Konsepsi Tentang Alam SemestaDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Menurut ilmu pengetahuan, alam ini merupakan sebuah buku
purba, yang halaman pertama dan halaman terakhirnya sudah hilang. Awal dan
akhirnya tidak diketahui. Mengapa? Karena konsepsi ilmu pengetahuan tentang
alam ini merupakan hasil dari pengetahuan tentang bagian, bukan tentang
keseluruhan. Ilmu pengetahuan memberikan informasi tentang posisi beberapa
bagian alam semesta, bukan tentang ciri dan sifat keseluruhan alam semesta.
Konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam semesta versi ilmuwan adalah seperti
konsepsi tentang gajah di sekeliling dari orang-orang yang meraba-rabanya dalam
kegelapan. Orang yang memegang telinga gajah mengira bahwa gajah itu seperti
kipas, orang yang memegang kaki gajah mengira bahwa gajah itu seperti pilar,
dan orang yang memegang punggung gajah mengira bahwa gajah itu seperti
panggung. KONSEPSI TENTANG ALAM SEMESTA
Setiap doktrin dan filsafat kehidupan tentu didasarkan pada
kepercayaan, evaluasi tentang kehidupan, dan interpretasi serta analisis
tentang alam semesta. Cara berpikir sebuah mazhab tentang kehidupan dan alam
semesta dianggap sebagai dasar dari segenap pemikiran mazhab itu. Dasar ini
disebut konsepsi mazhab itu tentang alam semesta. Semua agama, sistem sosial, mazhab pemikiran, dan filsafat
sosial didasarkan pada konsepsi tertentu tentang alam semesta. Semua sasaran
yang dibeberkan sebuah mazhab, cara dan metode untuk mencapai sasaran itu,
merupakan akibat wajar dari konsepsi mazhab tersebut tentang alam semesta. Menurut para filosof, ada dua macam kearifan: kearifan
praktis dan kearifan teoretis. Yang dimaksud dengan kearifan teoretis adalah
mengetahui apa yang ada seperti adanya. Sedangkan kearifan praktis adalah
mengetahui bagaimana semestinya kita hidup. "Semestinya" ini
merupakan hasil logis dari "bagaimana itu", khususnya "bagaimana
itu" yang menjadi pokok bahasan filsafat metafisis, termasuk dalam
konsepsi alam semesta. Konsepsi dan Persepsi tentang Alam
Semesta
Tentu saja tidak benar kita mengacaukan konsepsi tentang
alam semesta dengan persepsi indera tentang alam semesta. Konsepsi tentang alam
semesta mengandung arti kosmogoni (asal-usul alam semesta, teori tentang
ini—pen.) dan ada kaitannya dengan masalah identifikasi. Tidak seperti persepsi
indera yang lazim dimiliki manusia dan makhluk hidup lainnya, identifikasi
hanya dimiliki oleh manusia. Karena itu, konsepsi tentang alam semesta juga
hanya dimiliki oleh manusia. Konsepsi ini bergantung pada pemikiran dan
pemahamannya. Dari sudut pandang persepsi indera tentang alam semesta,
banyak binatang yang lebih maju ketimbang manusia, karena binatang memiliki
indera-indera tertentu yang tidak dimiliki manusia—misalnya burung memiliki
indera radar—atau indera binatang, meskipun dimiliki oleh binatang dan juga
manusia, lebih tajam daripada indera yang dimiliki manusia, seperti misalnya
mata elang, indera penciuman anjing dan semut, dan indera pendengaran tikus.
Manusia lebih unggul daripada binatang karena manusia memiliki konsepsi yang
mendalam tentang alam semesta. Binatang hanya melihat alam, namun manusia
bahkan dapat menafsirkannya. Apa identifikasi itu? Bagaimana hubungan antara persepsi dan
identifikasi? Unsur-unsur apa saja selain unsur-unsur persepsional yang menjadi
bagian dan identifikasi? Bagaimana unsur-unsur ini masuk ke dalam identifikasi,
dan manakah itu? Bagaimana mekanisme identifikasi? Bagaimana standar untuk
menetapkan mana identifikasi yang benar dan mana identifikasi yang salah?
