Pandangan Agama terhadap Kesucian dan Hijab (1)Deprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Kesucian dan hijab merupakan dua nilai luhur yang selalu
berdampingan di tengah masyarakat. Sejatinya, hijab adalah perkara zahir,
sementara kesucian adalah kondisi batin yang memiliki berbagai dimensi. Sebagian
kalangan memandang kesucian jauh melebihi hijab. Karena mereka berkeyakinan,
salah satu faktor penyebab munculnya krisis moral dan sosial, karena telah
diabaikannya masalah hijab dan kesucian di tengah masyarakat. Filsosof Perancis
abad 18, Montesquieu menuturkan, "Dalam gerakan demokrasi, hilangnya
kesucian merupakan kesialan dan kerusakan terbesar yang bisa meruntuhkan
pondasi pemerintahan". Menjaga kesucian dan kehormatan memiliki posisi yang penting
dalam ajaran agama, dan tergolong sebagai keutamaan akhlak. Betapa banyak
ayat-ayat Al-Quran dan hadis-hadis nabi yang menegaskan pentingnya masalah
kesucian. Sebab tanpa itu, manusia bisa keluar dari alur keseimbangan. Kesucian
merupakan salah satu faktor yang efektif untuk mengendalikan syahwat dan hawa
nafsu. Terkait hal ini, ustad syahid Mutahhari, menyatakan: "Kesucian dan
kehormatan, merupakan kondisi jiwa. Saat daya syahwat tak lagi berkutik
lantaran dikendalikan sepenuhnya oleh akal dan iman. Kesucian merupakan suatu kondisi jiwa yang bisa mencegah
manusia dari dosa dan maksiat. Kondisi jiwa semacam ini tidak hanya teruntuk
bagi kaum perempuan semata, tapi juga bagi seluruh manusia. Kesucian merupakan
akhlak yang utama baik bagi perempuan maupun lelaki. Imam Ali as berkata:
"Kesucian adalah sifat yang terbaik dan sumber kebaikan. Derajad orang
yang suci seperti halnya derajad dan posisi orang yang syahid di jalan
Allah". Kitab suci Al-Quran menyifatkan nilai kesucian ini, bukan
hanya untuk kaum perempuan semata, tapi juga bagi kaum laki-laki. Suatu ketika,
nabi Yusuf as dihadapkan dengan gejolak hawa nafsu seorang wanita. Namun dengan
bantuan ilahi dan kesucian jiwa, nabi Yusuf pun akhirnya mampu menundukkan
hasrat sang wanita, sehingga nabi beliaupun berhasil mencapai derajad yang
sempurna. Begitu juga dengan bunda Mariam. Beliau adalah salah seorang
perempuan paling utama karena berhasil menjaga kesucian dirinya. Beliau adalah
perempuan yang berhasil menunjukkan bahwa perempuan suci adalah perempuan yang
selalu menjaga diri kesucian dirinya di mana pun berada.] Kesucian tidak hanya terbatas dengan memakai hijab dan
pakaian yang tertutup, tapi juga menjelma dalam pikiran, panglihatan,
perhiasan, ucapan, dan tindakan. Islam selalu berpesan untuk menjaga
penglihatan kita. Imam Ali as, "Mata adalah pemandu hati". Allah swt
dalam firmannya dalam surat An-Nur ayat 30 dan 31 terkait masalah hijab,
berpesan kepada lelaki dan perempuan agar menjauhkan matanya melihat hal-hal
yang diharamkan. Imam Shadiq as berkata: "Pandangan yang haram laksana
anak panah beracun dari setan. Barang siapa yang bisa menghindar darinya karena
Allah, maka Allah akan memeberinya iman yang bisa dirasakan nikmatnya". Perempuan dalam masyarakat yang terbiasa dengan budaya
syahwat, hanya dipandang sebagai komoditas semata yang harus dipamerkan untuk
publik. Dalam situasi masyarakat semacam itu, setiap perempuan saling bersaing
untuk menarik perhatian laki-laki. Mereka rela membayar berapapun harganya
hanya untuk menghias dan menampilkan dirinya secantik mungkin. Bahkan mereka
sudi untuk melakukan operasi kecantikan demi menarik perhatian lelaki. Terkait
hal ini, penulis asal AS, Helen Baker, menyatakan: "Dalam masyarakat AS,
kosmetika merupakan keperluan primer bagi perempuan yang lebih tua dan memiliki
penampilan yang kurang menarik. Mereka mesti bersaing dengan perempuan yang
lebih muda dan lebib mempesona. Jika tak mampu membayar biaya kecantikan,
mereka pun terpaksa harus bergabung dengan peremupuan tak laku yang tak lagi
berhasrat meneruskan hidupnya." Salah satu dimensi lain kesucian adalah suci dalam berhias
diri. Kecendrungan manusia kepada keindahan, adalah salah satu naluri fitri
manusia. Islam sebagai ajaran untuk mencapai kebahagiaan, senantiasa memberi
perhatian khusus terhadap masalah kebersihan dan keindahan. Imam Shadiq as berkata:
"Ketika Tuhan memberikan nikmat pada hambanya, Dia suka melihat
pengaruhnya, karena Tuhan itu indah dan mencintai keindahan". Memakai pakaian yang indah dan berpenampilan yang menarik
saat bersosial di lingkungan keluarga dan masyarakat, merupakan salah satu
etika Islam. Namun, berhias diri semacam apa yang diperbolehkan oleh Islam,
merupakan perkara yang amat penting. Dalam pandangan Islam, kaum perempuan
dianjurkan untuk berhias diri di hadapan suaminya, dan memadukannya dengan
kasih sayang di lingkungan keluarga. Namun mereka dilarang untuk memamerkan
kecantikannya di lingkungan umum dan kepada mereka yang bukan muhrimnya.
