Penyimpangan Sosial: Apa Tugas Orang Tua di Hadapan Anak?Emi Nur Hayati Ma’sum Sa’idDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Emi Nur Hayati Ma’sum Sa’id
Akibat kemajuan teknologi, dunia menjadi sebuah kampung
kecil yang mudah dijangkau oleh siapapun. Manusia tanpa harus keluar dari
rumah, ia bisa melakukan komunikasi dengan yang lainnya secara langsung.
Kendati kemajuan ilmu pengetahuan memberikan faedah, namun ia juga
mengakibatkan pelbagai pengaruh negatif. Karena itu yang terpenting adalah
bagaimana kita harus menggunakannya dengan baik sehingga bisa mencegah efek samping
yang ditimbulkannya. Pembongkaran ulang makna kebebasan dan nilai kemanusiaan
adalah salah satu dari sekian hal yang menjadi sasaran untuk menghancurkan
kehidupan sosial masyarakat muslim. Dengan segala kekuatan, ada saja pihak yang
hendak berupaya menghapus identitas Islam para remaja muslim. Salah satu alat yang bisa digunakan untuk menghancurkan jati
diri dan kesucian serta kemuliaan para remaja muslim adalah parabola dan
internet, yang telah menjalar ke negara-negara yang penduduknya mayoritas
muslim sehingga imbasnya pun tampak begitu jelas. Sebagian dari mereka telah
kehilangan identitas Kebangsaan dan keagamaannya, serta memunculkan beragam
bentuk penyimpangan sosial di tengah masyarakat muslim. Sebelum kita memasuki bahasan penyimpangan sosial, untuk
memperjelas mukadimah bahasan perlu kita tilik terlebih dahulu makna dan posisi
kebudayaan sehingga kita bisa kenali sekian penyimpangan sosial yang ada dalam
kehidupan masyarakat. Kebudayaan memiliki pengertian yang bermacam-macam akan
tetapi yang menjadi perhatian penulis di sini adalah kebudayaan yang berartikan
sehimpun kepercayaan, wawasan-wawasan, nilai-nilai, etika dan tradisi tata
susila serta pemikiran-pemikiran yang sudah diakui dan menguasai masyarakat. Ayatullah Sayyid Ali Khamenei dalam ucapannya, ‘Kebudayaan
setiap masyarakat dan bangsa serta setiap revolusi bersumber dari sekian hasil
karya pemikiran dalam masyarakat yang meliputi pengetahuan, norma,
tradisi-tradisi dan sebaginya. Bisa dikatakan secara keseluruhan bahwa
pemikiran yang menguasai sebuah masyarakat adalah pemikiran yang muncul dari
masyarakat itu sendiri atau didapatkan dari luar masyarakat itu’.[1] Berdasarkan definisi ini kebudayaan Islam bisa diartikan
sebagai proses pemikiran, kepercayaan, wawasan, nilai-nilai dan norma, etika,
serta tradisi-tradisi dan pengetahuan yang bersumber dari wahyu Ilahi dan sunah
Rasulullah saw serta para Imam maksum as.[2] Dasar yang paling penting dari sebuah masyarakat adalah
kebudayaan masyarakat itu. Karena kebudayaanlah yang menentukan segenap aspek
politik, sosial, legalitas dan moralitas masyarakat; dan aspek-aspek tersebut
muncul dari kebudayaan masyarakat itu sendiri. Berdasarkan pemikiran Islam,
kebudayaan adalah ruhnya peradaban. Peradaban tidak lain adalah kulitnya
kebudayaan. Perubahan dan pergantian serta munculnya peradaban bergantung pada
kebudayaan atau hasil dari perubahan dan munculnya kebudayaan. Inilah kedudukan
kebudayaan. Dari sini jelas bahwa penyimpangan sosial bisa dipengertikan
sebagai lawan dari proses pemikiran, keyakinan, wawasan, nilai-nilai dan norma,
tradisi dan moral serta pengetahuan-pengetahuan yang bersumber dari limpahan
wahyu ilahi dan sunah Nabi saw dan para Imam maksum as. Pengaruh penyimpangan sosial Penyebaran model pakaian yang tidak sopan dan bertentangan
dengan aturan-aturan Islam serta paras yang mencolok, pemutaran film-film
amoral melalui chanel-chanel tv dan internet, serta penyebaran kaset-kaset dan
cd-cd hiburan yang tidak mendidik. Pencetakan buku-buku, majalah, dan novel
yang bertentangan dengan etika dan membakar nafsu seks para remaja. Pengadaan
konser musik antara remaja putra dan putri memiliki akibat buruk yang melanda
