lahir secara sekaligus
atau bertahap? Apakah ia keturunan hewan atau sejenis makhluk yang khas? Meskipun sejak dahulu manusia telah memikirkan
masalah-masalah tersebut dan membicarakannya sesuai dengan pemikiran dan
tingkatan pengetahuan serta persepsi mereka, akan tetapi riset ilmiah dan
eksperimen mereka terkait dengan abad-abad terakhir. Dalam dua atau tiga abad
terakhir ini ada beberapa ilmuwan yang melakukan riset secara serius sekaitan
dengan masalah-masalah tersebut dan mereka mengeluarkan teorinya. Ilmuwan
bidang alam telah mengeluarkan dua teori sekaitan dengan sumber dan awal
penciptaan makhluk. 1. Teori fixisme: Berdasarkan teori ini, penciptaan seluruh
makhluk sejak awal adalah independen (mustaqil). Yakni setiap tumbuh-tumbuhan
dan hewan sejak semula, sebagaimana apa yang sekarang ini ada. Ia tidak keluar
dari tumbuh-tumbuhan atau hewan lainnya. Pengikut teori ini mengatakan bahwa
desain global penciptaan adalah setiap tumbuh-tumbuhan atau hewan muncul dari
tumbuh-tumbuhan atau hewan sejenisnya bukan dari tumbuh-tumbuhan atau hewan
yang berbeda dengannya. Dengan demikian manusia juga memiliki desain yang
independen. Artinya dia tidak keluar dari makhluk lainnya. 2. Teori transformisme: Berdasarkan teori ini, setiap
tumbuh-tumbuhan atau hewan muncul dari tumbuh-tumbuhan atau hewan lainnya.
Darwin salah satu dari pendukung teori ini mengatakan: “Menurut pendapat saya
seluruh hewan paling banyak muncul dari empat atau lima hewan yang pertama.
Demikian juga tumbuh-tumbuhan, ia dihasilkan dari empat atau lima
tumbuh-tumbuhan yang pertama. Kesamaan makhluk antara silsilah tumbuh-tumbuhan
dan silsilah hewan memberikan jalan kepada saya untuk melangkah lebih jauh.
Artinya saya berpikir bahwa seluruh hewan dan tumbuh-tumbuhan yang berada di
muka bumi keluar dari satu sumber yang pertama”.[2] Berdasarkan teori ini,
seluruh makhluk hidup memiliki hubungan keluarga antara satu dengan yang
lainnya. Mereka berasal dari nenek moyang yang sama. Yang menarik dari teori kedua adalah masalah manusia.
Setelah Darwin menelaah dan melakukan riset sekitar “asal usul jenis makhluk
hidup” ia melakukan riset tentang “asal-usul manusia”. Ia berkesimpulan bahwa
manusia berasal dari hewan yakni manusia dihasilkan dari nenek moyang yang sama
dengan manusia pertama. Adapun siapa-siapa nenek moyang secara sama antara
manusia sekarang dengan manusia pertama, bagi Darwin belum ditemukan
jawabannya. Oleh karenanya, ia menamakannya dengan istilah “lingkaran yang
hilang”(missing link). Sekarang kita lihat bagaimana pendapat Darwin? Dia percaya
bahwa tumbuh-tumbuhan dan hewan memiliki perkembangbiakan. Kalau memang mereka
semua harus hidup dan tinggal di muka bumi dan melanjutkan perkembangbiakannya
maka tidak lama mereka akan memenuhi permukaan bumi. Akan tetapi karena makanan
dan tempat tinggal tidak mencukupi jumlah mereka, pada akhirnya setiap makhluk
hidup harus berusaha demi kelangsungan hidupnya. Mereka harus berhadapan dengan
saingannya untuk menjaga kelangsungan hidupnya. Usaha yang terus menerus untuk
kelangsungan hidup ini dinamakan oleh Darwin dengan istilah survival yaitu
usaha atau proses bertahan hidup. Menurut Darwin, dalam perjalanan ini
orang-orang bisa tetap hidup jika mereka memiliki sifat yang berguna.
Orang-orang yang tidak memiliki sifat yang berguna maka ia akan binasa. Darwin
menamakan hasil dari survival ini dengan istilah “seleksi yang paling bagus”.
Oleh karenanya, orang-orang yang memiliki sifat yang bagus dan bermanfaat
secara alami mereka akan bisa melanjutkan hidupnya. Setelah jelas bahwa
sifatlah yang menyebabkan seseorang bisa berlangsung hidup, maka sifat ini akan
diturunkan kepada orang lain melalui keturunan, dengan demikian maka keturunan
makhluk hidup akan tetap berlangsung. Teori Darwin bisa disimpulkan pada empat pokok: 1. Pokok perubahan organisme makhluk hidup karena
faktor-faktor lingkungan. 2. Pokok survival dan usah terus menerus untuk kelangsungan
hidup. 3. Pokok seleksi yang paling bagus dalam medan survival dan
seleksi alami. 4. Pokok pemindahan sifat yang telah diperoleh kepada
keturunan berikutnya. Teori Darwin sangat terkenal pada masanya. Akan tetapi
sepeninggal Darwin, para biolog menolak sebagian teorinya. Dan menggantinya
dengan teori mutasi. Berdasarkan teori ini, kadang-kadang muncul sifat-sifat
baru pada makhluk hidup secara tiba-tiba yang tidak ada hubungannya dengan
lingkungan survival dan seleksi alami sebagaimana yang dikatakan Darwin.