Inilah pertanyaan-pertanyaan yang perlu dibahas dalam tulisan tersendiri.
Meskipun kami tidak mengulasnya di sini, namun cukup jelas bahwa ada perbedaan
antara mempersepsi sesuatu itu dan mengidentifikasikannya. Banyak orang melihat
pemandangan, namun sedikit saja yang dapat menafsirkannya, selian tafsiran
mereka ini juga sering kali berbeda-beda. Keragaman Konsepsi tentang Alam Semesta
Pada umumnya ada tiga macam konsepsi tentang alam semesta
atau identifikasi tentang alam semesta, atau dengan kata lain interpretasi
manusia tentang alam semesta. Sumber interpretasi ini adalah tiga hal: ilmu
pengetahuan, filsafat, dan agama. Maka dapat dikatakan bahwa ada tiga macam
konsepsi tentang alam semesta: konsepsi ilmiah, konsepsi filosofis, dan
konsepsi religius. Konsepsi Ilmiah Sekarang mari kita lihat bagaimana dan sejauh mana ilmu
pengetahuan membantu kita membentuk kesimpulan. Ilmu pe¬ngetahuan didasarkan
pada dua hal: teori dan eksperimen. Untuk mengetahui dan menafsirkan fenomena,
maka yang mula-mula terbesit di benak ilmuwan adalah teori. Kemudian, dengan
berdasarkan teori, dia melakukan eksperimen di laboratorium. Jika teori itu
dibenarkan oleh eksperimen, maka teori itu diterima sebagai prinsip ilmiah, dan
akan terus valid sampai ada teori baru yang lebih baik dan lebih komprehensif
yang dikuatkan oleh eksperimen. Bila teori baru yang lebih komprehensif muncul,
maka teori lama kehilangan validitasnya. Begitulah ilmu pengetahuan menemukan sebab dan akibat
melalui eksperimen. Kemudian ilmu pengetahuan mencoba lagi menemukan sebab dari
sebab itu dan akibat dari akibat itu. Proses ini berlangsung sepanjang mungkin.
Ada banyak keuntungan dan kerugian dari kerja ilmiah, karena ilmu pengetahuan
didasarkan pada eksperimen praktis. Keuntungan terbesar dari temuan ilmu
pengetahuan adalah temuan tersebut khusus sifatnya. Ilmu pengetahuan dapat memberi manusia banyak informasi
tentang sesuatu. Juga dapat memberikan pengetahuan tentang selembar daun.
Kemudian, karena memperkenalkan manusia dengan hukum tertentu yang mengatur
sesuatu, maka ilmu pengetahuan mampu membuat manusia dapat mengendalikan dan
memanfaatkan sesuatu, dan dengan demikian ilmu pengetahuan memajukan industri
dan teknologi. Kendatipun ilmu pengetahuan dapat memberikan beribu-ribu hal
tentang sesuatu, namun karena pengetahuan yang diberikan oleh ilmu pengetahuan
sifatnya khusus, maka ruang lingkupnya pun terbatas. Eksperimen membatasinya.
Ilmu pengetahuan dapat melangkah maju selama dimungkinkan membuat eksperimen.
Jelas, ilmu pengetahuan tidak dapat melakukan eksperimen atas segenap alam
semesta dan segenap aspeknya. Upaya ilmu pengetahuan untuk mengetahui sebab dan
akibat hanyalah pada tingkat tertentu, dan selanjutnya sampailah ilmu
pengetahuan pada tahap "tidak tabu." Ilmu pengetahuan laksana lampu
sorot yang hanya menerangi area yang terbatas. Di luar area itu, ia tak dapat
meneranginya. Ia tidak dapat melakukan eksperimen untuk masalah-masalah seperti
apakah alam ini ada awal dan akhirnya, apakah kedua sisi alam ini tidak ada
batasnya. Kalau ilmuwan menghadapi masalah ini, sadar atau tidak, dia merujuk
filsafat sehingga dapat memberikan pandangan tentang masalah ini. Menurut ilmu pengetahuan, alam ini merupakan sebuah buku
purba, yang halaman pertama dan halaman terakhirnya sudah hilang. Awal dan
akhirnya tidak diketahui. Mengapa? Karena konsepsi ilmu pengetahuan tentang
alam ini merupakan hasil dari pengetahuan tentang bagian, bukan tentang
keseluruhan. Ilmu pengetahuan memberikan informasi tentang posisi beberapa
bagian alam semesta, bukan tentang ciri dan sifat keseluruhan alam semesta.
Konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam semesta versi ilmuwan adalah seperti
konsepsi tentang gajah di sekeliling dari orang-orang yang meraba-rabanya dalam
kegelapan. Orang yang memegang telinga gajah mengira bahwa gajah itu seperti kipas,
orang yang memegang kaki gajah mengira bahwa gajah itu seperti pilar, dan orang
yang memegang punggung gajah mengira bahwa gajah itu seperti panggung. Kekurangan lain yang ada pada konsepsi ilmu pengetahuan
tentang alam semesta adalah konsepsi ini tidak dapat menjadi dasar bagi
ideologi, karena dari segi praktisnya, yaitu segi memperlihatkan realitas
seperti adanya dan segi membuat orang mempercayai karakter realitas alam
semesta, ilmu pengetahuan tidak konstan. Menurut ilmu pengetahuan, ciri-ciri
alam ini berubah-ubah dari hari ke hari, karena ilmu pengetahuan didasarkan
pada perpaduan teori dan eksperimen, bukan didasarkan pada kebenaran rasional
yang jelas. Teori dan eksperimen hanya memiliki nilai temporer. Karena itu,
konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam ini berubah-ubah, dan tidak layak untuk
dijadikan dasar iman. Iman memerlukan dasar yang lebih konstan atau cukup
permanen. Konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam semesta—mengingat
keterbatasan yang diakibatkan oleh alat-alatnya (teori dan eksperimen)—tak
mampu menjawab sejumlah pertanyaan, yang jawaban tentu saja penting sekali bagi
ideologi. Yaitu pertanyaan-pertanyaan: dari mana asal alam semesta ini? Ke mana
tujuan alam semesta ini? Dari segi waktu, apakah alam ini ada awal dan
akhirnya? Bagaimana posisinya dari segi tempat? Apakah eksistensinya, pada
umumnya, baik dan bermakna? Apakah alam ini diatur oleh hukum yang tak
berubah-ubah dan esensial, atau hal seperti itu tak ada? Apakah alam semesta
pada umumnya merupakan unit yang hidup dan sadar, atau apakah manusia saja yang
merupakan kekecualian yang kebetulan? Dapatkah sesuatu yang ada menjadi tidak
ada, atau sesuatu yang tak ada menjadi ada? Mungkinkah atau mustahilkah
mengembalikan sesuatu yang tidak ada? Mungkinkah penciptaan kembali alam semesta
dan sejarah dalam segenap perinciannya, bahkan setelah bermiliar-miliar tahun?
Yang lebih besar itu unitas atau multiplisitas? Apakah alam semesta terbagi
menjadi alam material dan alam non-material, dan apakah alam material merupakan
bagian kecil dan alam secara keseluruhan? Apakah alam ini mendapat panduan yang
benar dan cerdas, atau apakah alam ini lemah dan buta? Apakah manusia dan alam
ini keadaannya saling memberi dan menerima? Apakah alam semesta ini
memperlihatkan reaksi terhadap perbuatan baik dan perbuatan buruk manusia?
