Tadwin Al-HaditsDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Penerjemah: Dedy Jamaluddin
Malik
Semua mazhab dalam Islam sepakat akan pentingnya peranan
hadis dalam berbagai disiplin ajaran Islam – termasuk tafsir, fiqih (hukum),
dan akhlak (etika), dan seterusnya. Dewasa ini , sulit menemukan seorang
individu yang mengklaim bahwa Al-Quran sudah menjabarkan seluruh prinsip-umum
ajaran Islam berikut rinciannya tanpa bantuan Sunnah dan Hadis. Lagi pula,
banyak pernyataan yang gamblang dari Nabi, dan beberapa pernyataan Al-Quran
sendiri yang menunjukkan pentingnya petunjuk dan amalan Nabi. Karena pentingnya
Sunnah dan Hadis ini, sudah jelas, maka tak perlu bukti lagi. Maksud tulisan ini ialah hendak mengkaji bagaimana kumpulan
hadis yang ada mulai ditulis dan berapa lama diperlukan untuk menjadikannya
sebagai suatu laporan ucapan (qawl),
perilaku (fi’l), dan
persetujuan (taqrir) Nabi dalam bentuk tertulisnya. Tak
pelak lagi, masalah ini mempunyai pengaruh penting dalam menentukan otentitas
kumpulan hadis secara umum. Dalam kasus Al-Quran , kita tahu bahwa tidak ada tenggang
waktu antara turunnya wahyu dengan penulisannya. Jadi, tidak ada keraguan akan
keaslian Al-Quran, lantaran Nabi sudah menunjuk para pencatatnyasejak turunnya
wahyu pertama dan mereka ditugasi untuk menghimpun dan menuliskannya. Tetapi
praktek ini tidak diikuti dalam kasus hadis, yang mendapat perlakuan berbeda. Pentingnya hadis dan peranannya dalam berbagai masalah
politik dan sosial, menyebabkan berbagai kelompok memperlihatkan kepekaan
tertentu terhadapnya. Kepekaan ini berakibat pada tertundanya penulisan hadis,
meskipun ada perintah Nabi untuk melakukan penulisan dan penyebarluasan hadis.
Sayangnya, penundaan ini menciptakan kerumitan kepada generasi berikutnya dalam
hal penilaian hadis. Sungguhpun begitu, perlu ditunjukkan di sini bahwa keadaan
hadis Syi’ah berbeda dengan hadis Sunni. Perbedaan ini timbul karena orang
Syi’ah terdahulu bersiteguh untuk menuliskan hadis dengan suatu penekanan pada
keyakinannya atas kepemimpinan para Imam dan Ahl al-Bait yang kehadirannya
berlanjut hingga pertengahan abad ke-3 H/9M. Dengan demikian, hadis Syi’ah
tidak mengalami sejenis kelemahan yang berkaitan dengan penundaan penulisan
hadis.3) Disini kita akan meninjau secara singkat keterangan
berkenaan dengan masalah ini. Tetapi bagian terbesar penelaahan ini akan
membahas sejarah hadis tertulis dikalangan Ahl al-Sunnah. Sejarah tersebut
menunjukkan bahwa hadis ternyata tidak tertulis selama masa tertentu. Bahkan
tak cuma itu saja, untuk beberapa masa hadis dilarang untuk disampaikan. Selama
masa pealing kurang satu abad, hadis–hadis disampaikan lewat tradisi lisan.
Meskipun sebagian hadis ditulis selama abad ke-2/8, namun bagian terbesarnya baru
ditulis setelah masa yang cukup lama. Pertama-tama kita akan menyebut pandangan para Imam Syi’ah
yang menekankan pada penulisan hadis. Lalu kita akan membahas sejarah hadis
tertulis dikalangan Ahl al-Sunnah. Penelaahan semacam ini dapat berfungsi
sebagai petunjuk umum guna menilai asas-asas mazhab-mazhab Islam yang resmi dan
teradisional dan mengungkapkan mazhab yang memiliki dukungan tradisi penulisan
yang tak terputus. Yang terpenting dalam penelaahan semacam ini adalah
penilaian yang terinci tentang isnad(garis
periwayatan) dan matan (teks), yang merupakan suatu tugas
yang membutuhkan usaha penelitian mendalam, dan meskipun sejumlah karya telah
ditulis mengenai masalah tersebut, tetap masih terbuka kemungkinan bagi
penelitian lebih lanjut. Para
Imam Syi’ah dan Penulisan serta Penyampaian Hadis Dalam bagian ini, kami bermaksud membicarakan secara singkat
pandangan Syi’ah mengenai hadis sejak permulaan. Nanti akan terlihat bahwa
pandangan Syi’ah akan berbeda, atau bahkan bertentangan, dengan pandangan lainnya.
