Ahlulbait dalam Al-QuranDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Al-Quran adalah sumber pemikiran, sumber hukum dan sumber
segala kebajikan yang esensinya adalah kalam ilahi yang suci. Al-Quran adalah
pola bagi hidup dan kehidupan seluruh umat manusia. Maka setiap muslim atau
muslimah wajib mengetahui dan memahami bahwa Kitabullah itu adalah syari’ah dan
risalah-Nya yang umat manusia harus merealisasikannya dalam hidup dan
kehidupannya serta berjalan di atas petunjuk-Nya. 1.Surah Al-Ahzab: 33 Dalam ayat ini Allah menyebut mereka Ahlulbait. Dia
berfirman: "Innamâ yuridu l`llâhu liyudzhiba ‘ankumu l`rijsa ahla l`bayt
wa yuthahhirakum tathhirâ". Yang artinya: "Sesungguhnya Allah hendak
menghilangkan al-rijs dari kamu wahai Ahlulbait dan mensucikanmu
sesuci-sucinya." (QS 33/33). Imam Ja’far Al-Shadiq ditanya mengenai makna al-rijs yang
terdapat pada ayat diatas. Beliau menjawab: Jika kita tidak taat kepada Allah dalam satu perkara, maka
hal itu telah menunjukan kepada keraguan kita terhadap-Nya, semakin banyak
ketidaktaatan kita kepadanya, maka semakin besar pula keraguan kita kepada-Nya.
Ahlulbait yang disucikan itu sedikit pun tidak pernah ragu kepada-Nya, oleh
karena itu tidak ada satu pun keburukan atau kemaksiatan yang mereka lakukan.
Dan tidak adanya keraguan dari mereka, dikuatkan dengan pensucian
sesuci-sucinya, yang demikian itu menunjukan bahwa mereka memiliki sifat
‘ishmah yang sangat kuat, mereka adalah orang-orang ma’shum (tidak melakukan
dosa dan kesalahan). Sebagian kaum muslim beranggapan bahwa tafsir ahlul`bayt
yang terdapat pada ayat di atas adalah istri-istri Rasulullah saw, mereka
menafsirkan demikian barangkali dikarenakan awal ayat tersebut ditujukan kepada
istri-istri Nabi yaitu : "Dan hendaklah kamu (istri-istri Nabi) tinggal di
rumah-rumah kamu, dan janganlah kamu bersolek seperti kaum jahiliah yang
pertama, dan dirikanlah salat, tunaikanlah zakat dan taatlah kepada Allah serta
Rasul-Nya…". Tafsir seperti itu rasanya tidak benar karena kata ganti
(personal pronoun, dhamir) bagi istri-istri Nabi dan untuk ahlulbait berbeda;
untuk istri-istri Nabi dhamirnya mu`annats (feminine) sedangkan untuk Ahlulbait
dhamirnya mudzakkar (masculine). Kedua mereka tidak memakai tafsir atau
penjelasan dari Rasulullah dan para sahabatnya, padahal orang yang paling
mengetahui tafsirnya adalah Nabi saw, dan Al-Quran telah memerintahkan kita
untuk mengikuti beliau sebagaimana dalam firman-Nya berikut ini (yang artinya):
"Dan telah Kami turunkan Al-Dzikr (Al-Quran) untuk kamu jelaskan kepada
manusia apa yang telah diturunkan kepada mereka agar mereka berpikir".