Apakah ada kehidupan yang abadi setelah kehidupan fana ini? Masih banyak lagi
pertanyaan-pertanyaan serupa. Ilmu pengetahuan tidak memberikan jawaban untuk semua
pertanyaan ini, karena ia tidak dapat melakukan eksperimen tentang
pertanyaan-pertanyaan tersebut. Yang dapat dijawab oleh ilmu pengetahuan
hanyalah pertanyaan-pertanyaan yang terbatas dan parsial. Ia tak dapat
mem¬berikan gambaran umum tentang alam semesta. Untuk lebih jelasnya, kami
berikan contoh. Seseorang boleh jadi memiliki pengetahuan tertentu tentang
sebuah kota besar. Dia mungkin tahu secara terperinci satu bagian dan kota
tersebut, dan mungkin dapat menggambarkan jalan-jalan besar dan kecil di kota
tersebut, dan bahkan rumah-rumah di kota tersebut. Orang lain mungkin juga tahu
secara terperinci bagian lain dan kota itu, dan orang ketiga, keempat dan
kelima mungkin tahu bagian-bagian lain dari kota itu. Kalau dikumpulkan
informasi dari mereka semua, mungkin diperoleh informasi yang memadai mengenai
setiap bagian dari kota itu. Namun akankah informasi ini memadai untuk memiliki
gambaran yang utuh mengenai kota itu? Misalnya, dapatkah diketahui bentuk kota
itu: apakah bundar, persegi empat, atau bentuknya seperti daun? Jika menyerupai
daun, lantas daun pohon apa? Bagaimana saling hubungan di antara berbagai area
dari kota itu? Mobil jenis apa yang menghubungkannya? Apakah kota itu pada
umumnya indah atau jelek? Jadi jelaslah, semua informasi ini tak dapat
diperoleh. Jika menginginkan informasi seperti itu, dan misalnya ingin
tahu bentuk kota itu, atau ingin tahu apakah kota itu indah atau jelek, maka
perlu naik pesawat udara untuk memperoleh pe-mandangan seutuhnya dari udara
mengenai kota itu. Seperti telah disebutkan, ilmu pengetahuan tidak mampu
menjawab pertanyaan-pertanyaan mendasar yang diperlukan untuk membentuk
konsepsi mengenai alam semesta. Juga tak dapat memberikan gambaran yang utuh
mengenai alam semesta. Terlepas dari semua ini, nilai konsepsi ilmu pengetahuan
mengenai alam semesta bersifat praktis dan teknis, bukan teoretis, sedangkan
ideologi dapat didasarkan pada nilai teoretis saja. Kalau realitas alam seperti
yang digambarkan oleh ilmu pengetahuan, itu tentu akan merupakan nilai teoretis
ilmiah. Nilai praktis dan teknis ilmu pengetahuan terletak pada fakta bahwa
terlepas dari apakah ilmu pengetahuan menggambarkan atau tidak menggambarkan
realitas, ia memberikan kemampuan kepada manusia untuk menunaikan tugas yang
bermanfaat. Industri dan teknologi modern memperlihatkan nilai praktisnya.
Sungguh menakjubkan, di dunia yang modern ini, sementara nilai teknis dan
praktis ilmu pengetahuan meningkat, nilai teoretisnya justru merosot. Mereka yang tidak mengetahui persis peran ilmu pengetahuan
mungkin beranggapan bahwa selain kemajuan praktisnya tak dapat disangkal, ia
juga telah mencerahkan hati nurani manusia dan telah meyakinkan manusia
mengenai realitas seperti yang digambarkan olehnya. Namun faktanya tidaklah
demikian. Dari pembahasan terdahulu jelaslah bahwa ideologi
membutuhkan konsepsi tentang alam yang (1) dapat menjawab pertanyaan penting
mengenai alam semesta sebagai keseluruhan, bukan hanya bagian dari alam
semesta; (2) dapat menjadi konsepsi yang abadi dan andal, bukan konsepsi yang
sifatnya untuk sementara waktu; dan (3) dapat memiliki nilai teoretis dan nilai
realistis juga, bukan semata-mata nilai praktis dan nilai teknis saja. Jadi,