Berdasarkan teori mutasi, jika muncul sifat secara tiba-tiba pada sebuah
makhluk hidup dan sifat itu bekerja untuk mempertahankan dirinya dari sesama
jenisnya maka ia bisa meneruskan kelangsungan hidupnya. Perkumpulan beberapa
mutasi yang sepakat sepanjang zaman menyebabkan pisahnya sekelompok jenis hewan
dari kelompoknya menjadi jenis yang baru dan melanjutkan hidupnya. Teori ini di hadapkan dengan beberapa kesulitan, antara
lain: Para pendukung teori mutation mengajukan beberapa argumen
untuk membuktikan pendapatnya antara lain: 1. Telah didapatkan riset dari paleontologi (purbakala)
bahwa penelitian tentang kerangka dari makhluk hidup ribuan tahun yang lalu
menunjukkan bahwa makhluk hidup mengalami perubahan dari bentuk yang sederhana
menjadi bentuk yang lebih rumit dan sempurna. Alasan mereka dalam hal ini
adalah perubahan dari kesederhanaan menuju ke kerumitan tidak mungkin terjadi
kecuali dengan perantara pendapat transformis. 2. Sejauh penelitian di bidang anatomi komparatif telah dilakukan,
terbukti bahwa di antara makhluk-makhluk hidup terdapat banyak kesamaan, ini
adalah bukti adanya hubungan dekat kekeluargaan di antara pelbagai kelompok
makhluk hidup. Para pendukung teori transformisme meneliti berbagai sistem
aliran darah, sistem pernafasan dan sistem syaraf makhluk hidup. Mereka
mendapatkan bahwa semuanya memiliki kesamaan. Meneliti sistem-sistem di atas
menunjukkan bahwa sistem ini mengalami perubahan dari yang sederhana sampai
pada tahapan yang rumit. 3. Data-data embriologis menunjukkan bahwa mayoritas
embrio-embrio makhluk hidup memiliki kesamaan. Pada awal pertumbuhan, embrio
semua makhluk hidup memiliki kesamaan sehingga sulit untuk membedakannya.
Masalah ini juga menunjukkan bahwa makhluk hidup berasal dari jenis yang sama. Di sini kita tidak melakukan pengkritikan terhadap pendapat
transformis. Namun perlu disebutkan bahwa munculnya jenis yang lebih rumit
setelah munculnya jenis yang sederhana dan adanya kesamaan sebagian makhluk
hidup dengan yang lainnya, bukan dalil bahwa sebuah jenis keluar dari jenis
yang lainnya. Ilmu biologi hanya bisa menunjukkan kesamaan makhluk hidup
dengan makhluk hidup lainnya, bukan menunjukkan kemunculan sebuah jenis dari
jenis yang lainnya karena hasil pengetahuannya yang sudah pasti. Dengan kata lain teori transformis (perubahan jenis) sampai
saat ini belum ditetapkan dengan argumentasi yang pasti. Para pendukung teori
ini juga belum bisa menunjukkan sebuah hewan berubah menjadi hewan lain karena
seleksi alami dan mutasi. Para biolog hanya bisa menunjukkan perubahan pada
sifat sebuah jenis saja, bukan perubahan sebuah jenis menjadi jenis lain.[4] Apakah Pandangan Al-Quran? Mengingat Al-Quran sebagai kitab pembangun manusia, bukan
buku fisika atau biologi, di dalamnya tidak didapatkan ayat yang secara tegas
menyatakan bahwa fixisme adalah teori benar, atau bahwa transformisme adalah
teori yang benar. Akan tetapi dari beberapa ayat Al-Quran, bisa ditarik
beberapa poin sebagaimana yang telah dicermati oleh sejumlah peneliti. Seorang ilmuwan Iran bernama Dr. Yadullahi Sahabi melakukan
pengumpulan ayat-ayat Al-Quran sekaitan dengan masalah penciptaan manusia.
Dalam kitabnya yang bernama “Khelqhat-e Insan”, ia berusaha membuktikan bahwa
Al-Quran juga mendukung teori transformisme. Ia sama sekali tidak mengatakan
bahwa manusia berasal dari keturunan monyet, sebagaimana para pendukung teori
transformis yang berkeyakinan demikian, bahwa manusia berasal dari keturunan
monyet. Dalam hal ini Dr. Yadullahi Sahabi mengatakan: “Keterkaitan secara langsung keturunan manusia dengan monyet
hanya sekedar pengandaian. Tidak sampai pada tahap pengesahan secara keilmuan.
Kami juga tidak berkeyakinan dengan teori semacam ini”.[5] Ia berusaha membuktikan bahwa Al-Quran menyetujui dua
masalah di bawah ini: 1. Di antara semua silsilah makhluk hidup ada keterkaitan.
Hasil yang didapatkan dari penelitian ilmu biologi tidak lain hanya menunjukkan
adanya keterkaitan keturunan semua makhluk hidup serta kaidah global dan umum
pada susunan fisik mereka.[6] 2. Nabi Adam a.s. bukan manusia pertama yakni penciptaannya
tidak secara independen bahkan secara bertahap. Dia adalah manusia pilihan di
zamannya. Ayat-ayat yang ditafsirkan oleh Dr Yadullah Sahabi untuk
membuktikan dua pernyataan di atas, menurut sebagian para ilmuwan sama sekali
bukan sebagai perestu teori-teorinya. Hasil kajian Allamah Thabathaba’i dalam
tafsirnya Al-Mizan menunjukkan makna ini. Artinya menurut pendapat Allamah
Thabathaba’i, secara lahir ayat-ayat Al-Quran menunjukkan bahwa penciptaan
manusia pada saat itu secara independen bukan secara bertahap dan bukan bermula
dari makhluk lain. Beliau dalam hal ini mengatakan “ayat-ayat Al-Quran secara
lahir dan hampir mendekati kesepakatan mengenalkan bahwa manusia pada zaman ini
termasuk kita adalah bagian dari mereka melalui reproduksi yang berakhir pada
pasangan suami istri tertentu di mana nama suaminya adalah Adam a.s. Dan jelas juga bahwa ia adalah manusia yang pertama dan
pasangannya tidak dilahirkan dari seorang ayah dan ibu bahkan menurut Al-Quran
diciptakan dari tanah atau tanah liat atau lapisan bumi.[7] Pendapat lain yang perlu disebutkan sekaitan dengan
pembahasan Al-Quran adalah pendapatnya Ayatullah Misykini. Beliau menggabungkan
dua pendapat di atas. Beliau mengatakan “ayat-ayat Al-Quran sekaitan dengan
penciptaan manusia bisa di bagi menjadi empat bagian: 1. Ayat-ayat yang kesimpulannya adalah merestui keyakinan
tentang kesempurnaan dan kembalinya silsilah jenis makhluk hidup yang sudah
sempurna kepada manusia. 2. Ayat-ayat yang bisa disimpulkan bahwa Nabi Adam a.s.