para remaja dalam masyarakat. Khususnya remaja yang sedang mengalami usia
sensitif yaitu masa puber di mana mereka sangat mudah terpengaruh dan banyak
lagi beragam fenomena penyimpangan sosial lainnya. Hal yang demikian itu akan
memunculkan pelbagai pengaruh dan akibat seperti: 1. Ketidakstabilan rumah tangga. Adanya penyimpangan sosial seperti tidak terjaganya hubungan
antara kaum perempuan dan kaum laki-laki di kantor-kantor dan perusahaan serta
tidak adanya penjagaan dalam berpakaian di mana para wanita dengan gaya pakaian
dan parasnya yang menggoda, hal ini selain tidak akan menjadikan hubungan
keluarga harmonis bahkan merusak hubungan hangat anggota keluarga. Antara suami
istri yang seharusnya mereka harus saling mempercayai, mereka tidak lagi
memiliki kepercayaan dengan pasangannya. Ketika kepercayaan di antara mereka
sudah tidak ada lagi maka keakraban dan kehangatan pun tidak akan terlihat
lagi. Dan yang terpenting adalah kondisi semacam ini tidak hanya akan
menghancurkan kehidupan duniawi seseorang tapi juga kehidupan ukhrawinya. 2. Kejahatan seksual. Tentu kita semua menyaksikan pelbagai fenomena yang
diakibatkan oleh penyimpangan sosial, di antaranya adalah munculnya pelbagai
kebejatan seksual yang terjadi di masyarakat kita. Kiranya, saya tidak perlu
lagi memberikan contohnya. 3. Merajalelanya kejahatan dan pembunuhan. Kesenjangan sosial yang ada dalam kehidupan masyarakat di
mana sebagian kelompok hidup dalam kemewahan dan kelompok lainnya dalam
kekurangan dan kemiskinan, dan yang kaya pun tidak memikirkan mereka yang papa.
Kesenjangan sosial semacam ini mengakibatkan munculnya rasa cemburu di kalangan
kaum miskin terhadap orang-orang kaya yang pada akhirnya timbullah pelampiasan
rasa dendam mereka untuk berani mencuri dan membunuh sekalipun. Di sisi lain,
penyiaran film-film yang menghambur-hamburkan kekerasan dan amat bertentangan
dengan moral adalah salah satu faktor penting yang menyebabkan maraknya
kriminalitas dan pembunuhan di tengah masyarakat. 4. Kebejatan moral. Yang patut disayangkan
adalah apabila para remaja muslim sudah terseret pada kebejatan moral dan tidak
mampu mengendalikan dirinya. Jika seseorang sudah terseret pada kebejatan moral
dan tidak mampu mengendalikan dirinya maka ia akan kehilangan nilai-nilai
spiritual dan religius. Inilah yang sudah direncanakan oleh agen-agen tertentu
berdasar rencana yang matang guna menghancurkan remaja Islam. Ketika generasi
muda sebuah negara sudah kehilangan nilai-nilai spiritual maka negara itu akan
mudah untuk dijajah. 5. Perusakan akidah dan keyakinan. Ideologi manusia memiliki peran langsung dalam perilaku dan
amalannya. Poin penting yang menjadi perhatian di sini adalah bahwa perilaku
manusia memiliki pengaruh timbal balik terhadap akidah dan keyakinannya yakni
sebagaimana akidah yang rusak ia akan menghasilkan perilaku yang rusak,
perilaku yang buruk juga akan merusak akidah dan keyakinan manusia. Oleh karena
itu antara keduanya saling mempengaruhi. Dalam ayat al-Quran Allah swt
berfirman: Sekali-kali tidak demikian sebenarnya apa yang selalu mereka
usahakan itu menutup hati mereka’.[3] ‘Kemudian, akibat orang-orang yang mengerjakan kejahatan
adalah azab yang lebih buruk. Karena mereka mendustakan ayat-ayat Allah.[4] Ayat-ayat ini menunjukkan betapa perilaku-perilaku buruk
menyebabkan lemahnya iman dan bahkan berakhir dengan hilangnya iman. Contoh
jelasnya yang bisa kita saksikan adalah kelalaian dalam bertindak dan tidak
berpegang pada aturan Islam, tidak memakai pakaian yang sesuai dengan syariat,
maraknya pornografi dan pornoaksi. Naifnya, perilaku buruk semacam itu ternyata
dilakukan juga oleh sebagian remaja muslim. Tentu saja, hal ini akan
berpengaruh pada masalah-masalah lainnya yang pada akhirnya akan menyebabkan
seorang muslim kehilangan imannya.