juga jelas bahwa konsepsi ilmu pengetahuan tentang alam, sekalipun memiliki
hal-hal lain yang dapat dipercaya, tidak memiliki ketiga syarat ini. Konsepsi Filosofis
Meskipun konsepsi filosofis mengenai alam semesta tidak
sesaksama dan sespesifik konsepsi ilmu pengetahuan, namun konsepsi filosofis
didasarkan pada sejumlah prinsip yang jelas dan tak dapat disangkal lagi oleh
akal. Prinsip-prinsip ini logis, sifatnya umum dan komprehensif. Karena kuat
dan konstan, maka prinsip-prinsip ini memiliki keuntungan. Konsepsi filosofis
mengenai alam semesta bebas dari inkonstanitas dan keterbatasan seperti itu;
dua hal yang terdapat dalam konsepsi ilmu pengetahuan. Konsepsi filosofis mengenai
alam semesta menjawab semua masalah yang menjadi sandaran ideologi. Prinsip ini
mengidentifikasi bentuk dan ciri utuh dari alam semesta. Baik konsepsi ilmu pengetahuan maupun konsepsi filosofis
merupakan mukadimah untuk aksi, namun dengan dua cara yang berbeda. Konsepsi
ilmu pengetahuan merupakan mukadimah untuk aksi karena konsepsi ini membuat
manusia mampu mengendalikan alam dan membawa perubahan pada alam. Manusia,
melalui sarana ilmu pengetahuan, dapat memanfaatkan alam untuk kepentingannya. Konsepsi
filosofis merupakan mukadimah untuk aksi, artinya adalah bahwa konsepsi ini
menentukan jalan hidup yang dipilih manusia. Prinsip ini mempengaruhi reaksi
manusia terhadap pengalamannya berhubungan dengan alam. Prinsip ini menentukan
sikapnya, dan memberinya pandangan tertentu mengenai alam semesta. Prinsip ini
memberikan ideal kepada manusia, atau mencabut ideal dan manusia. Prinsip ini
memberikan makna kepada kehidupannya, atau menariknya ke arah hal-hal yang
sepele dan tak masuk akal. Itulah sebabnya kami katakan bahwa ilmu pengetahuan
tak dapat memberikan konsepsi tentang alam yang dapat menjadi dasar bagi
ideologi, sementara filsafat dapat. Konsepsi Religius
Kalau setiap paparan pandangan total tentang alam semesta
dianggap sebagai konsepsi filosofis, dengan tidak mempertimbangkan apakah
sumber konsepsi ini perkiraan, pemikiran, atau wahyu dan alam gaib, maka bidang
konsepsi religius dan filosofis itu sama. Namun jika sumbernya dipertimbangkan,
maka konsepsi filosofis dan religius mengenai alam semesta tak syak lagi
merupakan dua hal yang berbeda. Dalam agama-agama tertentu seperti Islam, konsepsi religius
tentang alam semesta mengambil warna filosofis atau argumentatif, dan merupakan
bagian integral dari agama itu sendiri. Pertanyaan-pertanyaan yang diangkat
oleh agama didasarkan pada pemikiran dan hujah. Dengan demikian, konsepsi Islam
mengenai alam semesta bersifat rasional dan filosofis. Selain dua nilai
konsepsi filosofis, yaitu abadi dan komprehensif, konsepsi religius tentang
alam semesta, tak seperti konsepsi ilmiah dan filosofis murni, memiliki satu
lagi nilai, yaitu menyucikan prinsip-prinsip konsepsi alam semesta. Kita masih ingat bahwa ideologi—selain membutuhkan keyakinan
bahwa prinsip-prinsip yang dipandang suci oleh ideologi itu abadi dan tak dapat
diganggu gugat—membutuhkan keyakinan dan ketaatan kepada mazhab pemikiran, maka
jelaslah bahwa basisnya bisa cuma konsepsi alam semesta yang memiliki warna
religius itu. Dari pembahasan sebelumnya dapat disimpulkan bahwa konsepsi
tentang alam semesta dapat menjadi dasar dari ideologi kalau saja konsepsi itu
memiliki keseimbangan, pemikiran luas yang filosofis dan kesucian
prinsip-prinsip religius. Bagaimana Menilai Ideologi?
