Muhammad Menurut Pandangan Kitab Agama LainDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Ada anggapan di sebagian
non-Muslim bahwa Muhammad saw hanyalah seorang nabi yang diutus untuk bangsa
Arab saja. Sebagaimana Yesus (Isa as) yang diutus untuk Bani Israil, maka
demikian juga Nabi Muhammad diutus hanya untuk bangsa Arab. Pendapat lainnya
menilai bahwa Muhammad bukanlah seorang nabi melainkan orang yang melangkah di
jalan kenabian. Pandangan ini diyakini oleh Timothy dari Gereja Nestorian,
seperti yang diungkapkan Alwi Shahab dalam pengantar buku Muhammad & Isa
(Mizan: 1999). Timothy menyebutnya sebagai seorang yang berjalan di tapak para
nabi—walau tidak secara khusus mengakui Muhammad saw sebagai nabi. Dalam satu sisi anggapan
ini tentu baik. Sebab, kita sadar bahwa jika seorang pemeluk Kristen mengakui
Muhammad sebagai nabi yang diutus untuk segenap manusia, niscaya pengakuan
semacam ini akan merontokkan fondasi keyakinan Kristen yang dianutnya.
Belakangan muncul kajian-kajian atas tradisi agama lain seperti Kristen, Hindu
dan Budha yang banyak mengungkapkan nubuat-nubuat seputar kelahiran dan
kemunculan Nabi saw berikut karakter pribadinya. Umpamanya, melalui telaah
mendalam atas Yesaya 42 dari tradisi Kristen didapatkan bahwa sosok yang
diceritakan dalam pasal itu mengisyaratkan kepada Nabi Muhammad saw. Demikian
pula dalam tradisi Hindu dan Budha. Dijumpai dalam kitab-kitab mereka akan
adanya utusan akhir zaman yang akan menyelamatkan manusia. Secara sepintas di
bawah ini akan disajikan—meski selintas—nubuat dari tiga tradisi itu. Tradisi
Kristen Lihat, itu hamba-Ku yang
Kupegang, orang pilihan-Ku, yang kepadanya Aku berkenan. Aku telah menaruh
Roh-Ku ke atasnya, supaya ia menyatakan hukum kepada bangsa-bangsa. (Yesaya 42:
1) Dalam ayat ini, jika kita menganggap “orang pilihan-Ku” sebagai kata benda
maka pilihan-Ku = pilihan Tuhan = Mushthafa (dalam bahasa Arab), yakni nama
nabi kita Muhammad saw. Semua nabi setelah Ya’qub as yang disebutkan dalam
Injil diutus untuk bangsa Israel bukan semua bangsa. Ini termasuk Yesus (Isa)
(lihat Matius15: 21-26, Matius 10: 5-6 dan banyak lagi). Adapun Isa as tidak
cukup lama tinggal di bumi untuk melakukan misinya. Namun Muhammad saw diutus
untuk semua bangsa dan membawa pesan dan keputusan kepada bangsa-bangsa.
Selanjutnya dalam Yesaya 42: 2 dikatakan: “Ia tidak akan berteriak
atau menyaringkan suara atau memperdengarkan suaranya di jalan.” Kata “tidak menangis”
diartikan sebagai “tidak mengeluh terhadap tugas yang Aku embankan
kepadanya”.Sekarang jika Anda membaca Injil Matius 26: 39-42, kita tidak bisa
mengatakan bahwa Isa as tidak pernah mengeluh. Artinya, ayat ini tidak cocok
diterapkan kepada Isa as. Namun jika Anda membaca sejarah kehidupan Muhammad
saw, kita tidak bisa mendapatkan bahkan satu kalimat keluhan yang keluar dari
lisan suci Nabi Muhammad saw tentang misi yang dipikulkan oleh Allah Yang
Mahakuasa. “Ia sendiri tidak akan menjadi pudar dan tidak
akan patah terkulai, sampai ia menegakkan hukum di bumi; segala pulau
mengharapkan pengajarannya.” (Yesaya 42: 4). Sejarah
menceritakan kepada kita bahwa Yesus (Isa as) tidak sampai merampungkan misinya
yang telah berlangsung selama tiga tahun. Pembaca bisa menemukan hal ini di
banyak tempat dalam Perjanjian Baru. Ia pun tidak bisa menegakkan hukum di muka
bumi, karena pengikutnya sedikit dan mereka punya sedikit iman (ini pun bisa
ditemukan di banyak tempat dalam Perjanjian Baru). Dan mereka “meninggalkannya dan
kabur”ketika