Dengan demikian tasamuh dan tasahul (toleransi) yang
berlebih-lebihan dalam furuuddin menyebabkan rusaknya akidah apalagi jika
melakukan penyimpangan sebagaimana yang sudah kita sebutkan tadi. 6. Tidak kenal diri dan ikut-ikutan orang lain. Manusia-manusia yang tidak memiliki keimanan yang kuat ia
tidak akan mampu membentengi dirinya di hadapan pelbagai macam godaan duniawi.
Ia akan menerima segala apa yang ditawarkan, khususnya generasi muda dan para
remaja, karena mereka sedang dalam usia yang betul-betul sensitif dan lebih
mudah dipengaruhi, yang akibatnya akan menghilangkan jati diri mereka sehingga
mudah terbujuk dan terpengaruh pihak lain. Mereka bagaikan bangkai yang
mengikuti arus sungai. Sebaliknya bila mereka hidup maka mereka akan menghadang
arus yang sedang mengalir. Remaja-remaja yang kehilangan jati dirinya dan
mengikuti budaya amoral, sejatinya mereka tidak mengenal siapa dirinya. Imam
Ali bin Abi Thalib as Bersabda: ‘sesungguhnya hanya sedikit orang yang
menyamakan dirinya dengan sebuah kaum akan tetapi ia tidak terhitung seperti
mereka’.[6] Rasulullah saw bersabda: ‘barang siapa yang menyamakan dirinya
dengan sebuah kaum maka ia termasuk mereka’.[7] Peran Orang Tua Setelah kita mengkaji pengaruh penyimpangan sosial, muncul
pertanyaan baru ‘Apa tugas kedua orang tua di hadapan anak-anaknya?’ Mengingat
bahwa rumah adalah basis pertama bagi setiap manusia maka kedua orang tualah
yang memiliki tugas berat dalam mendidik anak-anaknya: 1. Kedua orang tua harus memenuhi hak-hak anak dalam
pendidikan agama. Agama dan akal menghukumi bahwa kedua orang tua bertanggung
jawab atas pendidikan anak-anaknya. Kedua orang tua harus berusaha mendidik
anaknya berdasarkan program yang baik sehingga mereka tidak tersesat dan
menjadi orang yang baik serta berguna bagi agamanya. Untuk sampai pada tujuan
ini orang tua memiliki tugas berat yang ada di pundaknya. Langkah pertama yang
harus dijalankan oleh kedua orang tua adalah menjaga kesehatan dan kebersihan
jasmani anak-anak, kemudian baru mendidik mereka mengenai prinsip-prinsip moral
dan akhlak. Kedua orang tua hendaknya mendidik anaknya sehingga mereka dalam
segala perilakunya berasaskan ajaran agama dan keimanan kepada Allah yang Esa.
