Cara Memahami Islam (2)Deprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Dr. Ali Syareati
Ceramah Kedua Saya hendak membahas mengenai berbagai cara untuk mengetahui
dan memahami Islam. Perkataan “ berbagai cara” mengandung konsep ilmiah yang
seksama lagi penting, dan menunjuk kepada metodologi pemahaman Islam. Masalah metodologi adalah sangat penting dalam sejarah,
terutama dalam sejarah ilmu. Metode kognitif yang tepat untuk mengemukakan
kebenaran adalah lebih penting dari filsafat dan ilmu ataupun dari pada
memiliki sekadar bakat. Kita mengetahui bahwa dalam zaman media, selama seribu tahun
Eropa berada dalam stagnasi dan apatis yang paling seram. Segera setelah
berakhirnya periode ini, stagnasi dan apatis itu berganti dengan kebangkitan
yang revolusioner dan beraneka segi di bidang-bidang ilmu, seni, sastra, serta
semua yang mempunyai kaitan manusia dan sosial. Revolusi dan ledakan energi
yang mendidik dalam pemikiran manusia ini telah melahirkan peradaban dan
kebudayaan dunia kini. Sekarang kita harus menanyakan kepada diri kita sendiri.
Kenapa Eropa mengalami stagnasi selama seribu tahun, dan apakah yang
menyebabkan perubahan arah yang tiba-tiba, sehingga dalam jangka tiga abad,
Eropa telah menemukan kebenaran yang selama seribu tahun penuh tidak terkilas
padanya. Pertanyaan ini, teramat penting mungkin merupakan pertanyaan terbesar
dan terpenting yang harus dijawab oleh ilmu. Tidak diragukan lagi, banyak faktor yang telah menyebabkan
stagnasi Eropa di Zaman Madya, dan berbagai sebab telah membangkitkan Eropa
dari tidurnya, menggerakkannya maju meluncur di semua bidang. Harus kita kemukakan di sini bahwa faktor dasar dalam
stagnasi pemikiran, peradaban dan kebudayaan yan g terjadi selama seribu tahun
di Eropa Zaman Madya itu ialah metode penalaran analogis Aristoteles. Bila cara
melihat masalah dan obyek berubah maka ilmu, masyarakat dan dunia turut
berubah, dan akibatnya hidup manusia juga berubah. Yang kita bahas di sini
ialah kebudayaan, pemikiran dan gerakan ilmiah. Itulah sebabnya kita menganggap
perubahan metodologi sebagai faktor dasar dalam Renaissance. Bersamaan dengan
itu, dari sudut pandangan sosiologis memang benar bahwa faktor utama dalam
perubahan ini ialah transformasi sistem feodal menjadi sistem borjuis,
sedangkan transformasi itu sendiri disebabkan oleh runtuhnya tembok yang
memisahkan Timur Islam dari Barat Nasrani, keruntuhan yang diakibatkan oleh
perang Salib. Karena itu metode sangatlah penting dalam menentukan
kemajuan atau kemerosotan. Yang menimbulkan stagnasi dan apatis ataupun gerak
dan kemajuan ialah metode penyelidikan, bukan sekadar ada atau tidak adanya
genius. Dalam abad-abad keempat dan kelima sebelum Masehi, misalnya, terdapat
banyak genius besar yang jauh lebih hebat daripada para genius abad-abad
keempat belas, kelima belas dan keenam belas. Tidak perlu diragukan bahwa sebagai
genius Aristoteles adalah lebih besar daripada Francis Bacon, sedang Plato
adalah genius yang lebih besar daripada Roger Bacon. Tetapi apakah yang telah
memungkinkan kedua orang Bacon itu menjadi faktor dalam kemajuan ilmu, meskipun
kadar kegeniusan mereka lebih rendah daripada orang-orang seperti Plato,
sementara para genius yang lebih besar itu ternyata telah mengakibatkan
stagnasi seribu tahun di Eropa Zaman Madya? Dengan perkataan lain, kenapa
seorang genius mengakibatkan stagnasi di dunia, sedangkan seorang awam bisa
membawa kemajuan ilmiah dan kebangunan rakyat? Karena yang orang awam itu telah
menemukan metode penalaran yang tepat. Dengan metode penalaran yang tepat,
bahkan seorang intelek yang bermutu sedangan saja bisa menemukan kebenaran, sedangkan
sang genius besar, bila dia tidak mengetahui metode yang tepat untuk melihat
sesuatu dan memikirkan masalah, tidak akan dapat memanfaatkan geniusnya. Itulah sebabnya dalam sejarah peradaban Yunani kita lihat
puluhan genius yang berkumpul di suatu tempat yang sama pada abad-abad keempat
dan kelima. Sejarah umat manusia masih tetap berada di bawah pengaruh mereka
hingga dewasa ini. Tetapi di seluruh Athena tidak ada yang bisa menemukan rosa.