adalah manusia pertama yang diciptakan oleh Allah swt. Hawa adalah manusia
kedua setelah Nabi Adam a.s. Allah swt. menciptakan seluruh manusia dari
keturunan dua manusia ini. 3. Ayat-ayat yang tidak bisa dipakai sebagai sandaran bahwa
manusia diciptakan secara independen. Dan tidak juga bisa dipakai sebagai dalil
bahwa manusia diciptakan secara bertahap. 4. Ada ayat-ayat yang hanya menjelaskan tentang kelangsungan
keturunan dan bagaimana caranya berproduksi, bukan bagaimana caranya penciptaan
dan mulainya kemunculan manusia.[8] Pendapat yang keempat yang perlu disebutkan di sini adalah
pendapatnya Prof. Ja’far Subhani. Beliau mengatakan “keyakinan terhadap Nabi
Adam a.s. sebagai ayahnya manusia bukan berarti ia sebagai manusia pertama yang
menginjakkan kakinya di bumi. Berdasarkan sebagian riwayat, sebelum adanya Nabi
Adam a.s. sebagai ayahnya manusia, manusia-manusia lainnya juga ada, tetapi
karena sebab-sebab tertentu mereka telah punah. Imam Al-Baqir a.s. berkata kepada Jabir bin Yazid: “Kalian
mengira bahwa Allah hanya menciptakan alam ini saja dan selesai, begitu juga kalian
mengira bahwa Allah tidak menciptakan manusia selain kalian? Demi Allah,
sesungguhnya Allah telah menciptakan ribuan alam dan ribuan manusia. Kamu
adalah orang yang berada pada alam yang terakhir dan bagian dari sekian
manusia.[9] Dengan penjelasan ini, antara penelitian para ilmuwan
biologi sekaitan dengan masalah fosil-fosil manusia purba dan Nabi Adam a.s.
sebagai ayahnya manusia tidak ada pertentangan. Fosil-fosil ini adalah milik
manusia-manusia sebelum Nabi Adam a.s. dan tidak bermasalah kalau kita andaikan
bahwa mereka tidak diciptakan secara independen. Kisah Nabi Adam a.s. yang
disebutkan dalam Al-Quran sebagai makhluk hidup yang diciptakan secara
independen berkaitan dengan beberapa ribu tahun terakhir ini, bukan jutaan
tahun yang lalu yang berkaitan dengan fosil-fosil manusia purba. Prof. Ja’far Subhani menjelaskan: Seluruh penelitian para
ilmuwan tentang fosil-fosil manusia purba boleh jadi terkait dengan
manusia-manusia sebelum Nabi Adam a.s. dan seandainya pendapat-pendapat dan
kesimpulan itu benar, ia tetap tidak bisa menjadi alat untuk menghukumi tentang
manusia masa ini. Fosil-fosil itu sendiri sebagai satu bukti bahwa ada makhluk
hidup yang bernama manusia, hidup di muka bumi ini pada zaman purba. Manusia
purba hidup di muka bumi pada masa ratusan tahun yang lalu. Berdasarkan hasil
yang didapatkan dari penelitian paleontologi (purbakala) maka terhapuslah
pendapat yang mengatakan bahwa sebelum Nabi Adam a.s. dan Hawa, tidak ada
manusia di muka bumi. Khususnya sejarah Nabi Adam a.s. dan Hawa belum sampai
ribuan tahun yang lalu.[10] Kesimpulannya berdasarkan teori ini pertama, berdasarkan
teks ayat-ayat Al-Quran, Nabi Adam a.s. memiliki hakikat yang independen dan
tidak muncul dari satu makhluk hidup pun. Kedua, adanya manusia-manusia sebelum
Nabi Adam a.s. sebagaimana penelitian-penelitian para ilmuwan biologi yang
berkaitan dengannya (jika memang benar). Dan tidak masalah juga, kalau kita
katakan bahwa mereka (manusia sebelum Nabi Adam) tidak memiliki penciptaan
secara independen, karena Al-Quran hanya mengatakan tentang Nabi Adam a.s. yang
terkait dengan beberapa ribu tahun terakhir. Adapun pendapat yang diterima sekaitan dengan tema ini
adalah sebagai berikut: Ada ayat-ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa
penciptaan Nabi Adam a.s. adalah independen. Yakni Nabi Adam a.s. tidak keluar
dari makhluk hidup lainnya. Hal ini tidak bertentangan kalau kita katakan bahwa
penciptaan Nabi Adam a.s. adalah bertahap. Akan tetapi bertahap di sini bukan
berarti harus keluar dari jenis yang lain. Tidak benar, kalau kita menganggap bahwa, jika penciptaan
Nabi Adam a.s. secara independen maka tidak bisa diterima tahapan
keberadaannya. Sebenarnya kesalahan ini bermula dari anggapan bahwa
“keterkaitan semua silsilah makhluk hidup adalah sesuatu yang aksiomatis”. Dan
“setiap penciptaan sudah diciptakan sesuai dengan latar belakang makhluk hidup
sebelumnya yakni keluar dari makhluk hidup sebelumnya”. Pada dasarnya, tahapan keberadaan Nabi Adam a.s. memiliki
dua arti: pertama, Nabi Adam a.s. memiliki keterkaitan dan kesinambungan dengan
makhluk-makhluk hidup lainnya dan keluar dari mereka. Kedua keberadaan Nabi
Adam a.s. tidak memiliki keterkaitan dengan makhluk-makhluk hidup lainnya
sehingga harus keluar dari mereka secara bertahap. Bahkan ia memiliki
penciptaan secara independen namun penciptaan independen ini jugalah yang