Ideologi dapat dianggap sempurna kalau: (1) dapat dibuktikan
dan diungkapkan secara logis, dengan kata lain dapat dipertahankan secara logis
maupun intelektual; (2) memberikan makna kepada kehidupan dan menghapus gagasan
yang tak ada artinya dari pikiran; (3) membangkitkan semangat; (4) mampu
menyucikan tujuan manusia dan tujuan sosial; dan (5) membuat manusia
bertanggung jawab. Jika ideologi dapat dipertahankan secara logis, maka mulus
jalannya ideologi itu untuk diterima secara intelektual. Dan karena tak ada
kekacauan mengenainya, maka aksi yang disarankannya pun jadi mudah. Ideologi
yang membangkitkan semangat membuat mazhabnya menarik dan memberikan kehangatan
dan kekuatan kepada mazhabnya. Penyucian tujuan mazhab yang dilakukan oleh
ideologi mazhab tersebut memudahkan penganut mazhab ini untuk bekorban demi
kepentingan prinsip atau tujuan mazhab tersebut. Kalau mazhab tidak menyebutkan
bahwa tujuannya suci, maka mazhab tersebut tidak dapat mewujudkan rasa cinta
kepada prinsipnya dan rasa bekorban untuk kepentingan prinsipnya, juga tak
mungkin ada jaminan bahwa mazhab seperti itu akan sukses. Pertanggungjawaban
manusia yang disebutkan oleh konsepsi alam semesta membuat orang memiliki
dedikasi kepada nuraninya dan membuat orang bertanggung jawab terhadap dirinya
maupun masyarakat. Konsep Tauhid
Semua karakteristik dan kualitas yang mutlak harus dimiliki
oleh sebuah konsepsi yang baik tentang alam semesta, dimiliki oleh konsepsi
tauhid. Konsepsi tauhid merupakan satu-satunya konsepsi yang memiliki semua
karakteristik dan kualitas ini. Konsepsi tauhid merupakan kesadaran akan fakta
bahwa alam semesta ada berkat suatu kehendak arif, dan bahwa sistem alam
semesta ditegakkan di atas rahmat dan kemurahan had dan segala yang baik.
Tujuannya adalah membawa segala yang ada menuju kesempurnaannya sendiri.
Konsepsi tauhid artinya adalah bahwa alam semesta ini "sumbunya satu"
dan "orbitnya satu". Artinya adalah bahwa alam semesta ini "dari
Allah" dan "akan kembali kepada Allah". Segala wujud di dunia ini harmonis, dan evolusinya menuju ke
pusat yang sama. Segala yang diciptakan tidak ada yang sia-sia, dan bukan tanpa
tujuan. Dunia ini dikelola dengan serangkaian sistem yang pasti yang dikenal
sebagai "hukum (sunnah) Allah." Di antara makhluk yang ada, manusia
memiliki martabat yang khusus, tugas khusus, dan misi khusus. Manusia bertanggung
jawab untuk memajukan dan menyempurnakan dirinya, dan juga bertanggung jawab
untuk memperbarui masyarakatnya. Dunia ini adalah sekolah. Allah memberikan
balasan kepada siapa pun berdasarkan niat dan upaya konkretnya. Konsepsi tauhid tentang dunia ini mendapat dukungan dari
logika, ilmu pengetahuan dan argumen yang kuat. Setiap partikel di alam semesta
ini merupakan tanda yang menunjukkan eksistensi Allah Maha Bijaksana lagi Maha
Mengetahui, dan setiap lembar daun pohon merupakan kitab yang berisi pengetahuan
spiritual. Konsepsi tauhid mengenai alam semesta memberikan arti,
semangat dan tujuan kepada kehidupan. Konsepsi ini menempatkan manusia di jalan
menuju kesempurnaan yang selalu ditujunya tanpa pernah berhenti pada tahap apa
pun. Konsepsi tauhid ini memiliki daya tarik khusus. Konsepsi ini memberikan
vitalitas dan kekuatan kepada manusia, menawarkan tujuan yang suci lagi tinggi,
dan melahirkan orang-orang yang peduli. Konsepsi ini merupakan satu-satunya
konsepsi tentang alam semesta yang membuat tanggung jawab manusia terhadap
sesamanya menjadi memiliki makna. Juga merupakan satu-satunya konsepsi yang
menyelamatkan manusia dari terjungkal ke jurang kebodohan. Konsepsi Islam Konsepsi Islam tentang alam semesta merupakan konsepsi
tauhid. Islam membawakan tauhid dalam bentuknya yang paling murni. Dari sudut
pandang Islam, tidak ada yang seperti Allah, dan tidak ada yang menyamai-Nya:
Tidak ada yang serupa dengan-Nya. (QS. asy-Syûrâ: 11). Independensi Allah mutlak sifatnya. Segala sesuatu
bergantung pada-Nya, namun Dia tak bergantung pada apa dan siapa pun: Kamulah
yang membutuhkan Allah. Dan Allah Mahakaya lagi Maha Terpuji. (QS. Fâthir: 15) Allah melihat dan mengetahui segala sesuatu. Dia mampu
melakukan apa pun yang dikehendaki-Nya: Dia Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS.
