Konsep Taklid dalam ajaran Ahlul Bayt as




Deprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99

Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103

Konsep Taklid dalam ajaran Ahlul Bayt as

Mukaddimah

"Agama Islam - sebagaimana maklum – terdiri dari tiga unsur yang satu sama lainnya tidak bisa dipisahkan. Tiga unsur utama itu adalah: aqidah, fiqih dan akhlak.  Di dalam masalah akidah ( ushuluddin ), khususnya menurut ajaran madzhab Ahlul Bait as tidak dibenarkan seorang muslim bertaqlid buta dan mengikuti akidah orang lain tanpa memahami dalil-dalil dan argumen-argumennya.  Misalnya dalam masalah menetapkan dan meyakini adanya Tuhan Sang Pencipta alam semesta ini, adanya hari pembalasan, mengenai keesan Tuhan dan lain-lain, dalam hal ini setiap muslim tidak boleh ikut-ikutan dan bertaqlid buta kepada orang lain, sekali pun kepada guru atau orang tuanya sendiri, artinya ia harus mencari atau memahami dengan baik dan benar akan dalil-dalil dan argumen-argumen yang berhubungan dengan masalah tersebut. Sehingga ketika ia ditanya orang; Apakah Tuhan itu ada?  Kalau Tuhan itu ada, apakah Dia itu esa, satu ataukah ada tiga?  Apakah hari kiamat itu pasti terjadi? Dan pertanyaan-pertanyaan akidah lainnya, maka ia dapat menjawabnya sekali pun dengan argumen yang sangat sederhana sekali; seperti bahwa Tuhan Pencipta itu ada, dalilnya adalah adanya kita dan alam semesta ini."

Berbeda halnya dengan masalah fiqih atau furu'uddin (cabang-cabang agama). Sehubungan dengan masalah ini, khususnya dalam hal-hal yang sifatnya bukan "darûriyyatuddin" seperti kewajiban shalat dll,  kaum muslimin secara umum dan apa pun madzhab dan alirannya dapat dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu kelompok 'Ulama Mujtahid, kelompok muqallid dan kelompok muhtath.

Sebelum kami menjelaskan masing-masing definisi Mujtahid, Muqallid dan Muht, dan demi memperjelas pengertian "darûriyyatuddin", baiklah akan  kami  jelaskan pembagian "Ahkam Syari'ah".

Hukum-hukum syari'at (ajaran Islam) ditinjau dari sudut pandang upaya mengenal dan mengetahuinya dapat dibagi menjadi dua bagian, yaitu:

1.      Ahkam Daruriah, yaitu hukum-hukum darûriyah yang biasa juga disebut darûriyyatuddîn artinya adalah hukum-hukum yang sudah jelas, gamblang dan ma'ruf serta telah menjadi keyakinan seluruh kaum musliminin. Karena untuk mengetahuinya tidak perlu menguras tenaga dan kemampuan untuk mengkaji, meneliti dan menggunakan kaidah-kaidah ushul, dengan kata lain untuk mengetahui hukum-hukum darûriah itu tidak memerlukan ijtihad,  contohnya seperti wajibnya salat, zakat, haji dan lain-lain atau seperti haramnya berzina, membunuh dan lain-lain yang mana seluruh kaum musliminin telah meyakini  dan mengetahui dengan jelas tanpa berijtihad atau berlajar lama di Hawzah (pesantren).

2.      Hukum-hukum syari'at yang bukan  dlaruri, artinya hukum-hukum yang tidak gamblang bagi setiap muslim yang biasa juga disebut "Ahkam Ghairu Daruriyyah"  yaitu selain hukum-hukum daruriyyah. Ahkam ghairu darûriyah ini menuntut segenap kemampuan dan kerja keras untuk dapat mengetahuinya, yaitu dengan cara menggunakan kaidah-kaidah ushul fiqih dan ilmu-ilmu alat lainnya (seperti, tata bahasa arab, ilmu hadits, tafsir, dll) sehingga ia dapat menentukan hukum-hukum tersebut, seperti perincian hukum-hukum ibadat dan muamalat pada umumnya. Sudah tentu tidak setiap muslim mampu melakukan pekerjaan berat semacam ini, bahkan tidak juga setiap 'Ulama mampu melakukannya. Pekerjaan seperti ini dinamakan ijtihad yang hanya dapat dilakukan oleh para Mujtahid. Untuk dapat mencapai tingkat ijtihad ini diperlukan keseriusan dalam belajar di tingkat Bahtsul Kharij, yaitu peringkat tinggi dalam pelajaran fiqih dan ushul. Tingkat Bahtsul Kharij ini dapat dimasuki oleh seorang santri/thalabeh setelah melewati peringkat suthuh. Setidaknya Menurut hemat kami,  mereka yang duduk dalam tingkat Bahtsul Kharij ini menghabiskan waktu kurang lebih atau minimalnya selama lima belas tahun untuk dapat melakukan ijtihad. Sedang peringkat suthuh  itu dapat ditempuh secara normal selama delapan tahun, setelah itu barulah ia dapat memasuki pelajaran fiqih dan ushul pada tingkat Bahtsul Kharij.

Seorang Mujtahid Mutlak untuk dapat mencapai tingkat marja'iah (menjadi marja' dan nara sumber hukum bagi masyarakat umum dan secara terbuka) biasanya ada syarat-syarat yang harus ia tempuh, seperti adanya kesaksian dari beberapa orang ulama (minimalnya dua orang ahli khibrah yang adil) dan telah menulis Risâlah 'Amaliah. Seorang 'Ulama Syi'ah Imamiyah  yang merupakan seorang mujtahid dan telah mencapai tingkat marja' berkata :  " Mengingat ijtihad itu memerlukan ilmu yang "canggih", keseriusan dan kerja keras yang istiqomah, oleh karena itu sedikit sekali orang-orang yang mampu mencapai peringkat mulia dan terpuji ini.  Keadaan seperti inilah  yang menyebabkan mayoritas kaum muslimin harus merujuk kepada seorang mujtahid sebagai nara sumber dalam masalah-masalah fiqih. Dan inilah yang  disebut dengan "taqlid ".

  Definisi Mujtahid, Muqallid dan  Muht   



1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 next