bertahap. Di sini pertama kami kelompokkan ayat-ayat yang berkaitan
dengan penciptaan manusia kemudian kita akan membahasnya. Pertama, sekumpulan ayat Al-Quran yang menunjukkan bahwa
seluruh manusia berasal dari sepasang manusia. Allah swt. pertama menciptakan
makhluk hidup yang bernama Adam a.s. kemudian menciptakan istrinya yang bernama
Hawa dari jenisnya. Dari perkawinan keduanya maka muncullah keturunan manusia: “Wahai manusia bertakwalah kepada Allah yang menciptakan
kalian dari badan yang satu dan menciptakan darinya pasangannya dan menebarkan
dari keduanya laki-laki dan perempuan yang banyak”.[11] “Dia-lah yang menciptakan kalian dari badan yang satu dan
menjadikan darinya pasangannya supaya ia merasa tenang di sisinya”.[12] “Dia telah menciptakan kalian dari badan yang satu kemudian
menjadikan darinya pasangannya”.[13] “Dia-lah yang menciptakan kalian dari badan yang satu maka
sebagian manusia ada yang tenang dan ada yang tidak tenang”.[14] “Wahai manusia Kami telah menciptakan kalian dari jenis
laki-laki dan perempuan dan Kami jadikan kalian berbangsa-bangsa dan
bersuku-suku supaya kalian saling mengenal”.[15] Ayat-ayat di atas mengakui bahwa penciptaan semua manusia
dari makhluk hidup yang bernama Adam a.s. yakni pertama diciptakannya badan
yang satu yang bernama Adam a.s. kemudian diciptakannya istrinya dari jenisnya
dan dari perkawinan keduanya muncullah keturunan manusia. Kedua, sekelompok ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa
penciptaan jenis manusia dari nutfah: “Dia telah menciptakan manusia dari nutfah dan manusia
adalah makhluk yang berbuat jahat secara terang-terangan”.[16] “Apakah manusia tidak melihat bahwa kami telah
menciptakannya dari nutfah tiba-tiba setelah menjadi manusia ia berbuat jahat
secara terang-terangan”.[17] “Kami telah menciptakan manusia dari nutfah yang
bercampur”.[18] “Apakah manusia bukan nutfah yang terdiri dari mani yang
tumpah? Kemudian berupa segumpal darah maka pada saat itu Dia ciptakan dan Dia
samakan”.[19] “Dia-lah Allah yang menciptakan manusia dari air”.[20] “Apakah kami tidak menciptakan kalian dari air yang
hina”.[21] “Dia menciptakan manusia dari segumpal darah”.[22] Ketiga, sekelompok ayat Al-Quran yang menyatakan penciptaan
jenis manusia dari tanah: “Dia-lah yang menciptakan kalian dari tanah”.[23] “Dan Allah telah menumbuhkan kalian dari tanah kemudian
mengembalikan kalian ke dalamnya dan mengeluarkan kalian lagi dari
dalamnya”.[24] “Dari tanda-tanda kekuasan-Nya adalah Dia ciptakan kalian
dari tanah kemudian kalian menjadi manusia yang bertebaran (di muka bumi)”.[25] Keempat, sekelompok ayat Al-Quran yang menyatakan bahwa
penciptaan manusia pada mulanya dari tanah kemudian nutfah dan segumpal darah
dan tahapan janin: “Dia-lah yang menciptakan kalian dari tanah kemudian dari
nutfah kemudian dari segumpal darah kemudian mengeluarkan kalian (dari perut
ibu kalian) berupa bayi”.[26] “Telah Kami ciptakan manusia dari sebagian tanah. kemudian
kami letakkan berupa nutfah di tempat yang aman. Kemudian Kami jadikan nutfah
menjadi gumpalan darah kemudian gumpalan darah itu Kami jadikan menjadi
gumpalan daging kemudian gumpalan daging itu Kami jadikan bertulang dan tulang
itu Kami bungkus dengan daging kemudian Kami ciptakan penciptaan yang
terakhir”.[27] “Sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian dari tanah kemudian
dari nutfah kemudian dari segumpal darah kemudian dari segumpal daging yang
berbentuk dan yang tidak berbentuk supaya Kami jelaskan untuk kalian dan Kami
tetapkan dalam rahim sekehendak Kami sampai pada masa tertentu kemudian Kami
keluarkan kalian berupa bayi kemudian kalian sampai pada masa pertumbuhan”.[28] Kelima, sekelompok ayat yang menyatakan bahwa penciptaan
Nabi Adam AS. sendiri dari tanah: “Ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat sesungguhnya Aku
ciptakan manusia dari tanah”.[29] “Setan berkata aku lebih baik darinya (Adam) karena telah
Engkau ciptakan aku dari api dan Engkau ciptakan dia (Adam) dari tanah”.[30] “Setan berkata apakah aku harus sujud kepada orang yang
Engkau ciptakan dari tanah”.[31] Salah satu poin penting yang harus dijelaskan dari ayat-ayat
di atas adalah apakah selain penciptaan Nabi Adam a.s. dari tanah, penciptaan
manusia setelahnya juga dari tanah. Atau hanya penciptaannya yang dari tanah
dan penciptaan manusia setelahnya dari nutfah. Dalam hal ini ada dua pendapat. Pendapat pertama, tidak masalah jika kita katakan bahwa