Rasulullah saw bersabda: ‘setiap anak dilahirkan berdasarkan fitrah (beragama
Islam) kedua orang tuanyalah yang akan menjadikan dia Yahudi atau Nasrani’. [8] Dalam lingkungan sosial anak-anak akan menghadapi pelbagai
macam kesulitan dan ketidakstabilan sosial. Jelas, mereka akan menghadapi
pelbagai macam karakter manusia dengan adat istiadatnya yang berbeda-beda,
bahkan mereka akan juga menghadapi pelbagai macam penyimpangan sosial. Oleh
karenanya untuk menjaga mereka dari pelbagai penyelewengan, mereka memerlukan
ciri-ciri kejiwaan dan moralitas, dan ini adalah tugas kedua orang tua yang
harus menyiapkan fondasinya. 2. Kedua orang tua harus mewujudkan lingkungan keluarga yang
hangat dan menghadapi anak-anaknya dengan penuh kasih sayang. Para psikolog mengatakan bahwa salah satu faktor utama
kekacauan jiwa pada anak-anak adalah ketidakharmonisan keluarga dan
perselisihan rumah tangga. Oleh karenanya ketika anak mengalami kekacauan jiwa
ia akan melampiaskannya kepada penyimpangan sosial bahkan ia akan melakukan apa
saja. Sebaliknya jika lingkungan keluarga penuh dengan kasih sayang dan
keakraban anak akan mampu menjaga kestabilan jiwanya. Sebagaimana anak sejak
lahir membutuhkan makanan yang sehat ia juga membutuhkan makanan lain yaitu
ketenangan jiwa.[9] Anak-anak yang tidak mendapatkan ketenangan jiwa ia akan
mengalami kegelisahan, ia tidak percaya diri dan akan mencari tempat lain untuk
berlindung. Untuk mencegah hal tersebut kewajiban kedua orang tua adalah
menjaga lingkungan keluarga tetap hangat dan harmonis. Anak-anak membutuhkan
perlindungan dan kasih sayang kedua orang tuanya, lebih-lebih jika anak dalam
masa pertumbuhan (balig). Dalam masa yang cukup sensitif ini orang tua yang
berakal akan berperan sebagai teman akrab bagi anaknya dan dengan pengalaman
dan pikiran jangka panjangnya mereka menjaga si anak hingga jangan sampai
terjerumus ke dalam penyimpangan sosial. Jika hubungan antara ayah dan anak atas dasar ancaman dan
paksaan maka dengan berjalannya waktu hubungan keduanya akan merenggang.
Anak-anak yang hidup dalam kondisi tertekan dengan sendirinya mereka akan
mencari pelampiasan kepada orang lain bahkan mereka akan melarikan diri dari
rumahnya.[10] Maka kewajiban kedua orang tua di hadapan pelbagai macam
penyimpangan sosial adalah meneliti dengan baik faktor-faktor yang berperan
dalam menyebarluaskan serangan budaya negatif dan penyimpangan sosial, serta
menjelaskannya kepada anak-anak tentang beragam bentuk penyimpangan sosial.