Para Imam Syi’ah memerintahkan penulisan hadis pada saat tokoh ulama Sunni
ternama, yaitu menjelang abad 3/9, enggan menuliskan hadis. Dan kalaupun mereka
menuliskannya, maka hal itu hanya untuk membantu hapalan saja. Barulah setelah
penulisan itu menjadi merata, mereka pun mulai melakukan usaha penulisan hadis
dengan melanggar tradisi yang dirawikan oleh mereka sendiri yang melarang
penulisan hadis. ‘Alba ibn Al-‘Ahmar meriwayatkan bahwa suatu ketika Ali ibn
Abi Thalib dalam khutbahnya yang disampaikan dari mimbar menyatakan:
"Siapa yang membeli pengetahuan dengan sedirham?" Al-Harits ibn
Al-A’war membeli kertas seharga satu dirham lalu datang ke pada Ali dan menulis
sejumlah besar pengetahuan di kertas tersebut. Tradisi ini menunjukan penekanan
Imam tentang penulisan. Al-Hasan ibn Ali diriwayatkan pernah menasehati putranya
sebagai berikut: Sekarang kamu putra ummat yang akan menjadi pemukanya di
masa depan. Pelajarilah ilmu; dan siapapun di antara kamu yang tak sanggup
menghapal ilmu (yaitu hadis), catalah dan peliharalah hadis itu di rumahmu.5) Diriwayatkan bahwa Hujr ibn Adi, salah seorang di antara
sahabat Nabi saw. dan Ali menuliskan hadis Ali dalam sebuah buku dan ia akan
merujuk pada buku tersebut kapan pun ia butuhkan sebagi petunjuk dalam
hubungannya dengan masalah tertentu. Contoh-contoh ini mengetengahkan betapa
pentingnya penulisan hadis dalam pandangan Ali, para putra dan sahabatnya.
Berikut ini dua contoh yang menunjukkan pentingnya apa yang dilakukan oleh Ali
terhadap hadis dan pemeliharaannya. ‘Umar ibn ‘Ali meriwayatkan bahwa seseorang bertanya kepada
Ali bagaimana ia mampu meriwayatkan lebih banyak hadis Nabi jika dibandingkan
dengan para sahabat lainnya. Ali menjawab:"Ini karena setiap aku bertanya,
Nabi saw. selalu menjawabnya. Dan jika aku diam, ia sendiri yang akan mulai
berpidato." ‘Ali ibn Hawshab meriwayatkan dari Makhul, seorang alim dari
Syiria bahwa Nabi Suci saw. membaca ayat: "Dan agar diterimanya melalui
telinga yang suka menerimanya." (QS
69 : 12). Lalu beliau berkata kepada Ali:"Aku memohon kepada Allah agar
telinga demikian itu merupakan telingamu." Dan kemudian Ali
berkata:"Aku tak akan pernah melupakan hadis atau apapun yang kudengar
dari Nabi saw." ‘Umar ibn Al-Harits berkata: Suatu saat Ali menengadahkan wajahnya ke langit, lalu
menundukkannya seraya berkata:’Allah dan Rasulnya telah mengatakan kebenaran.
‘Apakah itu?’ tanya sekelompok orang yang ingin mengetahuinya. Imam lalu
berkata:’Aku adalah prajurit, dan perang mengandung tipuan. Tapi seandainya aku
jatuh dari langit, lalu dicengkeram oleh burung, maka itu lebih aku senangi
dari pada menisbahkan suatu kepalsuan atau kebohongan kepada Rasul Allah.