selain penciptaan Nabi Adam a.s. dari tanah penciptaan setiap manusia
setelahnya juga dari tanah. Artinya karena penciptaan setiap manusia dari
nutfah dan bahan yang ada dalam nutfah berasal dari tanah maka benar jika kita
katakan bahwa setiap manusia diciptakan dari tanah. Pendapat kedua, hanya Nabi Adam a.s. saja yang diciptakan
dari tanah dan penciptaan seluruh manusia dari nutfah yang berada di dalam
rahim ibunya masing-masing. Karena kepala silsilah seluruh makhluk hidup adalah
Nabi Adam a.s. dan ia diciptakan dari tanah maka benar jika kita katakan bahwa
setiap manusia juga diciptakan dari tanah. Dari kedua pendapat ini, pendapat kedua bisa diunggulkan dengan
dua argumentasi: 1. Berdasarkan ayat di bawah ini Adam a.s. diciptakan dari
tanah dan keturunannya diciptakan dari nutfah.Penciptaan manusia dimulai dari
tanah kemudian keturunannya diciptakan dari air yang kotor.[32] Sekalipun dalam
ayat di atas menggunakan kata insan (manusia) bukan kata Adam. tetapi dalam
ayat lain sekaitan dengan Adam a.s. telah digunakan kata insan juga kata
basyar. Sebagaimana pada surat Hijr ayat 26 dan 29, ketika Allah swt. berbicara
dengan malaikat sekaitan dengan penciptaan Adam a.s. Allah swt. menggunakan
kata insan. Begitu juga pada ayat di bawah ini kata basyar digunakan sekaitan
dengan Adam a.s.: “Ketika Tuhanmu berkata kepada malaikat sesungguhnya aku
ciptakan manusia dari tanah yang kering yang diambil dari tanah hitam yang
tidak berbau”.[33] 2. Jika maksud dari penciptaan manusia dari tanah adalah
penciptaan setiap manusia dari tanah maka tidak seharusnya mengatakan Kami
ciptakan manusia dari sebagian tanah. Karena apa yang digunakan dari tanah
adalah tanah itu sendiri bukan tanah yang sudah subur atau yang sudah bercampur
air dan sudah menjadi tanah liat.[34] “Telah Kami ciptakan mereka dari sebagian tanah”.[35] Ayat di atas menyatakan tentang awal kemunculan jenis
manusia dari tanah. Dalam ayat lain Allah swt. berfirman: “Manusia Kami ciptakan
dari tanah yang lengket”.[36] Bisa dikatakan bahwa ayat di atas berkaitan dengan Adam a.s.
bukan berkaitan dengan jenis manusia (sebagaimana perkiraan para pendukung
teori transformis (perubahan jenis). Dalam ayat di atas menggunakan kata ganti
bersama (jamak), yakni nenek moyang manusia sebagai kepala keturunan manusia
telah diciptakan dari tanah yang lengket. Dengan kata lain karena Adam a.s.
Diciptakan dari tanah yang lengket dan ia sebagai kepala keturunan manusia oleh
karenanya seakan-akan semua manusia telah diciptakan dari tanah yang lengket. Dalam ayat lain Allah swt. berfirman bahwa penciptaan Adam
a.s. Dari tanah yang kering yang diambil dari tanah yang warnanya hitam dan
berbau busuk. “Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dari tanah
yang kering yang diambil dari tanah hitam yang berbau busuk”.[37] Maksud manusia dalam ayat di atas adalah Adam a.s. Karena
lanjutan ayat ini adalah. “Maka apabila Aku menyempurnakan kejadiannya dan Aku tiupkan
ruh-Ku maka bersujudlah kalian kepadanya”.[38] Dan tidak ada keraguan kalau para malaikat bersujud kepada
Adam a.s. bukan kepada jenis manusia. “Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat: Sesungguhnya
telah Aku ciptakan manusia dari tanah kering yang diambil dari tanah hitam yang
berbau busuk”.[39] “Iblis berkata aku tidak akan bersujud kepada manusia yang
Engkau ciptakan dari tanah kering yang diambil dari tanah hitam yang berbau
busuk”.[40] Adapun apa artinya tanah kering (sholshol)? Al-Quran
memberikan makna sendiri. “Dia telah menciptakan manusia dari tanah kering seperti
tanah liat”.[41] Boleh jadi bahwa sekumpulan ayat di atas merupakan
penjelasan tentang tahapan penciptaan Adam a.s. Yakni pertama ia diciptakan
dari tanah (thin dan turab) kemudian berupa tanah yang lengket (thin lazib)
kemudian berganti menjadi bagian dari tanah (sulalatin min thin) setelah itu
berupa tanah kering seperti tanah liat. Apa yang kita katakan selama ini jelas bahwa penciptaan
manusia memiliki beberapa tahapan, dari bentuk tanah kemudian tanah yang
lengket kemudian bagian dari tanah kemudian berubah menjadi tanah liat.[42] Pada dasarnya setelah melalui tahapan di atas dan
sempurnanya badan Adam a.s. dan ditetapkannya ruh kemanusiaan pada dirinya,
Allah swt. memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Adam a.s. “Sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian kemudian Kami
bentuk kalian kemudian Kami berkata kepada malaikat bersujudah kepada Adam
a.s.!”[43] Berdasarkan keterangan ini maka tahapan penciptaan Adam a.s.