(Al-Nahl 44). "Dan tidak Kami turunkan Al-Kitab melainkan agar kamu
jelaskan kepada mereka apa yang mereka perselisihkan dan sebagai petunjuk serta
rahmat bagi orang-orang yang beriman". (Al-Nahl 64). "Apa yang diperintahkan Rasul kepadamu maka laksanakan
dan apa-apa yang dia larang maka tinggalkanlah, dan ber-taqwa-lah kepada Allah,
sesungguhnya Allah amat keras siksa-Nya". (QS 59/7). "Wahai orang-orang yang beriman taatilah Allah dan
taatilah Rasul serta Uli l`amri (para khalifah Rasulullah yang dua belas) dari
kamu…". (QS 4/59). Kemudian siapakah Ahlulbait yang disebutkan dalam Al-Ahzab
33 menurut Nabi dan sebagian sahabatnya itu? Marilah kita perhatikan beberapa
riwayat berikut ini : Ummu l`mu`minin Aisyah mengatakan : "Pada suatu pagi
Rasulullah saw keluar dari rumah) dengan membawa kain berbulu yang berwarna
hitam. Kemudian datang (kepada beliau) Hasan putra Ali, lalu beliau
memasukkannya (ke bawah kain); lalu datang Husayn lantas dia masuk bersamanya;
kemudian datang Fathimah,lantas beliau memasukannya; kemudian datang Ali, lalu
beliau memasukannya. Kemudian beliau membaca ayat : ‘Sesungguhnya Allah hendak
menghilangkan keraguan dari kalian wahai Ahlulbait dan mensucikan kalian
sesuci-sucinya’". (Lihat Shahih Muslim bab fadha`il Ahli bayti l`Nabiyy;
Al-Mustadrak ‘ala l`Shahihayn 3/147; Sunan Al-Bayhaqi 2/149 dan Tafsir Ibnu
Jarir Al-Thabari 22/5). Amer putra Abu Salamah – anak tiri Rasulullah – mengatakan :
"Ketika ayat ini (innama yuridu l`llahu liyudzhiba ‘ankumu l`rijsa ahla
l`bayt wa yuthahhirakum tathhira) diturunkan di rumah Ummu Salamah, beliau
memanggil Fathimah, Hasan dan Husayn sedangkan Ali as. berada di belakang
beliau. Kemudian beliu mengerudungi mereka dengan kain seraya beliau berdoa :
‘Ya Allah mereka ini ahlulbaitku maka hilangkanlah dari mereka keraguan dan
sucikan mereka sesuci-sucinya’. Ummu Salamah berkata: ‘Dan aku bersama mereka
wahai Nabi Allah?’ Beliau bersabda : ‘Engkau tetap di tempatmu, engkau dalam kebaikan’".
(Al-Turmudzi 2:209, 308 ; Musykilu l`Atsar 1:335; Dari Ummu Salamah bahwa Nabi saw. telah mengerudungkan
sehelai kain ke atas Hasan, Husayn, Ali, Fatimah lalu beliau berkata, "Ya
Allah, mereka ini Ahlulbaitku dan orang-orang terdekatku, hilangkanlah dari
mereka keraguan dan sucikan mereka sesuci-sucinya,". Kemudian Ummu Salamah
berkata: "Aku ini bersama mereka wahai Rasulullah ?". Beliau
bersabda, "Sesungguhnya engkau berada di atas kebaikan". (HR
Al-Turmudzi 2:319). Anas bin Malik telah berkata : "Rasulullah saw pernah
melewati pintu rumah Fatimah ‘alayha l`salam selama enam bulan, apabila beliau
hendak keluar untuk shalat subuh, beliau berkata, ‘Salat wahai Ahlulbait!
Sesungguhnya Allah hendak menghilangkan keraguan darimu wahai Ahlulbait dan
mensucikanmu sesuci-sucinya’". (HR Al-Turmudzi 2 : 29). Itulah beberapa kesaksian dari beberapa kitab rujukan bahwa
Ahlulbait dalam surah Al-Ahzab itu bukan istri-istri Nabi saw melainkan Ali,
Fathimah, Hasan dan Husayn sekalipun ayat tersebut digabungkan penulisannya
dengan ayat yang menceriterakan istri-istri Nabi saw sebab di dalam Al-Quran
mushhaf ‘utsmani ini terkadang dalam surah makkiyyah terselip di dalamnya
beberapa ayat madaniyyah atau sebaliknya atau satu ayat mengandung dua cerita
seperti pada ayat diatas dan tentu para ulama telah maklum adanya. 2. Surah Al-Syura:23 Ketika orang-orang musyrik berkumpul di satu tempat pertemuan
mereka, tiba-tiba berkatalah sebagian dari mereka kepada yang lainnya : Apakan
kalian melihat Muhammad meminta upah atas apa yang dia berikan ? Kemudian
turunlah ayat : "Katakanlah aku tidak meminta upah dari kalian selain
kecintaan (mawaddah) kepada al-qurba". (Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya
Al-Kasysyaf). Kemudian beliau berkata: Telah diriwayatkan ketika ayat