tentara Romawi menahan Yesus. Ia sendiri berkata, “Kerajaan-Ku bukan dari
dunia ini; jika kerajaan-Ku dari dunia ini, pasti hamba-hamba-Ku telah melawan,
supaya Aku jangan diserahkan kepada orang Yahudi, akan tetapi Kerajaan-Ku bukan
dari sini.” (Yohanes 18: 36). Sebaliknya, misi
Muham-mad saw berhasil dengan tegaknya sebuah negara dan mengatur dengan hukum
yang diberikan oleh Allah. Karena itu, ia menegakkan hukum di muka bumi, di
bumi Madinah al-Munawarrah. Dalam frase tersebut disebutkan bahwa Tuhan
menyebutkan “hukum-nya” dan ayat 9 menyebutkan “Nubuat-nubuat yang dahulu
sekarang sudah menjadi kenyataan”. Ini artinya ia (nabi baru) akan membawa
hukum baru. Tapi jika kita baca Injil, kita lihat bahwa Yesus berkata dalam
Matius 5:17:“Janganlah kamu menyangka bahwa Aku datang untuk meniadakan
hukum Taurat atau kitab para nabi. Aku datang bukan untuk meniadakannya,
melainkan untuk menggenapinya.” Jika kita baca lebih
jauh, kita paham bahwa Yesus tidak datang dengan hukum baru. Sementara Muhammad
saw datang dengan hukum baru. Kejelasan akan datangnya
Muhammad saw lebih terbaca lagi dalam Yesaya 42: 8 yang berbunyi: Aku ini
TUHAN, itulah nama-Ku; Aku tidak akan memberikan kemuliaan-Ku kepada yang lain
atau kemasyhuran-Ku kepada patung. Melihat konteks sejarahnya, kita lihat bahwa
perkataan Tuhan ditujukan kepada Muhammad saw dan bukan Isa as. Alasannya, Isa as datang
untuk bangsa Israel dan mereka tidak menyembah berhala. Adapun Muhammad saw
datang kepada kaum Arab yang menyembah berhala pada masa Jahiliah. Seterusnya,
Nabi Muhammad saw menghancurkan berhala. Jika kita membaca Yesaya 42: 17, hal
itu akan dipahami lebih jelas. “Baiklah mereka memberi penghormatan
kepada TUHAN, dan memberitakan pujian yang kepada-Nya di pulau-pulau.” (Yesaya 42: 12). Ayat
ini mengacu kepada lafaz azan sebagai panggilan shalat. Makna azan mengandung
puji-pujian kepada TUHAN. Ayat ini secara implisit merujuk kepada kandungan
azan Islam yang memuat nama Allah dan Nabi Muhammad saw. Sebagaimana terlihat,
azan bergaung di mana-mana menyerukan nama Allah dan Rasul-Nya yang tiada
keturunan Ibrahim as dari jalur Ismail as. Nabi Isa as sendiri keturunan Ishak
(Rujuk Kejadian 25: 13-16) Jelaslah, ayat ini (ayat 11) tidak sedang
membincangkan Isa as melainkan Muhammad saw. Jika Anda melihat ritual
Muslim (khususnya haji), Anda akan melihat kota-kota tersebut (Makkah dan
Madinah) menyaringkan suara mereka (azan) dan orang-orang menyeru dan memuji
Allah dari puncak gunung, khususnya Bukit Arafah. Tentang azan sendiri, Anda
bisa melihat bahwa di setiap negeri Muslim, orang-orang diseru untuk shalat
melalui panggilan azan yang mirip nyanyian. Bahkan jauh dari kota, Anda bisa
mendengar azan ini. Makna azan itu sendiri adalah: Allah Mahabesar, Aku
bersaksi tiada Tuhan selain Allah, Aku bersaksi Muhammad adalah utusan Allah,
Dan seterusnya. Tradisi
Budha Dalam tradisi Budha,
pemimpinnya sendiri Sidharta Gautama telah meramalkan kedatangan seorang
manusia yang diberi wahyu. Dalam Doktrin Budha (The Gospel of Buddha) oleh
Caras (hal.217-8) tercantum bahwa Budha agung yang akan datang ke dunia ini
dikenal sebagai “Maitreya”. Cakkavatti-Sihanada Suttana memberinya nama
“Meteyya”. Kedua kata ini bermakna “pemberi rahmat”. Dengan merujuk kepada
sejarah kehidupan Muhammad saw, kentara sekali beliau adalah orang sangat
penyayang dan al-Quran juga menyebut-nyebut fakta ini. Ada sejumlah kesamaan
lebih jauh, seperti yang terbaca dalam kitab suci kaum Budha: “Para pengikutnya
(Maitreya) berjumlah ribuan orang, sementara jumlah pengikutku ratusan orang.”