bisa disimpulkan sebagi berikut. Sulalatin min tin (gumpalan tanah); thin-in lazib
(tanah lengket); thin dan turab (tanah Adam); wa nafakhtu fihi min ruhi
(penetapan ruh Adam); sholshol kal fakhor (tanah kering seperti tanah liat). Argumentasi Pendukung Transformisme Di sini kita perlu meneliti ayat-ayat yang menjadi dasar
argumentasi para pendukung teori transformis (perubahan jenis). 1. “Sesungguhnya Allah memilih Adam, Nuh, keluarga Ibrahim
dan keluarga Imran untuk seluruh dunia”. [44] Para pendukung teori transformis mengatakan ‘sebagaimana Nuh
dan keluarga Imran hidup di antara umat pada saat itu dan mereka sebagai orang
yang terpilih, Adam a.s. juga demikian. Hal ini menunjukkan bahwa Adam a.s.
bukan manusia pertama di muka bumi tetapi sebelum beliau, ada manusia yang
hidup di muka bumi. Adam a.s. dipilih Allah karena beliau lebih tinggi dari manusia
lainnya dari sisi pemikiran. Dengan kata lain, menurut Para pendukung teori
transformismu, manusia dalam istilah Al-Quran memiliki dua makna. Pertama
manusia-manusia sebelum Nabi Adam a.s. kedua manusia sesudah Nabi Adam a.s.
menurut mereka, manusia sebelum Nabi Adam a.s. tidak memiliki ikhtiar dan ilmu
pengetahuan serta tidak berkewajiban menjalankan taklif ilahi. Hal ini
berlangsung sangat lama sampai Allah swt. memilih Nabi Adam a.s. karena ia
memiliki potensi dan kelayakan yang lebih tinggi. Isthofâ berarti memilih. Karena ia termasuk bab ifti’âl maka
bisa bermakna usaha dan teliti. Artinya adalah terpilihnya setiap orang dari
sekian orang yang hidup bersamanya. Sebagaimana Nabi Nuh a.s. dan sebagian
keluarga Nabi Ibrahim dan keluarga Nabi Imran a.s., setelah mereka memiliki
kesiapan rohani dan maknawi dari sisi keturunan maupun pendidikan, mereka
terpilih sebagai nabi di antara kaumnya. Ketika Nabi Nuh a.s. dan para Nabi
dari keluarga Nabi Ibrahim a.s. berdasarkan teks ayat dipilih sebagai nabi di
antara kaum pada zamannya, hal ini juga pasti terjadi pada Nabi Adam a.s.
Beliau juga terpilih sebagai nabi di antara kaumnya di mana mereka dari sisi
badan dan kondisi hidup sama dengannya.[45] Jawaban dari kesimpulan di atas adalah secara terang-terangan
ayat tidak menunjukkan arti bahwa Nuh dan keluarga Ibrahim serta keluarga Imran
pasti terpilih di antara kaum pada zamannya bahkan boleh jadi Allah swt.
memilih mereka di antara semua manusia sampai hari kiamat karena keagungan dan
kedudukan maknawinya. Pada dasarnya ayat ini ingin menyampaikan kedudukan
beberapa orang yang terpilih. Selain itu, jika ayat menyampaikan tentang Nabi Adam a.s.
pada zamannya, apa dalilnya kalau kita katakan bahwa ia terpilih di antara
orang-orang sebelumnya bukan di antara anak-anak dan cucu-cucunya? Khususnya
dengan memandang bahwa ia memiliki usia yang cukup panjang, tidak jadi masalah
kalau kita anggap bahwa ia terpilih pada masa hidupnya dan pada dasarnya ia
terpilih di antara anak-anak dan cucu-cucunya dan keturunan yang lahir darinya. Kritikan lain terhadap para pengikut teori transformis
adalah mereka memaknai kata isthofâ dengan arti muncul, tanpa menyebutkan
argumentasi, padahal arti sebenarnya adalah terpilih. Kalau memang Nabi Adam
a.s. terpilih di antara para penduduk dunia apakah bisa diambil kesimpulan
bahwa ia muncul dari keturunan makhluk hidup yang lebih rendah darinya? (dari
sisi akal dan ikhtiar). Dengan kata lain seandainya kita terima bahwa Nabi Adam
a.s. terpilih di antara umatnya, terpilihnya dia bukan sebuah dalil atas
munculnya dia dari makhluk hidup yang lebih rendah darinya. 2. Ayat lain yang menjadi sandaran para pengikut teori
transformis adalah: “Ketika Tuhanmu berfirman kepada malaikat sesungguhnya Aku
menciptakan manusia dari tanah kering yang di ambil dari tanah yang berbau
busuk. Maka ketika Aku membentuknya dan menetapkan ruh pada dirinya maka
semuanya bersujud kepadanya”.[46] Para pengikut teori ini berpendapat bahwa maksud dari basyar
(manusia) dalam ayat di atas adalah jenis manusia, bukan manusia tertentu yang
bernama Nabi Adam a.s. Jawaban terhadap mereka para pengikut teori transformis
adalah bahwa ayat di atas berkaitan dengan penciptaan Nabi Adam a.s. sebagai
kepala keturunan jenis manusia. Perintah Allah swt. kepada para malaikat untuk
bersujud adalah bersujud kepada Nabi Adam a.s. bukan bersujud kepada jenis
manusia. Pendapat para pengikut teori transformis yang mengatakan
bahwa penciptaan jenis manusia dari tanah kering yang diambil dari tanah yang
berbau busuk adalah tidak benar karena Al-Quran sendiri mengakui bahwa
penciptaan Nabi Adam a.s. sendiri juga dari tanah kering yang diambil dari
tanah yang berbau busuk. Ketika Allah swt. berkata kepada iblis kenapa kamu
tidak bersujud? Iblis menjawab: “Aku tidak akan bersujud kepada manusia yang Engkau ciptakan
dari tanah kering yang diambil dari tanah yang berbau busuk”.[47] Kesimpulannya adalah teks ayat-ayat di atas menguatkan makna
bahwa Nabi Adam a.s. diciptakan dari tanah yang berwarna hitam. Setelah badan
Nabi Adam a.s. mengalami kesempurnaan maka ditetapkan kepadanya ruh ilahi yang
pada akhirnya Allah swt. memerintahkan para malaikat untuk bersujud kepada Nabi
Adam a.s. 3.Satu lagi ayat yang dipakai sandaran oleh para pengikut
teori transformis adalah: “Sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian kemudian Kami
bentuk kalian kemudian Kami berkata kepada malaikat bersujudlah kepada Adam!