asy-Syûrâ: 12) Dia mampu melakukan segala sesuatu. (QS. al-Hajj: 26) Allah ada di mana-mana. Setiap tempat, entah di atas langit
atau di kedalaman bumi, memiliki hubungan yang sama dengan-Nya. Ke arah mana
pun kita menghadap, kita menghadap Allah: Ke mana pun kamu berpaling, di
situlah wajah Allah. (QS. al-Baqarah: 115) Allah mengetahui isi hati kita. Dia mengetahui segala niat
dan tujuan kita: Dan sesungguhnya Kami telah menciptakan manusia dan mengetahui
apa yang dibisikkan oleh hatinya. (QS. Qâf: 16) Allah lebih dekat dengan manusia daripada urat lehernya:
Kami lebih dekat dengannya daripada urat nadinya. (QS. Qâf: 16 Allah memiliki segala sifat yang baik dan bebas dari segala
kekurangan: Allah memiliki Nama-nama Teragung. (QS. al-A'râf: 180) Allah bukanlah organisme material, dan tak dapat dilihat
dengan mata: Dari sudut pandang tauhid dan konsepsi Islam, alam semesta
merupakan ciptaan dan diurus oleh kehendak dan perhatian Allah. Jika Allah
sekejap saja tidak memberikan perhatian, maka seluruh alam semesta pasti binasa
seketika itu juga. Alam semesta ini diciptakan tidak sia-sia atau bukan untuk
senda-gurau. Dalam penciptaan manusia dan dunia tersirat banyak keuntungan.
Segala yang diciptakan tidak sia-sia. Sistem yang ada pada alam semesta adalah
sistem yang terbaik dan paling sempurna. Sistem ini memanifestasikan keadilan
dan kebenaran, dan didasarkan pada serangkaian sebab dan akibat. Setiap akibat
merupakan konsekuensi logis dari sebab, dan setiap sebab melahirkan akibat yang
khusus. Takdir Allah mewujudkan sesuatu melalui sebab khususnya saja, dan
serangkaian sebablah yang merupakan takdir Allah untuk sesuatu. Takdir Allah berlaku untuk alam semesta. Evolusi bertahap
merupakan takdir dan hukum Allah. Dan alam semesta inilah sebagai tempat bagi
perkembangan manusia. Manusia dihukum oleh takdir Allah untuk merdeka dan
bertanggung jawab. Manusia adalah tuan bagi nasibnya sendiri. Manusia memiliki
martabat khususnya. Manusia tepat untuk menjadi khalifah Allah. Dunia ini dan
akhirat hanya merupakan dua tahap yang saling berkaitan seperti menanam benih
dan panen, karena yang dipanen adalah yang ditanam. Dua tahap tersebut dapat
pula disamakan dengan dua periode: periode anak-anak dan periode usia lanjut.
Karena periode usia lanjut merupakan akibat dari periode anak-anak.
[islammuhammadi/mt/on] Sumber: Muqadimeh-i bar Jahanbini-e Islami: 1373 HS. ON |