Padahal di Eropa modern, seorang ahli teknik yang bahkan tidak paham akan
karya-karya Aristoteles dan murid-muridnya, telah membuat ratusan penemuan
ilmiah. Contoh terbaik mengenai ini ialah Thomas Alfa Edison. Kadar
persepsi umumnya lebih rendah daripada murid-murid kelas tiga Aristoteles.
Tetapi justru sumbangannya bagi penemuan alam dan kelahiran industri ternyata
lebih besar daripada semua genius yang telah terlatih dalam ajaran Aristoteles
selama 2400 tahun yang lalu. Edison telah melakukan lebih dari seribu penemuan
ilmiah, besar dan kecil. Berpikir tepat adalah seperti berjalan. Seorang yang
lumpuh sebelah kakinya sehingga tidak bisa berjalan cepat, jika memilih jalan
yang benar, akan lebih cepat sampai ke tujuannya daripada juara lari yang
menempuh jalan penuh batu dan berputar-putar. Betapa cepatnya sang juara berlari,
namun dia akan lebih belakangan sampai di tempat tujuannya, itupun jika dia
berhasil sampai ke sana. Berbeda halnya dengan si lumpuh tadi, karena dia telah
memilih jalan yang benar tentulah dia akan mencapai tujuan dan cita-citanya. Memilih metode yang tepat adalah yang pertama-tama harus
dipertimbangkan dalam semua cabang pengetahuan yang beraneka ragam sastra,
sosial, seni dan psikologis. Karena itu tugas pertama seorang peneliti ialah
memilih metode yang sebaik-baiknya untuk penelitian dan penyelidikannya. Kita harus menarik manfaat sebesar-besarnya dari serba
pengalaman sejarah, dan sebagai penganut suatu agama besar kita harus merasa
wajib untuk mempelajari dan memahami Islam secara tepat dan metodik. Sekarang bukanlah zamannya untuk memulai sesuatu yang tidak
kita ketahui. Terutama golongan terpelajar mempunyai tanggung jawab yang lebih
berat untuk mendapatkan pengetahuan tentang apa yang mereka anggap suci. Ini
bukan semata-mata kewajiban Islamiyah, tetapi juga merupakan kewajiban ilmiah
dan manusiawi. Watak seseorang bisa diukur menurut kadar pengetahuannya tentang
apa yang dipercayainya, karena percaya begitu saja bukanlah hal yang baik.
Tidak ada gunanya mempercayai sesuatu yang tidak sepenuhnya kita ketahui.
Adalah termasuk kebaikan bila kita benar-benar mengetahui apa yang kita
percayai. Maka karena kita percaya akan Islam, kita harus berusaha memperoleh
pengetahuan yang tepat tentangnya dan memilih metode yang tepat pula untuk itu. Sekarang timbul pertanyaan, apakah itu metode yang tepat?