maka bersujudlah mereka kecuali iblis, mereka tidak akan bersujud”.[48] Para pengikut teori transformis mengatakan bahwa ayat di
atas menyebutkan beberapa tahapan penciptaan manusia. 1. Permulaan penciptaan 2. Terbentuknya manusia (sebelum terpilihnya Nabi Adam a.s.) 3. Terpilihnya Adam a.s. di antara semua manusia 4. Perintah sujud kepada Adam a.s. Menurut perkiraan mereka, ayat di atas turun bukan berkaitan
dengan Adam a.s. akan tetapi berkaitan dengan jenis manusia. Sebelum
terpilihnya Adam a.s. ada manusia sebelum beliau, dan beliau terpilih di antara
mereka. Dari kata tsumma (kemudian) yang ada dalam ayat di atas, dapat
disimpulkan bahwa antara tahapan di atas ada jarak waktu. Dan dari kata
showwarnâkum (kami bentuk kalian) juga bisa berarti bahwa bentuk manusia
terjadi secara bertahap. Ayat 11 surat Al-‘A’râf merupakan salah satu ayat yang lebih
bisa dipakai untuk membuktikan teori transformis, karena dalam ayat ini Allah
swt. menjelaskan bahwa pertama sebelum Nabi Adam dibentuk sebagai manusia ia
diciptakan terlebih dahulu. Kemudian setelah beberapa lama (masa yang tidak
tertentu) dengan konteks kata tsumma yang berarti kemudian, ia (Adam a.s.)
dibentuk menjadi manusia. Kemudian setelah beberapa lama Allah memerintahkan
para malaikat untuk bersujud kepada salah satu jenis manusia. Oleh karenanya
penciptaan pertama adalah penciptaan manusia dari air dan tanah. Menetapkan ruh
padanya tidak akan terjadi kecuali dalam skala wujud sebagai jenis. Dari ayat
ini bisa dipahami bahwa manusia melewati beberapa tahapan antara lain pertama,
tahapan setelah penciptaan dan sebelum terbentuknya sebagai manusia. Kedua,
tahapan setelah terbentuknya sebagai manusia dan sebelum terpilihnya Adam a.s.
di antara semua jenis. Ketiga, tahapan pemilihan Adam a.s. di antara mereka dan
setelah itu perintah kepada para malaikat untuk bersujud kepada Nabi Adam
a.s.’.[49] Ayat 11 surat Al-‘A’râf juga tidak bisa membuktikan teori
transformis karena pertama, kata tsumma (kemudian) walaupun menunjukkan tahapan
waktu tetapi tidak menunjukkan jangka waktu tertentu. Sementara para pengikut
teori transformis menyebutkan jangka waktu yang cukup panjang (jutaan tahun)
antara tahapan yang ada. Ayat di bawah ini menggunakan kata tsumma (kemudian) dengan
tanpa menunjukkan jangka waktu yang panjang. “Wahai manusia jika kalian ragu dengan hari kiamat,
sesungguhnya telah Kami ciptakan kalian dari tanah kemudian dari nutfah
kemudian dari segumpal darah kemudian dari segumpal daging...kemudian Kami
keluarkan kalian berupa bayi kemudian kalian sampai pada pertumbuhan
kalian”.[50] Pada ayat ini kata tsumma (kemudian) dipakai untuk jangka
waktu pendek dan tidak ada dalil sama sekali kita harus mengartikan jangka
waktu panjang, seperti jutaan tahun. Pembentukan manusia pada ayat 11 surat
Al-‘A’râf juga tidak menunjukkan jangka waktu yang panjang pada tahapan
kesempurnaan manusia. Sebagaimana Allah swt. menyebutkan dalam surat Ali-Imran
tentang pembentukan dalam rahim. Kita juga tahu bahwa pembentukan dalam rahim
tidak sampai memakan waktu satu tahun apalagi sampai jangka waktu yang panjang. “Dialah yang membentuk kalian dalam rahim
sekehendak-Nya”.[51] Kedua, sujudnya para malaikat kepada Adam a.s. terjadi
sebelum penciptaan jenis manusia. Kesimpulannya bahwa dari ayat 11 surat Al-‘A’raf tidak bisa
disimpulkan kalau jenis manusia muncul dari jenis lainnya yaitu dari hewan,
bahkan kesimpulannya demikian bahwa munculnya bapak manusia yang bernama Adam
a.s. adalah secara bertahap. Kesimpulan Pembahasan Dari sekian ayat yang disampaikan oleh para pengikut teori
transformis untuk membuktikan pendapatnya, paling tidak hanya membuktikan bahwa
manusia melewati beberapa tahapan sampai berupa manusia yang sempurna di mana
penciptaan nenek moyang manusia yang bernama Adam a.s. adalah dari tanah