Dengan pelbagai bentuk penyimpangan yang ada, orang tua bisa menjaga anaknya
dengan memperkuat rasa percaya diri dan kelayakan diri, serta kebanggaan
beragama dan nasionalisme, dan juga kebebasan dan kemandirian pada diri mereka
dengan cara menghormati dan menghargai mereka.[11] 3. Selain orang tua mengenalkan kepada anak-anak beragam
bentuk penyimpangan sosial, mereka juga harus dikenalkan akan nilai-nilai dan
tolok ukur kemasyarakatan sehingga ketika mereka menyaksikan tindakan-tindakan
yang tidak pantas dengan sendirinya mereka akan paham bahwa tindakan semacam
itu tidak sesuai dengan sistem nilai kemasyarakatan kemudian mereka pun akan
berupaya menjaga dirinya dari hal itu. Sikap yang dilakukan anak-anak ini menunjukkan akan bagusnya
pendidikan keluarga, karena keluarga adalah institusi awal satuan pendidikan
dan sosial yang bersistem konstan (terus menerus dan berkestabilan) dan ia
memiliki peran dasar dalam memenuhi kebutuhan hidup dan kejiwaan anak-anak
serta pembentukan pribadi mereka, karena benih kepribadian seseorang terbentuk
dalam lingkungan keluarga. Sekaitan dengan ini, Imam Ali as pernah bertutur
kepada Imam Hasan as, bahwa sesungguhnya hati pemuda bagaikan tanah kosong yang
tidak ada tanamannya, apa saja yang jatuh di dalamnya ia akan menerimanya, oleh
karena itu aku mengajarimu dengan adab sebelum hatimu keras.[12] 4. Membiasakan Anak-anak dengan Nilai-nilai Spiritual. Dalam teks-teks agama, iman merupakan inti kecenderungan
dalam mempertimbangkan agama, yang pada hakikatnya ia juga kunci pokok
kesalehan.[13] Sedang keluarga adalah tempat yang paling awal dalam membentuk
manusia. Keluargalah yang menetapkan iman sebagai timbangan dalam perjalanan
hidupnya sehingga akan memunculkan manusia-manusia yang beriman. Iman tampak
dalam tiga aspek dasar agama yaitu usuluddin, furuuddin, dan akhlak. Kembali
kepada peran kedua orang tua dalam menjaga anak-anak di hadapan penyelewengan
sosial, maka kedua orang tua, dituntut untuk bisa menjalankan ketiga aspek
dasar ini dalam kehidupan diri dan anak-anaknya, dan juga membiasakan anak-anak
dengan nilai-nilai spiritual. Tentunya nilai-nilai spiritual agama ini harus
dijalankan dalam lingkungan keluarga sesuai dengan tahap pertumbuhan mereka
seperti beramanat, kesucian, mengajak kepada kebaikan, menjaga hak-hak orang
lain, tingkah laku yang baik yang merupakan bagian dari akhlak norma sosial dan
norma pribadi seperti ketakwaan, menjaga diri, taubat, kemuliaan diri, dan
ikhlas serta hubungan manusia dengan Tuhannya seperti ma’rifat, keyakinan,
harapan, tawakal, ibadah, zikir, syukur, membaca dan memikirkan ayat-ayat
al-Quran, baik sangka kepada Allah dan hubungan manusia dengan akhirat seperti:
yakin akan kehidupan setelah mati, yakin dengan akibat perbuatan dan masalah
keluarga seperti menghormati dan menyayangi kedua orang tua, membentuk rumah
tangga, hubungan dengan famili dan sebaginya. Penyimpangan karena Struktur Keluarga dan Nilai-Nilai
Pendidikan[14] Sebelum pembahasan ini berakhir kita coba untuk mengkaji
penyimpangan yang terjadi karena unsur pendidikan yang ada dalam keluarga.
Karena penyimpangan yang terjadi bila penyebabnya adalah masalah sosial maka
bila kondisi budaya masyarakat sudah jauh dari nilai-nilai Islam yang pertama
kali harus dilakukan oleh kedua orang tua adalah menjaga anak-anaknya dalam
bingkai yang sudah kita sebutkan di atas. Sebab-sebab munculnya penyimpangan karena struktur keluarga
antara lain: 1. Kekerasan.