Untuk mempelajari dan memahami Islam kita tidak boleh meniru dan mempergunakan
metode-metode Eropa yakni metode-metode naturalistik, psikologis ataupun
sosiologis. Kita harus inofatif dalam memilih metode. Tentu saja kita harus
mempelajari metode-metode ilmiah Eropa, tetapi kita tidak perlu mesti
mengikutinya. Sekarang ini, metode-metode ilmiah telah mengalami perubahan
dalam semua cabang pengetahuan, dan telah ditemukan pendekatan-pendekatan baru.
Begitu pula dalam penyelidikan tentang agama, kita harus menumpuh jalan-jalan
baru dan memilih metode baru. Jelas kita tidak bisa memilih satu metode tunggal untuk
mempelajari Islam. Karena Islam bukanlah agama unidimensional. Islam bukanlah
agama yang semata-mata berdasarkan intuisi mistik manusia serta terbatas pada
hubungan antara manusia dan Allah swt. Ini baru salah satu dimensi saja dari
Islam. Untuk mempelajari dimensi ini kita harus mempergunakan metode filosofis,
karena hubungan manusia dengan Tuhan dibahas dalam filsafat, dalam artian
pemikiran metafisis yang umum dan bebas. Dimensi lain agama ini ialah berkenaan
dengan masalah hidup manusia di muka bumi. Untuk mempelajari dimensi ini kita
harus mempergunakan metode-metode yang terdapat dalam ilmu-ilmu manusia dewasa
ini. Kemudian, Islampun merupakan agama yang telah menciptakan masyarakat dan
peradaban. Untuk mempelajari ini harus kita pergunakan metode-metode sejarah
dan sosiologi. Jika kita meninjau Islam dari satu sudut pandangan saja,
maka yang akan terlihat hanya satu dimensi saja dari gejalanya yang bersegi
banyak. Mungkin kita berhasil melihatnya secara tepat, namun itu tidak cukup
bila kita ingin memahaminya secara keseluruhan. Buktinya ialah al-Quran
sendiri. Kitab ini memiliki banyak dimensi, sebagiannya telah dipelajari oleh
sarjana-sarjana besar sepanjang sejarah. Satu dimensi umpamanya, mengandung
aspek-aspek linguistik dan sastra al-Quran. Para sarjana sastra telah
mempelajarinya secara perterinci. Dimensi lain terdiri atas tema-tema filosofis
dan keimanan al-Quran yang menjadi bahan pemikiran bagi para filosofis serta
para teolog hari ini. Dimensi al-Quran lainnya lagi, yang belum begitu dikenal
ketimbang yang lain, ialah dimendi manusiawinya, yang mengandung persoalan
historis, sosiologis dan psikologis. Dimensi ini belum banyak dikenal, karena
sosiologi, psikologi dan ilmu-ilmu manusia memang jauh lebih muda daripada
ilmu-ilmu alam. Apalagi ilmu sejarah, yang merupakan ilmu termuda di dunia.