Faktanya, pengikut Nabi Muhammad saw berjumlah ribuan orang (sekarang tentunya
jutaan). Ada sejumlah kesamaan lain yang akan diuraikan di bawah. Dalam Doktrin Budha
(oleh Caras, hal.214), seorang Budha yang tercerahkan itu dilukiskan sebagai
memiliki kulit yang amat terang dan bahwa seorang Budha memperoleh “pandangan
yang luhur di malam hari”. Dalam kenyataan sejarah, Nabi saw acap melakukan
shalat malam (tahajjud) sebagai pantulan cintanya yang mendalam kepada Sang
Pencipta. Selama hayatnya, Nabi saw tidak pernah meninggalkan shalat malam.
Buahnya, beliau mendapatkan pandangan yang tajam untuk merekonstruksi peradaban
baru manusia, peradaban Islam. Dalam Si-Yu-Ki, jilid 1,
hal.229, tertulis bahwa “…tak satu kata pun yang mampu menguraikan kemuliaan
pribadi Maitreya.” Pembaca bisa merujuk sejarah Islam secara detail. Baik
Muslim maupun non-Muslim sepakat dalam menegaskan bahwa Muhammad saw sangatlah
rupawan dan menarik baik dari sisi lahiriah maupun batiniah. Ketegasan dan
kelembutan pribadi beliau memanifestasikan sifat-sifat Tuhannya. Inilah yang
menyulitkan pemaparan kemulian pribadi Nabi saw.. Dalam kitab dan jilid yang
sama, tercantum “…suara indah dari Bodhisatwa (Maitreya) begitu lembut, merdu,
sekaligus santun. Mereka yang mendengar tidak pernah merasa bosan dan puas.”
Nabi saw yang lahir dari kalangan Arab tentunya paham benar akan bahasa Arab.
Dan, bahasa Arab yang digunakan al-Quran luar biasa indahnya. Karena itu,
al-Quran Suci sendiri dinilai sebagai suatu karya kesusastraan khusus dengan
bobot tertinggi yang memberikan manfaat kepada kawan dan lawan. Kelembutan Nabi
saw dan keindahan bahasa al-Quran menjadikan setiap perkataan Nabi saw tidak
pernah dikenai rasa bosan dan letih untuk disimak. Seorang Budha mestilah
seorang manusia—bukan dewa. Sang Budha tersebut mesti memiliki lima karunia
khusus, yakni karunia harta kekayaan, karunia anak, karunia istri, karunia
kekuasaan (yakni kepemimpinan), dan karunia kehidupan dan pengikut. Sebagai
tambahan, Budha tersebut tidak punya guru, yakni tanpa menempuh suatu jenjang
pendidikan formal. Gautama juga menekankan bahwa Budha itu seorang yang
bersahaja yang mengatakan keselamatan itu hanya tergantung pada amal perbuatan
individu. Ciri-ciri di atas jelas
senapas dengan kehidupan Nabi Muhammad saw. Kita saksikan bahwa Nabi saw
seorang yang memiliki lima hal tadi. Nabi saw memiliki keturunan yang banyak
sampai sekarang. Di antaranya ada yang menjadi para pemimpin (imam) bagi kaum
Muslim. (Tentang keturunan yang banyak ini, baca Kejadian 12: 2, 3, 7 dan
Kejadian 16: 9-11, sewaktu membahas perjanjian antara Nabi Ibrahim (Kristiani;
Abraham) dan Tuhan. Akhirnya, Nabi saw sendiri tidak pernah belajar sama sekali
dari seorang guru pun. Ilmu yang beliau dapatkan murni dari Allah sebagai buah
perenungannya akan kenya-taan semesta ditambah kesucian jiwanya. Tradisi
Hindu Sebagaimana dalam dua tradisi
agama di atas, dalam kitab suci Hindu pun ditemukan hal yang sama mengenai
ciri-ciri yang mengarah kepada Nabi saw. Seorang profesor Hindu terkenal,
Vedaprakash Upadhyay, dalam bukunya yang menarik mengklaim bahwa deskripsi
“Avatar” yang terdapat pada kitab suci agama Hindu sejalan dengan pribadi Nabi
Muhammad saw. Baru-baru ini sebuah
