Mengapa al-Mahdi Harus Gaib?Deprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Eksistensi memancar pada segala sesuatu dalam dua sisi: yang tak-tampak dan yang tampak. Eksistensi tak-tampak seperti ruh, jiwa, akal, perasaan, dan sebagainya adalah dimensi yang tak-terbatasi; sedangkan perwujudan lahiriah seperti lembaran yang sedang Anda baca ini, tubuh Anda yang sedang menggigil kedinginan atau berkeringat kegerahan…adalah sisi yang terbatas dan terukur. Jadi, semua yang terlihat atau terindra adalah sisi terbatas, terukur dan terkecil dari eksistensi. Ketika sampai pada dua sisi eksistensi ini, sebagian orang tak mampu memahami apa yang di luar alam yang terbatas dan terindra ini. Orang itu lalu sesumbar bahwa materialitas identik dengan keseluruhan eksistensi. Tapi klaim semacam ini di ranah ilmu pengetahuan dianggap tak lebih dari kebodohan dan kesombongan. Satu-satunya “alasan” di balik klaim semacam itu adalah ketiadaan bukti akan adanya sesuatu di luar yang mereka bisa indrai. Padahal, secara logika, ketiadaan-bukti bukanlah suatu bukti, melainkan keadaan negatif yang hanya menyatakan ketidaktahuan atau kebodohan dan tidak bisa menghasilkan kesimpulan apa-apa. Prinsip ilmu menandaskan “premis negatif tidak bisa memberikan kesimpulan afirmatif”. Yakni, orang yang tidak mengetahui X tidak bisa secara afirmatif menafikan X. Sialnya, dengan kesombongannya, manusia sering beranggapan bahwa apa yang diketahuinya sama dengan apa yang ada dan apa yang tidak diketahuinya sama dengan ketiadaan. Kerancuan berpikir ini sering kita temukan dalam banyak bidang kemanusiaan dan keagamaan. Dalam kehidupan sehari-hari, sebetulnya kita selalu mengalami efek dari sisi gaib eksistensi. Gravitasi, gelombang, virus, molekul, sel, atom, sumber-sumber energi, dan lain2 adalah dimensi “gaib” yang senantiasa mempengaruhi kita. Jadi, ada banyak hal gaib yang sungguh-sungguh mempengaruhi kita. Tiap saat, di tiap tempat. Lebih dari itu, dalam struktur realitas, alam fisik material ini justru menempati posisi paling rendah (ad-dunyâ). Energinya paling redup; ruang dan waktunya juga paling terbatas. Dibanding dengan “ruang dan waktu” yang terdapat dalam imajinasi kita saja alam material ini sudah kalah hebat. Sebaliknya, alam non-material adalah energi murni yang tidak “terpenjara” dalam suatu bentuk dan berada dalam samudera lepas. Para ahli fisika kuantum menyebut alam non-material itu dengan chaos, para filosof menyebutnya dengan Wujud Abstrak, kaum empiris menyebutnya dengan ketiadaan, dan agama menyebutnya dengan kegaiban sebagai lawan dari ketampakan atau alam batin sebagai lawan dari alam lahiriah. Sebutlah sesuka Anda, karena sisi gaib itu memang pasti ada dan selalu mempengaruhi. Alam Gaib itu adalah kampung asal dan tempat kembali manusia. Kehidupan fisik sesungguhnya berarti pemenjeraan dan pembatasan ruh. Di alam fisik ini, ruh terkurung dalam terali tubuh yang tidak dapat dilanggarnya. Pada saat ruh terlepas dari alam fisik ini, ia akan kembali bebas dan tidak lagi terbebani. Kata rûh dalam bahasa Arab mempunyai akar kata yang sama dengan râhah, yakni keadaan lapang atau bebas dari beban (relief). Allah mengutus para nabi, rasul dan imam untuk membebaskan manusia dari kebodohan dan keterjeratan ini. Mereka berjuang keras untuk menyampaikan pesan-pesan Allah agar manusia ingat pada hampung halamannya yang sejati. Mereka mengajak manusia untuk berpikir akan kehidupan selanjutnya, kehidupan setelah kehancuran tubuhnya dan kemusnahan dunia. Tidak hanya itu, mereka secara langsung mencontohkan perilaku dan sikap yang harus diambil oleh seseorang dalam rangka mengarungi perjalanan menuju kehidupan abadi. Satu demi satu nabi, rasul dan imam dipilih dan diutus untuk umat manusia. Baginda Nabi al-Musthafa saw telah menyempurnakan tugas semua nabi dan rasul untuk menyampaikan wahyu Allah kepada semua manusia. Ajaran dan pesan Allah telah sempurna bagi semua manusia. Rasulullah saw juga telah menyebutkan imam-imam yang ditunjuk oleh Allah untuk membimbing manusia mengarungi jalan menuju kampung yang abadi. Namun manusia tetap tak sadar diri, bergeming dalam kekafiran dan pengingkaran. Tidak segan-segan mereka memanipulasi agama suci ini demi kepentingan-kepentingan duniawi. Mereka memutarbalikkan ayat-ayat Allah untuk mencapai hasrat-hasrat egoistik-materialistik. Imam-imam yang telah dipilih oleh Allah untuk memimpin manusia diingkari, ditindas dan dibantai satu demi satu. Kegelapan dan kelaliman pun puncaknya benar-benar memenuhi dunia.
|