Karena itu, laksanakan apapun yang kamu dengar dariku. Berbagai pernyataan tentang penulisan hadis juga
diriwayatkan dari para Imam yang lain.Al-Imam ash-Shadiq berkata :"Tulis
dan sebarkan ilmumu di antara saudaramu. Jika kamu mati, maka anak –anakmu akan
mewarisi kitab –kitabmu.kelak,akan tibasuatu masa yang didalamnya terjadi
kekaacuan dan orang-oraang tk lagi memiliki sahabat yang melindungi dan tak ada
penolong kecuali buku-buku. Imam Al-shadiq juga telah menyatakan:peliharalah
buku –bukumu,karena suatu saat kalian akan membutuhkannya."juga beliau
diriwayatkan telah berkata bahwa kekuatan jiwa dan ingatan bergantung pada
tulisan. Abu Basir meriwayatkan bahwa Imam Al shadiq berkata
kepadnya:"Sejumlah orang yang datang dari basrah bertanya kepadaku tentang
beberapa hadits, lalu menuliskannya.kenapa anda tidak menuliskannya
juga?kemudian menambahkan:kethuilah bahwa anda tidak akan menjaga hadis tanpa
menuliskannya."Sejumlah tradusi besar menunjukkan bahwa para Imam
mempunyai buku buku dan tulisan tulisan yang mereka warisi dari para
leluhurnya. Dalam tradisi lain, diriwayatkan bahwa Ali pernah membuat
pernyataan "ikatlah ilmu"(lewat penulisan), yang diulangnya sampai
dua kali. Telah diriwayatkandari jabir bahwaAbu Hanifah memanggil Imam
Al-Shadiq dengan kutubi(kutu buku ),sehubungan dengan kepercayaannya kepada
buku- buku,dan Imam bangga dengan julukan itu. Diriwayyatkanjuga bahwa Imam Al-Muhammad ibn Ali Al-baqir
mencatat suatu hadis Nabi yang dirawikan oleh jabir ibn Abdullah Al-Anshari.
Meskipun pernyataan ini agaknya keliru,sebab jabir wafat ketika Imam berusaha
lima tahun,tapi mungkin saja bahwa tradisi tersebut telah menulis melalui
perantara. Syi’ah
dan Penulisan Hadis Karena tradisi penulisan hadis sudah ada di kalangan Syi’ah
sejak permulaan, maka mereka pelopor tradisi tertulis dalam hadis dan fikih.
Dr. Syawqi Dayf menulis: Perhatian Syi’ah terhadap penulisan fikih sangatlah kuat.
Alasan dibaliknya adalah keyakinannya terhadap Imam mereka, bahwa mereka adalah
pembimbing (hadi) dan yang diberi petunjuk oleh Tuhan (mahdi) dan seluruh fatwanya bersifat
mengikat. Karena itu, mereka memberikan perhatian kepada fatwa dan keputusan
Ali. Dengan alasan inilah, kompilasi pertama dilakukan di kalangan Syi’ah oleh
Sulayman ibn Qays Al-Hilali, seorang yang hidup sezaman dengan Al-Hajjaj. Allamah Sayyid Syarif Al-Din menulis: "Imam Ali dan para pengikutnya menaruh perhatian
terhadap masalah ini sejak awal. Hal pertama yang diperintahkan oleh Ali adalah
menulis Al-Quran secara utuh yang dilakukannya setelah wafatnya Nabi, sesuai
urutan kronologis turunnya wahyu. Dalam penulisan itu, dia pun menunjukkan
ayat-ayat yangamm atau khashsh, mutlaq atau muqayyad,
muhkam atau mutasyabih.Setelah proses
kompilasi itu, dia mulai menghimpun sebuah buku untuk Fatimah. Setelah itu, dia
menulis buku yang kemudian dikenal sebagai Shahifah. Ibn Sa’ad telah mengisahkan dalam
sebuah musnad dari Ali di akhir karyanya yang terkenal Al-Jami. Pengarang Syi’ah yang
lain ialah Abu Rafi, yang menghimpun sebuah karya yang disebut kitab Al-Sunan
wa Al-Ahkam wa Al-Qatada." Almarhum Sayyid Hasan Al-Shadr menulis bahwa Abu Rafi, maula
dari Nabi, adalah orang pertama dari kaum Syi’ah yang menyusun buku. Al-Najasi
dalam Fihrist –nya, menyebutkan bahwa Abu Rafi adalah
salah seorang generasi pertama diantara pengarang Syi’ah. Sebagai Syi’ah Ali,
Abu Rafi ikut serta dalam peperangan Ali dan mengepalai Bait Al-Mal di Kufah.