Yang kita maksudkan dengan ilmu sejarah di sini tidaklah identik dengan data
historis ataupun buku-buku sejarah yang tergolong dalam buku-buku tertua yang
pernah ada. Ayat-ayat historis mengenai nasib bangsa-bangsa, hubungan
antara mereka satu dengan lain, serta sebab-sebab kemunduran dan kejatuhan
mereka berkali-kali kita jumpai dalam al-Quran. Ayat-ayat tersebut harus
dipelajari oleh para sejarawan dengan menggunakan pendekatan historis dan
ilmiah. Sedang para sarjana sosiologi harus mempelajarinya menurut metode
sosiologis. Soal-soal yang bersifat kosmologis dan berkaitan dengan ilmu-ilmu
alam serta gejala-gejala alam harus dipelajari dan dipahami menurut metodologi
ilmu-ilmu alam. Karena bidang studi dan spesialisasi saya ialah sejarah dan
sosiologi maka saya bermaksud menggunakan kesempatan ini untuk mengemukakan
semacam rencana atau pola. Saya akan mengemukakan dua metode, yang kedua-duanya
berkaitan khusus dengan sosiologi, sejarah dan ilmu-ilmu manusiawi. Sekadar
untuk memperjelas maka saya akan membandingkan agama dengan seorang manusia. Hanya ada dua cara untuk mengenal seorang tokoh besar, dan
keduanya harus ditempuh serentak. Cara pertama ialah dengan menyelidiki karya-karya
intelektual, ilmiah serta tulisan-tulisannya, teori-teorinya,
ceramah-ceramahnya maupun buku-bukunya. Untuk mengenainya kita perlu mengenal
ide-ide dan apa yang diyakininya. Tetapi inipun belum cukup untuk memahami
tokoh yang bersangkutan, karena banyak hal dalam kehidupannya yang tidak sampai
tercermin pada karya-karya, tulisan-tulisan maupun pertanyaan-pertanyaannya,
atau mungkin juga tercermin di sana, namun sukar untuk ditangkap. Maka cara
kedua, yang melengkapi cara pertama, serta memungkinkan kita untuk memahami
tokoh itu secara purna, ialah dengan mempelajari biografinya serta menjari
jawaban atas pertanyaan-pertanyaan seperti: Di mana dia lahir? Bagaimana
keluarganya? Apa bangsa dan negerinya? Bagaimana masa kanak-kanaknya? Bagaimana
pendidikannya? Dalam lingkungan apa ia dibesarkan? Di mana ia belajar? Siapa
guru-gurunya? Peristiwa-peristiwa apakah yang pernah dialaminya dalam hidupnya?
Apa saja kegagalan dan keberhasilannya? Demikianlah ada dua metode untuk mengenal seorang dan
kedua-duanya harus dilakukan, pertama menyelidiki pikiran-pikiran dan
keyakinannya dan kedua, mempelajari biografinya dari awal sampai akhir. Agama adalah seperti manusia. Ide-ide agama kita temukan
sarinya dalam bukunya, “ak-kitab”-nya, yang merupakan dasar ajaran yang
didakwahkannya kepada manusia. Sedangkan biografi suatu agama ialah sejarahnya. Demikianalah ada dua metode dasar untuk mempelajari Islam secara
tepat, persis dan sesuai dengan metodologi dewasa ini. Pertama, dengan
mempelajari al-Quran, sebagai himpunan ide serta pruduk ilmiah dan sastra dari
“seseorang” yang dikenal dengan nama “Islam”. Kedua, dengan mempelajari sejarah
Islam, yaitu seluruh perkembangan yang pernah (dialami Islam sejak awal risalah
Rasul hingga hari ini). Kedua metode ini kiranya telah cukup jelas, tetapi
sayangnya, studi tentang al-Quran maupun sejarah Islam dalam kalangan kita
waktu ini masih sangat lemah. Namun, untunglah, kebangkitan masyarakat Muslim
di abad kita ini rupanya telah meningkatkan minat kaum Muslimin untuk
mempelajari ajaran-ajaran al-Quran dan menganalisa sejarah Islam. Dalam bukunya Malam
Imperialisme, Ferhat Abbas mengatakan, bahwa kebangkitan sosial di negeri-negeri
Afrika Utara: Maroko, Aljazair dan Tunisia bermula dengan datangnya Muhammad
‘Abduh ke Afrika Utara mengajarkan tafsir al-Quran, yang dalam pendidikan agama
di sana tidak bisa diajarkan. Jelas bahwa penulis buku itu, dia sendiri tidak berorientasi
religius, beranggapan bahwa awal kebangkitan dan perkembangan religius di
negeri-negeri Afrika Utara terjadi ketika kaum Muslimin di sana beserta para
ulama mereka mengenyampingkan pelajaran tentang perbagai ilmu agama dan kembali
mencurahkan perhatian mereka kepada al-Quran dan mempelajari isinya. Mengetahui dan memahami al-Quran sebagai sumber ide Islam,