tersebut turun bahawa ada orang yang bertanya: Ayat tersebut di atas telah mewajibkan seluruh manusia untuk
mencintai (mengikuti) keluarga Nabi atau Ahlulbait dan mencintai mereka
merupakan dasar di dalam ajaran Islam. Rasulullah saw bersabda (yang artinya):
"Segala sesuatu ada asasnya dan asas Islam adalah mencintai
Ahlulbaitku". (Hadits yang mulia). Dan jika kita membenci mereka maka amal
baik kita akan menjadi sia-sia dan kita masuk neraka. Sabdanya : 3. Surah Ali ‘Imran:61 Ayat ini disebut sebagai ayat mubahalah karena di dalamnya
ada ajakan untuk ber-mubahalah dengan para pendeta nasrani. Adapun
terjemahannya: "Siapa yang menbantahmu tentang dia (Al-Masih) setelah
datang kepadamu ilmu, maka katakanlah (kepada mereka): Marilah, kami memanggil
anak-anak lelaki kami dan (kamu memanggil) anak-anak lelaki kamu,
perempuan-perempuan kami dan perempuan-perempuan kamu Saksi sejarah yang hidup dan kekal yang diriwayatkan
ahli-ahli tarikh dan tafsir telah memberikan kejelasan kepada khalayak akan
kesucian keluarga Nabi saw yaitu Ali, Fathimah, Hasan dan Husain. Ayat tersebut
menunjukan betapa agungnya kadar dan kedudukan mereka di sisi Allah ‘azza wa
jalla. Diantara kasus yang disampaikan para muarrikh, mufassir dan
muhaddits ialah peristiwa mubahalah, yaitu ketika datang utusan dari masyarakat
keristen Najran untuk membantah Rasulullah—shalla l`llahu ‘alayhi wa alihi wa
sallam—kemudian Allah Ta’ala menurunkan ayat di atas agar beliau memanggil Ali,
Fathimah. Hasan dan Husain. Beliau keluar membawa mereka ke lembah yang telah
ditentukan dan para pemimpin keristen pun membawa anak-anak dan
perempuan-perempuan mereka. Al-Zamakhsyari dalam tafsirnya Al-Kasysyaf berkata :
"Sesungguhnya ketika mereka diseru untuk bermubahalah mereka mengataakan :
‘Nanti akan kami pertimbangkan terlebih dahulu’. Tatkala mereka berpaling (dari
mubahalah) berkatalah mereka kepada Al-Aqib—yang menjadi juru bicara mereka :
‘Wahai hamba Al-Masih, bagaimanakah menurutmu?’ Dia berkata: Demi Allah, kalian
juga tentu mengetahui wahai umat nasrani bahwa Muhammad adalah seorang Nabi dan
Rasul. Dia datang kepadamu membawa penjelasan mengenai Isa (Yesus). Demi Allah
tidak ada satu kaum pun yang mengadakan mubahalah dengan seorang Nabi lalu
mereka hidup. Dan jika kalian melakukan mubahalah dengannya niscaya kalian
semua pasti binasa, dan apabila kalian ingin tetap berpegang kepada ajaran
kalian maka tinggalkan orang tersebut dan pulanglah ke kampung halaman
kalian". Keesokan harinya Nabi saw datang dengan menggendong Husayn
dan menuntun Hasan dan Fathimah berjalah di belakang beliau sedang Ali berjalan
di belakang Fathimah. Nabi bersabda : "Bila aku menyeru kalian maka
berimanlah !". Melihat Nabi dan Ahlulbaitnya, berkatalah uskup Najran :
"Wahai umat keristen, sungguh aku melihat wajah-wajah yang sendainya mereka
berdoa kepada Allah agar Dia (Allah) menghilangkan sebuah gunung dari tempatnya
pasti doa mereka akan dikabulkan, oleh karena itu tinggalkan mubahalah sebab
kalian akan celaka yang nantinya tidak akan tersisa seorang keristen pun sampai
hari kiamat". Akhirnya mereka berkata : "Wahai Abul Qasim, kami telah
mengambil keputusan bahwa kami tidak jadi bermubahalah, namun kami ingin tetap
memeluk agama kami." Rasul bersabda : "Jika kalian enggan mubahalah
maka terimalah Islam bagi kalian dan akan berlaku hukum atas kalian sebagai
mana berlaku atas mereka (muslimin yang lain)." Kemudian Al-Zamakhsyari--rahimahu l`llah--menjelaskan
kedudukan Ahlulbait ketika menafsirkan ayat mubahalah, setelah dia menjelaskan
keutamaan mereka melalui riwayat dari Aisyah dengan mengatakan : "Diantara
mereka ada yang diungkapkan dengan anfusana (diri-diri kami); ini adalah untuk
mengingatkan akan tingginya kedudukan mereka dan ayat ini adalah dalil yang
sangat kuat dari-Nya atas keutamaan ashhabu l`kisa` (Ahlulbait)—‘alayhimu l`salam".
