‘Asyura, Refleksi Sebuah KebangkitanDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 10 Muharram 61 Hijriah. Imam Husain bersama 72 pengikutnya —
termasuk di dalamnya anak-anak — syahid dibantai oleh sekitar 30.000 tentara
Yazid bin Muawiyyah di padang Karbala, Irak. Kepala Imam dan para syuhada
dipenggal dan diarak keliling kota. Peristiwa ini merupakan tragedi terbesar
sepanjang sejarah Islam. Masihkah relevan menyoal kesyahidan Imam Husain di padang
Karbala di abad yang serba instan ini? Ketika semua orang membincangkan
perdebatan antar budaya dan peradaban melalui dunia maya? Ketika semua kita
terjebak kedalam kesemuan hidup akibat alienasi budaya barat? Pada saat
hegemoni kehidupan yang semakin hipokrit di tengah jebakan hedonisme dan
kehausan kekuasaan? Atau cukupkah kita meratapi nasib ketertinggalan kita dan
mengadukannya kepada Sang Imam Agung itu? Jauh dari Karbala, tragedi kemanusiaan menjadi ritual rutin
di berbagai belahan bumi. Di Indonesia, atas nama suku, agama, ras dan
golongan, nyawa manusia tidak lebih mahal dari sebungkus nasi. Aceh, Ambon,
Sambas, Sampit, adalah sedikit saksi atas kebiadaban segelintir manusia atas
manusia. Lalu, di manakah kemanusiaan kita? Tersentuhkah kita dengan
derita-derita mereka? Sayyid Muhammad Husain Fadhlullah pernah berkata, “Mereka
yang tidak pernah tersentuh dengan tragedi Karbala, tidak akan pernah tersentuh
dengan tragedi kemanusiaan yang lain.” Tragedi Karbala menjadi ukuran.
Keperduliaan kita atas tragedi kemanusiaan, khususnya di bumi Nusntara ini akan
terukur dari keperduliaan kita pada Karbala. Benar kata sebuah hadis Imam,
“Sungguh kesyahidan Husain senantiasa membakar hati-hati orang-orang yang
beriman.” Di Karbala Imam Husain membawa pesan Islam Muhammadi, yakni
kemurnian Islam Muhammad Saw. Beliau menentang Islam Umawi, yakni Islam ala
Bani Umayyah yang mencampuradukkan antara haq dan batil. Bagi Husain agama
Islam tidak boleh dijadikan alat untuk kepentingan kalangan elite atau kelas
tertentu. Pesan suci Nabi tidak boleh dipelintir untuk kepentingan nafsu-nafsu
setan. Ajaran Allah tidak boleh dijual dengan harga yang murah. Manusia harus
menjatuhkan sebuah pilihan: “agama” Husain atau “agama” Yazid. Dalam logika Husain kita harus berani mengatakan TIDAK untuk
setiap kebatilan, apalagi kebatilan yang berimplikasi luas terhadap kehidupan
kemanusiaan. Tapi bagaimana? Awalnya harus dengan membangkitkan semangat misi
revolusi Ilahiah yang ada dalam hati dan akal pikiran kita. ‘Alî boleh hilang.
Demikian juga Abu Dzar, Hujr, al-Hurr dan sebagainya. Bahkan juga Pahlawan
Agung kita, Husain bin ‘Alî. Namun spirit ‘Alî dan Husain jangan pernah lenyap
dari jiwa kita. Biarkan semua itu menyala dan berkobar-kobar membakar seluruh
eksistensi kita, untuk kemudian memberikan nyawa kepada jutaan manusia lain
yang tertindas. Itulah syahadah Husain di Karbala. Beliau syahid dan gugur.
Tapi spiritnya tetap hidup di dalam jiwa para pengikutnya. Dan itu adalah
sebuah kemenangan yang maha dahsyat yang terus menuai hasilnya dari generasi ke
genersi; dan bahkan berabad-abad. Dan kemenangan itulah yang melestarikan
perjalanan Islam Muhammadi: Islam yang dibangun di atas pembelaan hak-hak kaum
tertindas dengan darah dan air mata. Rabbi! Demi kesucian darah Imam Husain, darah Ahlul Baitnya
dan para sahabatnya yang gugur di Karbala, pancarkan sinar Ilahi ke dalam dada
kami untuk bisa bangkit bersatu membela Islam Muhammadi, membela
manusia-manusia yang tertindas dan menangkap setiap suara serak yang memohonkan
bantuan. Semoga syafaat Husain menyertai kita semua. Assalâmu ‘ala
al-Husain… |