2. Memanjakan anak. Memanjakan anak khususnya anak tunggal membuat anak jadi
celaka. Anak yang terlalu dimanja ia tidak akan mandiri dan berharap orang lain
membantunya. 3. Usia orang tua. Orang tua yang sudah berusia lanjut tidak mampu melakukan
reaksi yang seharusnya dilakukan untuk anaknya dan mereka tidak bisa melakukan
tugasnya dengan baik sesuai dengan pendidikan anak, akhirnya mereka tidak bisa
menghasilkan anak yang bisa hidu dengan baik dan menghormati aturan dan
nilai-nilai sosial. 4. Keterbelakangan keluarga. Keluarga yang mandek dan mundur akan menghasilkan anak-anak
yang pesimis, tidak bermasyarakat dan pendosa. Keluarga yang tidak berjalan
sesuai dengan zamannya dan berharap anak-anaknya hidup dengan cara yang kuno
akan menghasilkan anak-anak yang jiwanya tidak cocok dengan masyarakat. Hobbes
mengatakan, ‘kebanyakan anak-anak yang kondisinya menderita dan gelisah adalah
anak-anak dari keluarga yang terpisah dan asing dari kehidupan sosial’. Menurut
Hobbes, ‘Anak dan keluarganya harus aktif dalam masalah-masalah sosial. 5. Yatim. Kematian ayah atau ibu akan membuat anak terlantar dan
terbelakang di sekolah dan di masyarakat serta kejahatan dan ketidakstabilan
jiwa. Anak yatim akan mendapatkan masalah baru dengan perpindahan rumah dan
perkawinan selanjutnya ayah atau ibu dan adanya ibu tiri atau ayah tiri. Sikap
ayah atau ibu tiri yang tidak baik terhadap anak kecil akan membuatnya kurang
kasih sayang dan pengeluyuran dan keganasan. Anak yang demikian ini tidak akan
mampu menerima teladan yang ada dalam lingkungannya dengan teratur. 6. Perceraian dan perselisihan keluarga. Perpecahan keluarga sangat berpengaruh dalam munculnya
perilaku anti masyarakat pada diri anak. Berdasarkan penelitian yang ada
kebanyakan anak-anak nakal adalah anak-anak yang orang tuanya cerai. 7. Absennya orang tua dari keluarga. Hadirnya orang tua dalam rumah tangga khususnya ibu memiliki
peran penting dalam pendidikan baik kasih sayang maupun kejiwaan anak. Tidak
adanya kehadiran salah satu kedua orang tua akan menimbulkan masalah pendidikan
dan kekacauan jiwa pada anak dan remaja. 8. Penyelewengan orang tua. Kejahatan kedua orang tua atau salah satu anggota keluarga
dan kebejatan akhlak mereka memiliki hubungan kuat dengan penyelewengan anak
dan remaja. Keluarga yang terjangkit penyakit kecanduan dan sebaginya tidak
saja tidak bisa mendidik anak dengan baik bahkan perbuatan mereka adalah
teladan untuk terseretnya anak ke dalam kejahatan macam-macam penyelewengan. 9. Hal buta huruf. Bila keluarga tidak
memiliki pengetahuan berkaitan dengan keperluan dan potensi serta kejiwaan anak
maka akan merugikan kepribadian dan keselamatan jiwa anak yang tidak bisa
diganti dan diperbaiki lagi. Maksud pengetahuan orang tua bukan hanya saja bisa
membaca dan menulis bahasanya sendiri akan tetapi rendahnya tingkat budaya dan
tidak mengetahui masalah-masalah ilmu dan pendidikan akan membangkitkan
kejahatan dan penyelewengan. 10. Tempat tahanan. Menahan anak atau remaja yang baru pertama kali melakukan
pelanggaran sosial akan membangkitkan dia untuk berbuat jahat karena pelajaran
yang diambil dari penjahat profesional. Oleh karena itu untuk menjaga
keselamatan dan pendidikan anak-anak yang demikian ini harus ada pakar-pakar
khusus yang menangani mereka sehingga tidak belajar dari para penjahat yang
sudah profesional. 11. Diskriminasi di antara anak-anak. Simpul kata, anak adalah amanat ilahi yang nantinya kedua
orang tua tidak akan bisa lepas dari pertanggungjawaban akan amanat yang
dipikulnya itu. Kedua orang tua berkewajiban menjaganya, baik dari sisi jasmani
maupun rohani dan anak-anak adalah tunas bangsa dan agama. Di samping itu,
dengan menyadari bahwa lingkungan keluarga adalah kelompok terkecil sebuah
masyarakat, maka kemajuan sebuah bangsa akan turut ditentukan oleh hadirnya
lingkungan keluarga yang baik pula. Jika setiap lingkungan terkecil itu rusak
maka rusaklah bangsa itu juga. Rujukan
|