Pertunjukan mubahalah yang tidak terjadi itu telah menampilkan dua kekuatan
yaitu iman versus syirik, dan manusia-manusia mukmin yang tampil waktu itu
(Rasulullah, Ali, Fathimah, Hasan dan Husayn) adalah para tokoh petunjuk, umat
terkemuka dan orang-orang suci. Seruan mereka tidak boleh dibantah dan kalimat
mereka tidak boleh didustakan. Dari sini kita dapat memahami bahwa apa-apa yang
datang dari mereka baik pemikiran, syari’ah, tafsiran, petunjuk maupun
pengarahan adalah berlaku; mereka adalah orang-orang yang benar dalam
ucapannya, perjalanan hidupnya dan tingkah lakunya. Al-Quran telah menganggap setiap yang berlawanan dengan
mereka adalah musuh-musuh, dan menjadikan musu-musuh mereka sebagai orang-orang
yang berdusta serta berpaling dari kebenaran yang sepantasnya mendapat laknat
dan azab. "…maka kami jadikan laknat Allah atas mereka yang
berdusta." Dan juga dari segi bahasa yang sangat dalam pada ayat
tersebut yang harus kita perhatikan, yakni ketika mereka disandarkan kepada
Nabi. Hasan dan Husayn disebut sebagai "anak-aknak kami", Fathimah
sebagai perempuan-perempuan kami" dan Ali sebagai "diri-diri
kami". Di sini Imam Ali disandarkan kepada diri Nabi yang suci. Sesungguhnya Rasulullah -shalla l`llahu ‘alayhi wa alihi wa
sallam-hanya mengeluarkan empat orang ke arena mubahalah, ini berarti
memberikan penjelasan kepada kita bahwa Fathimah Al-Zahra` -‘alayha l`salam-
perempuan pilihan yang harus diteladani umat manusia; Imam Hasan dan Imam
Husayn -‘alayhima l`salam- adalah anak-anak umat yang wajib kita taati
sedangkan Imam Ali -‘alayhi l`salam- adalah dianggap diri Nabi sendiri. Orang yang membaca sunnah-sunnah Nabi saw, perjalanan
hidupnya dan memperhatikan hubungannya dengan Ahlulbaitnya yang telah
ditegaskan di dalam Al-Quran yakni Ali, Fathimah adan kedua putranya, pasti dia
mengetahui bahwa Ahlulbait Nabi mempunyai tanggung jawab risalah dengan umat
ini. Rasulullah saw telah menggariskannya untuk umat agar mereka menerimanya
sebagai perinyah dari Allah ‘azza wa jalla. Langkah pertama yang ditempuh Nabi saw ialah melaksanakan
perintah Allah, yaitu menikahkan Fathimah kepada Ali bin Abi Thalib. Beliau
menanam pohon yang diberkati agar cabang-cabangnya menjangkau segala ufuk umat
ini di sepanjang sejaarahnya. Tentang pernikahan itu Nabi bersabda kepada Imam Ali—salam
atasnya : "Sesungguhnya Allah telah memerintahkanku agar aku menikahkanmu
kepada Fathimah dengan mahar empat mitsqal perak jika engkau rela dengan yang
demikian." Dia berkata: "Aku rela dengan yang demikian." Dari pernikahan yang diberkati itu lahir Imam Hasan dan Imam
Husayn. Dan dari sulbi Imam Husayn lahir sembilan Ahlulbait Nabi yang suci.
Dzurriyyah (keturunan) Nabi melalui sulbi Imam Ali as sebagaimana yang beliau
katakan : "Sesungguhnya Allah telah menjadikan keturunan setiap nabi dari
sulbinya, tetapi dzurriyyahku dari sulbi orang ini yakni Ali." Cerita Ahlulbait Nabi saw dalam sunnahnya lebih banyak lagi,
baik tentang Fathimah sebagai sayyidatu nisa` l`’alamin, pengangkatan Ali
sebagai khalifah Nabi yang pertama, Ahllulbait sebagai padanan Al-Quran,
kedudukan mereka, dua belas imam maupun yang lainnya. Di sini kita ceritakan
dua hal saja, yaitu yang paling mengikat: Ahlulbait sebagai bahtera keselamatan
dan Ahlulbait padanan Al-Quran. Bahtera Keselamatan Abu Nuaym telah meriwayatkan hadits yang sanadnya dari Sa’id
bin Jubayr dari Ibnu Abbas dia berkata bahwa Rasulullah saw telah mengatakan :
"Perumpamaan Ahlulbaitku pada kamu adalah semisal bahtera Nuh—‘alayhi
l`salam—barangsiapa yang mengikutinya pasti selamat dan yang berpaling darinya
pasti dia tenggelam." Hadits Nabi ini diriwayatkan Al-Hakim dalam
Al-Mustadrak ‘ala l`Shahihayn 2/343. Dia berkata : Hadits ini sah berdasarkan
persyaratan Muslim. Pesan dari sunnah Nabi ini ialah bahwa kita hanya akan Padanan Al-Quran Ahlulbait telah dijamin kesuciannya, mereka yang menjaga
tafsir Al-Quran dan sunnah-sunnah Rasul, mereka yang menjaga kesucian ajaran
Islam dari penambahan dan pengurangan, dari bid’ah, khurafat dan takhayyul. Supaya umat tidak tersesat, maka Rasulullah saw berpesan
kepada manusia agar tida tersesat jalan, sabdanya : "Wahai umat manusia!