sekaligus tahapannya juga. Kelangsungan keturunan Nabi Adam a.s. dengan
perantara pembuahan. Adapun manusia berasal dan muncul dari jenis lain
sebagaimana yang dikatakan oleh para pengikut teori transformis, ayat di atas
juga tidak mendasarinya. Oleh karenanya, sekalipun apa yang namanya perubahan
dan kesempurnaan memang terjadi pada manusia, dengan perubahan jenis
sebagaimana perkataan Darwin “sebuah jenis muncul dari jenis lainnya” tentu
sangat berbeda. Perubahan ini bisa diandaikan pada tahapan keberadaan sebuah
makhluk hidup yakni makhluk hidup yang bernama Adam a.s. telah melewati tahapan
kesempurnaan bukannya ia muncul dari makhluk hidup lainnya. Dengan kata lain, bahwa puncak keturunan manusia adalah
orang yang bernama Adam a.s. dan keturunannya muncul dengan perantara
terjadinya pembuahan dalam rahim ibu-ibu mereka. Adapun sekaitan dengan Nabi
Adam a.s. sendiri bagaimana ia muncul, dari sehimpun ayat tersebut bisa
disimpulkan bahwa ia diciptakan dari tanah kemudian setelah ia melewati tahapan
tanah yang lengket dan sebagian dari tanah, kemudian berubah menjadi tanah yang
kering kemudian ia berbentuk sempurna dan memiliki ruh maka jadilah ia sebagai
makhluk hidup yang sempurna. Selain itu, ketika kita meneliti ayat-ayat yang terkait
dengan nilai dan kedudukan manusia, kita akan tahu bahwa Al-Quran mengatakan,
“manusia adalah sebuah jenis yang berbeda dengan hewan”. Manusia memiliki
perbedaan substansi dan esensi dengan makhluk hidup lainnya. Sementara dalam
teori transformisme perbedaan ini tidak dipaparkan. Artinya antara manusia
dengan hewan tidak ada perbedaan substansi dan esensi bahkan manusia juga
merupakan hewan yang memiliki sistem fisiologis yang lebih rumit bukan sebuah
jenis yang berbeda dengan hewan. [Emi Ms] Rujukan: Diterjemahkan dari bab 3 buku “Mabani Ensan Shenasi Dar
Quran” (Dasar-dasar Pengenalan Manusia Dalam Al-Quran). [2] “Aya bih rasti insan zadeh-ye maimun ast?” (Apakah Benar
Manusia Keturunan Kera), hal. 117-118. [3] Ibid, hal. 129. [4] Perlu diperhatikan, lantaran pembahasan kami ini dalam
batas persepsi Al-Quran, maka kritik dan uraian pendukung transformisme dapat
dirujuk ke karya-karya para pakar biologi sekaitan dengan masalah ini. [5] Khelqhat-e Insan (Penciptaan Manusia), hal 182 dan 188. [6] Ibid. [7] Tafsir Al-Mizan, jilid 32, hal 91-92. untuk menelaah
kitab Khelqha-te Insan, rujuk Muhammad Taqi Misbah: Khelqhat-e Insan az nazare
Quran. Murteza Razawi Salduzi: Khelqhat-e Adam wa Bahsi dar Takamul (Penciptaan
Adam Dan Kajian Seputar Kesempurnaan). Mir Abul fath Da’wati: Quran wa
khelqhat-e Insan. Masih Muhajiri: Nazariyeh Takamul az didgah-e Quran. [8] Rujuk ke kitab Takamul dar Quran. [9] Tauhid-e Shaduq, hal 277. Khishal, jilid 2, hal 450. [10] Mansyu-re Jawid, jilid 4, hal 94. [11] QS, An-Nisa’: 1. [12] QS, Al-‘A’raf: 189. [13] QS, Az-Zumar: 6. [14] QS, Al-An’am: 98. [15] QS, Hujurat: 13. [16] QS, An-Nahl: 4. [17] QS, Yasin: 77. [18] QS, Ad-Dahr: 2. [19] QS, Kiamat: 37-38. [20] QS, Al-Furqan: 54. [21] QS, Al-Mursalat: 20. [22] QS, Al-‘Alaq: 2. [23] QS, Al-An’am: 2. [24] Al-Quran, Nuh: 17-18. [25] QS, Ar-Rum: 20. [26] QS, Al-Mukmin: 67. [27] QS, Mukminun: 12-14. [28] QS, Hajj: 5. [29] QS, Shod: 71. [30] QS, Al-‘A’raf: 12. [31] QS, Al-Isra’: 61. [32] QS, Sajdah: 7-8. [33] QS, hijr: 28. [34] Nazariyeh takamul az didgahe Quran (Teori Kesempurnaan
Perspektif Al-Quran), hal 27. [35] QS, Mukminun: 12. [36] QS, As-Shoffat: 11. [37] QS, Hijir: 26. [38] QS, Hijir: 29. [39] QS, Hijir: 28. [40] QS, Hijir: 33. [41] QS, Ar-Rahman: 14. [42] Quran wa khelqate insan, hal 51. [43] QS, Al-‘A’raf: 11. [44] QS, Ali-Imran: 33. [45] Khelqhat-e Insan, hal 108. [46] QS, Hijir: 28-29. [47] QS, Hijir: 33. [48] QS, Al-‘A’râf: 11. [49] Takamul dar Quran, hal 6-25. [50] QS, Hajj: 5 [51] QS, Ali-Imran: 6. [Sumber: ISLAT] |