begitupun mengetahui dan memahami sejarah Islam berupa catatan berbagai
peristiwa yang telah terjadi di berbagai masa. Itulah dua metode dasar untuk mengenal
Islam secara tepat dan ilmiah. Masih ada lagi suatu metode lain untuk mengetahui dan
memahami Islam ialah metode tipologi. Metode ini, yang dianggap efektif oleh
banyak sosiologi ialah dengan mengklasifikasikan topik-topik dan tema-tema
menurut tipe masing-masing dan kemudian lalu memperbandingkannya atas dasar
itu. Berdasarkan pendekatan ini, yang di Eropa digunakan dalam
penelitian tentang masalah-masalah yang berkenaan dengan humaniora, saya telah
menggariskan suatu metode yang bisa diterapkan pada setiap agama. Untuk ini
kita mengidentifikasikan lima aspek atau karakteristik yang menonjol dari setia
agama, lalu kita bandingkan dengan aspek atau karakteristik yang bersamaan pada
agama-agama lain: 1- Tuhan pada masing-masing agama; yaitu sesuatu yang
disembah oleh para penganut agama yang bersangkutan. 2- Nabi masing-masing agama; ialah orang yang menyatakan
risalah agama. 3- Kitab masing-masing agama; yakni dasar hukum yang
dinyatakan oleh agama yang bersangkutan. Manusia diajak untuk mengimani dan
menaatinya. 4- Keadaan sekitar awal kehadiran nabi maisng-masing agama
serta kepada siapa risalahnya dialamatkan. Karena masing-masing nabi
menyampaikan risalahnya untuk manusia umumnya (an-Naas), ada yang untuk
para ningrat dan ada pula yang risalahnya teruntuk kaum terpelajar, para
filosof dan golongan elite. Demikianlah ada nabi yang berusaha mendekati para
penguasa, dan ada pula yang menempatkan dirinya sebagai lawan para penguasa. 5- Manusia-manusia pilihan yang dihasilkan oleh
masing-masing agama tokoh-tokoh representatif didikan agama yang bersangkutan
dan kemudian ditampilkan kepada masyarakat dan sejarah. Sebagaimana halnya
behawa metode terbaik untuk menilai suatu pabrik ialah dengan meneliti
barang-barang yang diproduksinya, dan untuk menilai kesuburan sebidang tanah
ialah dengan memeriksa hasil panennya, begitu pulalah agama bisa dianggap
sebagai pabrik yang memproduksi manusia, dan mereka yang mendapat bimbingannya
adalah merupakan hasil produksinya. Menurut metode ini, untuk lebih mengenal dan memahami Islam
pertama-tama harus mengenal Allah swt. Ada berbagai cara untuk mengenal Allah
swt misalnya dengan memperhatikan dan merenungkan kejadian alam, dengan metode
filsafat, iluminasi dan ma’rifat. Tetapi metode yang hendak saya kemukakan
ialah metode tipologi. Kita pelajari tipe, konsep, ciri-ciri dan sifat-sifat
Tuhan menurut Islam. Umpamanya, kita tanyakan apakah Dia pemberang atau penuh
kasih sayang. Apakah Dia Mahatinggi di atas segala-galanya? Apakah Dia
bercampur dengan manusia? Apakah aspek kasih-Nya mengungguli aspek murka-Nya,
ataukah sebaliknya? Ringkasnya, Tuhan “tipe” apakah Dia? Untuk bisa mengenal sifat-sifat Allah swt secara tepat maka
kita harus mempelajari al-Quran dan kata-kata Rasul maupun para sahabatnya yang
pilihan. Sifat-sifat Allah swt telah dikemukakan secara jelas dalam al-Quran,
sedangkan Rasul dan para sahabat seringkali menyinggungnya dalam ucapan-ucapan
mereka. kemudian kita bandingkan Allah swt dengan figur Tuhan yang dilukiskan
agama-agama lain, Ahuramazda, Yehovah, Zeus, Baal, dan seterusnya. Tahap kedua untuk mengenal dan memahami Islam ialah dengan
mengenal dan mempelajari kitabnya, al-Quran. Kita pun harus mengerti buku macam
apa al-Quran itu, masalah apa saja yang dibahasnya, dan bidang-bidang apa saja
yang ditekankannya. Apakah al-Quran lebih banyak membicarakan kehidupan dunia
ini ataukiah akhirat nanti? Apakah ia lebih banyak membahas tentang
masalah-masalah moralitas perseorangan, ataukah masalah-masalah sosial? Apakah
ia lebih memperhatikan hal-hal yang material ataukah yang abstrak? Apakah ia
lebih menaruh perhatian pada alam daripada manusia? Ringkasnya, hal-hal apa
sajakah yang dibahasnya dan dengan cara bagaimana? Mengenai bukti adanya Tuhan, misalnya, apakah Islam
menganjurkan manusia untuk menyucikan jiwanya agar dapat mengenal Allah swt?