Sesungguhnya telah kutinggalkan pada kamu yang apabila kamu berpegang dengannya
kamu tidak akan tersesat; kitab Allah dan ‘itrahku Ahlulbaitku." (HSR
Al-Turmudzi 2/308). Ahlulbait Dikenal Umat Terdahulu Ahlulbait telah dikenal oleh umat-umat terdahulu, antara
lain oleh Nabi Adam, Nabi Nuh, Nabi Musa—salam atas mereka. Nabi Adam –salam
atasnya--telah bermohon kepada Allah dengan hak mereka. Ibn Abbas telah berkata
: "Saya telah bertanya kepada Rasulullah saw tentang kalimat-kalimat yang
telah diterima Adam dari Rabb-nya hingga Dia menerima taubatnya. Nabi saw
bersabda : "Dia telah bermohon (kepada Allah) : Dengan hak Muhammad, Ali,
Fathimah, Hasan dan Husayn terimalah taubatku, lalu Dia menerima
taubatnya". (Al-Durr al-Mantsur ketika menafsirkan firman Allah ‘azza wa
jalla : "fatalaqqa ‘Adamu min Rabbihi kalimat," (QS. Al-Baqarah 37),
baca juga kitab Kanzu l`‘Ummal 1:234. Sebuah team ahli peneliti Rusia telah menemukan tumpukan
kayu bekas kapal Nabi Nuh as. yang di dalamnya terdapat tulisan doa tawassul
dengan Nabi Muhammad saw dan Ahlulbaitnya. Mohammad, Ali, Hassan, Hossain,
Fatema. Pada bulan Juli tahun 1951, sebuah team riset Rusia di
sekitar gunung Judi di perbatasan Uni Soviet dan Turki secara tidak sengaja,
mereka menemukan beberapa kuburan tumpukan kayu-kayu yang telah bobrok yang
terssusun secara luar biasa. Di antara tumpukan kayu tersebut ditemukan satu
plat kayu yang berukuran sekitar 10 x 14 inci. Pada palat kayu tersebut terukir
beberapa kalimat dalam bahasa kuno yang sudah tidak dikenal. Pada tahun 1953
pemerintah Uni Soviet menunjuk sebuah komisi peneliti yang terdiri dari tujuh
orang ahli (untuk meneliti penemuan tersebut), mereka menyimpulkan bahwa
tumpukan kayu itu adalah bagian bahtera Nabi Nuh—‘alayhi l`salam--yang terkenal
itu. Dan kata-kata yang terukir pada plat kayu adalah kata-kata dari bahasa
Samani, yaitu suatu bahasa yang sudah sangat tua. Kata-kata tersebut telah
diterjemahkan ke dalam bahasa Rusia dan Inggris oleh Prof. N.F. Thomas, seorang
ahli bahasa-bahasa kuno dari Manchester, Inggris. Pada plat kayu itu terdapat ukiran telapak tangan dengan
lima jari. Pada kelima jari tersebut terdapat tulisan masing-masing: Muhammad,
Ali, Hasan (syabar), Husayn (Syubayr), dan Fathimah. (Di bawahnya terdapat doa
tawassul kepada Allah subhanahu wa ta’ala dengan mereka): "Wahai Tuhanku,
wahai penolongku, aku berdoa dengan kemurahan-Mu melalui tubuh-tubuh suci yang
Engkau ciptakan, mereka terbesar dan termulia, tolonglah aku melalui nama
mereka, engkaulah yang mendatangkan cahaya". Plat kayu itu sekarang terpelihara dengan aman pada Museum
Arkeologi dan Riset, Moscow, Uni Soviet. (Sumber : The Bulletin of The Islamic
Center "UNDER SIEGE" P.O. BOX 32343 Wahington D.C. N.W. 20007 Vol. 7
No. 10 Rabi al-Awwal 6, 1408/Oktober 30,1987) Sumber: RausyanFikr's Site |