Karyanya, Al-Sunan, yang dimulai dengan bab tentang shalat, diikuti oleh bab
tentang puasa, haji, zakat dan penilaian hukum yang diriwayatkan oleh Muhammad
ibn Ubayd Allah ibn Abi Rafi, dari bapaknya yang diriwayatkan dari ayahnya, Abu
Rafi, dari Ali. Di kufah, buku ini diceritakan pada zaman Al-Najashi oleh Zaid
ibn Muhammad ibn Ja’far ibn Al-Mubarak Ali ibn Abi Rafi, putranya Abu Rafi, seorang tabi’it dan
Syi’ah yang terkenal, juga telah menyusun sebuah buku yang berisikan bab-bab
tentang berbagai tema hukum, seperti wudhu’, shalat, dan sebagainya. Sepert telahdisebutkan di atas , abu Hanifah memanggil Imam
Ash-Shadiq dengan julukan ‘kutubi"(ucapan dari dia adalah "innahu
kutubi"), dan ini merupakan suatu karakter yang membedankannya dari
yanglkaihn. Ketika mendengar hal itu, dia tertawa dan berkata: "Yang benar
adalah perkataannya bahwa aku adalah seorang suhufi:
karena saya telah membaca menunjukkan bahwa Imam memiliki 1). Meskipun dapat
kita lihat beberapa cendekiawan Muslim Mesir menyatakan bahwa pada masa ini,
seharusnya, slogan kita sekali lagi adalah "Cukup bagi kita Kitab
Allah". 2). Sebagai contoh,
ayat berikut ini:Sesungguhnya pada diri Rasulullah itu ada suri-tauladan
yang baik bagimu…………………………….(QS 33:21)………………….apapun yang diberikan Rasul
kepadamu, terimalah; dan apapun yang dilarangnya,tinggalkanlah………………..(QS
59:7)Dan tidaklah pantas bagi laki-laki yang Mukmin dan bagi perempuan yang
Mukmin, jika Allah danRasul-Nya telah menetapkan suatu ketetapan, bagi mereka
akan ada pilihan (yang lain) tentang Urusan mereka…………………….(QS 33:36) 3)Lihat buku berjudul Ukdzubat Tahrif Al-Qur’an bayna
Al-Syi’ah wa Al-Sunnah oleh
Rasul Ja’fariyan 4)Al-Tabaqat Al-
Kubra, vol. 6, hal. 168; Taqyid Al-‘Ilm, hal. 89,90; Kanz Al-‘Ummal,vol. 10, hal.
156; Rabi’Al-Abrar, vol. 3, hal. 294. 5)Bihar Al-Anwar,vol. 2, hal.152;Al-Taratib
Al-Dariyyah,vol. 2, hal. 246; Sunan
Al-Darimi, vol. 1, hal.130; ‘Illal
Al-Hadith,vol. 2, hal. 438; Taqyid
Al-‘Ilm, hal. 91; Jami’ Bayan Al-‘Ilm,vol.
1, hal. 99; Kanz Al-‘ummal, vol. 1, hal. 193; Rabi’Al-Abrar, vol. 3, hal. 326; Tarjumat Al-‘Imam al-Hasan
dlmTarikh Dimasyq, 6)Al-Tabaqat
Al-Kubra, vol. 6, hal. 220 7)Ansab Al-Ashraf, vol. 2, hal. 98; dan hadis no. 980 dari pembahasan
biografi Imam Ali dalam Tarikh
Dimasyq;Bihar Al-Anwarvol. 2. Hal. 230; Al-Fadha’il
oleh Ibn Hanbal, hadis No.
222. 8)Ansab Al-Asyraf, vol. 1 , hal. 121; Tarikh Dimasyq, vol. 38, hal. 202; Hilyat Al-Awliya,vol.. 1, hal.
67; Syawahid Al-Tanzil,hadis
No. 1009. 9)Ansab Al-Asyraf, vol. 2, hal. 145. 10)Bihar Al-Anwar,vol
2,hal.50,dari Kasyf Al-Mahajjah. 11)Bihar
Al-Anwar,vol.2,hal 152. 12)Bihar Al-Anwar,
vol. hal 153. 13)Untuk informasi
tentang hadis dalam hubungannya dengan masalah ini, lihat makatib AL-Rasul,vol.
1,hal71dan 89 olehAli Ahmad Miyanji. 14)Taqyid
Al-Ilm,hal.89. 15)Radwat
Aljannat,vol.8hal.169. 16)Taqyid Al-Ilm.
hal.104. 17)Tarikh Al-Adab
Al-Arabi,"Al-Asr Al-Islami",hal. 453, sementara pernyataan yang sama juga
dibuat oleh Mustafa ‘Abd Al –Razaq; lihat Tahmid
li-Tarikh al-Islamiyah, hal.
202, 203. 18)Al-Muraja’at, hal. 305,306, diterbitkan oleh
Al-A’lami, Beirut. 19)Ta’sis Al-Syi’ah
li-‘Ulum Al-Islam,hal. 280, diterbitkan oleh Al-A’lami, Beirut 20)Rijal Al-Najasi,hal. 3,4, diterbitkan
di Qum. |