buku yang menyingkap fakta tersebut telah diterbitkan. Buku itu menjadi topik
diskusi dan perbincangan di seluruh negeri. Penulis buku itu seorang Muslim. Ia
mungkin telah ditahan atau dibunuh. Boleh jadi semua salinan buku itu telah
dihilangkan. Buku itu bertajuk “Kalki Avatar”. Pundit Vedaprakash Upadhyay
adalah seorang Hindu Brahmana dari Bengali. Sarjana peneliti di Universitas
Allahabad—setelah bertahun-tahun melakukan riset—akhirnya menerbitkan bukunya. Keterangan dari Pundit
Vaid Parkash telah disiarkan di BICNews pada 8 Desember 1997 yang diterjemahkan
oleh Mir Abdul Majeed. Sebelumnya, pernah dimuat di The Message, edisi Oktober
1997. Tidak kurang 8 pundit besar mendukung dan merestui butir-butir argumennya
sebagai yang otentik. Menurut kepercayaan Hindu, dunia Hindu tengah menunggu
“Pemimpin dan Pembimbing”, yang bernama “Kalki Avatar”. Akan tetapi deskripsi
yang dicantumkan dalam kitab-kitab suci agama Hindu merujuk kepada Nabi
Muhammad saw dari Arab. Karena itu, umat Hindu di seluruh dunia semestinya
tidak menunggu lebih lama lagi kedatangan ‘Kalki Avatar’ dan harus menerima
Nabi Muhammad saw sebagai Kalki Avatar. Inilah fakta-fakta yang diuji dan
didukung oleh tidak kurang dari delapan pundit terkemuka. Apa yang dikatakan
penulis adalah bahwa umat Hindu—yang masih harap-harap cemas menunggu
kedatangan Kalki Avatar—agaknya menyerahkan diri mereka sendiri kepada
penderitaan yang tak kunjung usai. Padahal utusan agung tersebut telah datang
dan meninggalkan dunia ini 14 abad yang silam. Pengarang tersebut telah
mengajukan bukti-bukti kuat dari kitab Veda dan kitab suci Hindu lain untuk
mendukung klaimnya: Dalam kitab Purana, misalnya, disebutkan bahwa Kalki Avatar
merupakan utusan terakhir di dunia ini. Ia memberi petunjuk seluruh manusia.
Nabi Islam saw diutus bagi segenap manusia. Bukan untuk salah satu golongan.
Menurut prediksi agama Hindu, kelahiran Kalki Avatar akan terjadi di
Semenanjung (yang menurut agama Hindu kawasan Arab). Ini ramalan yang sesuai
dengan faktanya di mana Islam lahir di kawasan Arab. Masih dalam kitab-kitab
Hindu juga, nama ayah dan ibu Kalki Avatar masing-masing adalah Vishnubhagath
dan Sumaani. Jika kita menilik arti kedua nama tersebut, kita akan mendapatkan
kesimpulan yang menarik. Dalam kosakata Hindu, Vishnu artinya Allah dan Bhagath
artinya hamba. Kalau digabung berarti hamba Allah yang dalam bahasa Arab
berarti Abdullah. Ia adalah ayah Nabi saw. Sumaani artinya kedamaian atau
ketenteraman. Dalam bahasa Arab sepadan dengan kata Aminah (‘kedamaian’) yang
tiada lain adalah nama ibunda Nabi saw. Selanjutnya, dinyatakan dalam kitab
Veda, kelahiran Kalki Avatar akan terjadi di tengah klan keluarga bangsawan.
Jelas ini merujuk ke suku Quraisy di mana Nabi saw dilahirkan. Dalam kitab yang
sama, Tuhan akan mengajar Kalki Avatar melalui utusan (malaikat)-Nya di dalam
gua. Ini sesuai dengan riwayat kehidupan Nabi saw. Allah mengajar Nabi Muhammad
saw melalui malaikat Jibril, dalam suatu gua yang disebut Gua Hira. Tuhan pun
menyiapkan Kalki Avatar dengan bantuan-Nya. Ini secara jelas terbukti dalam
Perang Uhud. Semua hal itu menjadi
segelintir bukti yang mengisyaratkan universalitas pribadi Muhammad saw dan
agamanya: Islam. [] |