Atau apakah ia menyuruh kita untuk mengenal Allah swt dengan mempelajari
ciptaan-Nya, yang berupa dunia lahiriah dan dunia batiniah? Ataukah kita harus
menmpuh kedua-duanya? Setelah menjawab pertanyaan-pertanyaan ini maka selanjutnya
kita bandingkan al-Quran dengan tulisan-tulisan religius lain, seperti Injil,
Taurat, Veda, Avesta, dan seterusnya. Tahap ketiga untuk memahami Islam ialah dengan mempelajari
kepribadian Muhammad bin Abdullah. Mengenal dan memahami Rasul Islam penting
sekali bagi sejarawan, karena tidak pernah dalam sejarah ada seorang yang
berperan seperti beliau. Peranan Rasul dalam peristiwa-peristiwa yang dihayati
beliau sungguh sangat besar dan positif. Yang kita maksudkan dengan kepribadian
Rasul ialah sifat-sifat manusiawi beliau maupun hubungan beliau dengan Allah
swt, serta kekuatan batin khusus yang diperoleh beliau dari hubungan tersebut.
Dengan perkataan lain, kita pelajari aspek manusiawi maupun kerasulan beliau. Mengenai dimensi manusiawi Rasul, misalnya, kita harus
mempelajari cara beliau berbicara, bekerja, berpikir, tersenyum, duduk dan
tidur. Kita harus mempelajari bagaimana beliau berhubungan dengan orang-orang
asing, dengan lawan, dengan teman dan keluarga. Kita harus meneliti kegagalan
dan kejayaan-kejayaan beliau maupun cara beliau menghadapi
permasalahan-permasalahan sosial yang besar. Demikianlah, salah satu cara untuk
mempelajari hakekat, semangat serta kenyataan Islam yang asli ialah dengan
mempelajari Rasul Islam dan membandingkan beliau dengan para nabi dan para
pendiri agama-agama, seperti Musa, Isa, Zarathustra dan Budha. Tahap keempat ialah mempelajari keadaan sekitar awal
kehadiran Rasul Islam. Apakah beliau, misalnya, tampil tanpa persiapan? Adakah
orang yang mengharap-harap kedantangan beliau? Apakah beliau telah lebih dahulu
mengetahui risalah beliau? Tahukah beliau apa yang menjadi risalah beliau? Atau
apakah risalah itu tiba-tiba saja mendadak turun pada jiwa beliau, suatu arus
pikiran ajaib mulai mengalir dalam diri beliau, merubah sama sekali gaya bicara
serta pribadi beliau, sehingga pada mulanya terasa berat bagi beliau?
Bagaimanakah beliau menghadapi manusia ketika beliau pertama kali menyampaikan
risalah beliau? Kelas manakah yang mendapat perhatian terutama beliau, dan
kelas manakah yang ditentang beliau? Semua ini membantu kita untuk lebih
mengenal Rasul Islam dan memahami keadaan yang dihayati beliau ketika beliau
baru menerima risalah. |