Pasalnya, selain bisa menyebabkan lelaki lain menjadi tergoda, memamerkan
kecantikan perempuan secara bebas, bisa menciptakan krisis moral di tengah
masyarakat. Suci dalam ucapan dan tindakan adalah dimensi lain kesucian.
Al-Quranul-Karim, mengajarkan kepada kita cara berbicara yang santun. Ucapan
yang suci adalah penuturan yang santun dan suci dari segi cara tuturnya. Nada
berbicara harus sedemikian rupa dilantunkan secara etis. Tentu saja, perempuan
yang berbicara dengan nada menggoda, bisa manarik naluri lelaki. Karena itu,
kaum perempuan harus lebih memperhatikan cara bicaranya dengan yang lain. Allah
swt dalam surat Al-Ahzab, ayat 32 berfirman: "Hai istri-istri Nabi, kamu
sekalian tidaklah seperti wanita yang lain, jika kamu bertakwa. Maka janganlah
kamu tunduk dalam berbicara sehingga berkeinginanlah orang yang ada penyakit
dalam hatinya, dan ucapkanlah perkataan yang baik!". Kendati ayat tersebut berbicara kepada istri-istri nabi,
namun sejatinya hal itu berlaku pula bagi setiap perempuan. Sebaikanya, jika
kaum perempuan berbicara, hindarilah penggunaan nada berbicara yang menggoda.
Ucapan buruk dan tak sopan, muncul karena diabaikannya etika berbicara.
Menyangkut hal ini, Rasulullah saw bersabda: "Tuhan mengharamkan surga
bagi manusia yang berlidah buruk yang tak peduli dengan apa yang dikata dan apa
yang didengar." Akal adalah anugrah ilahi yang paling berharga bagi umat
manusia. Karena itu, pikiran dan akal kita harus suci pula. Biasanya, manusia
berpikir dahulu sebelum bertindak. Karena itu, kesucian batin dan suci dalam
berpikir, akan melahirkan tindakan yang suci pula. Sebaliknya pikiran yang
kotor akan membuahkan tindakan dan ucapan yang kotor pula. Imam Ali as berkata:
"Barang siapa yang berakal, tentu akan menjaga kesucian dirinya".
Menjaga pikiran agar tetap suci akan menjauhkan kita dari godaan setan, dan
membuat jiwa kita menjadi suci pula. Secara umum, tak adanya ruang pemisah antara lelaki dan
perempuan, bisa menyulut terjadinya pergaulan bebas dan krisis moral. Menurut
laporan yang diterbitkan beberapa waktu lalu oleh Institut Nasional untuk
Keadilan (NIJ) AS dan Biro Statistik Keadilan (BJS) AS mengenai aksi kekerasan
seksual terhadap perempuan, disebutkan, "Setiap seribu mahasiswi di
universitas AS, tiap semester terjadi 35 kasus kekerasan seksual terhadap
mereka." Menjaga dan memperhatikan masalah kesucian di lingkungan
masyarakat, termasuk di lingkungan belajar dan kerja, merupakan potensi untuk
menciptakan kesehatan psikologis, masyarakat yang suci, dan kemajuan kaum
perempuan dan lelaki. |