Iran dan Ikhwanul Muslimin Dalam Perjalanan SejarahDeprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Setelah kemenangan revolusi Islam, Republik Islam Iran dengan berpijak kepada ide Imam Khomaini senantiasa mendukung gerakan-gerakan Islam yang berorientasi anti penjajahan dan arogansi. Berdasarkan ideologi ini, Negara Islam yang berasaskan ajaran Ahlul Bait as ini memandang bahwa gerakan Ikhwanul Muslimin merupakan salah satu gerakan Islam yang –misi serta perjuangannya- harus didukung secara penuh. Dukungan penuh pemerintah Iran terhadap perjuangan Ikhwanul Muslimin bukan tidak mendasar, karena selain faktor ideologi di atas, secara historis hubungan antara jamaah al-Ikhwan dengan para tokoh di Iran pun memiliki sejarah yang cukup panjang, yang dimulai sejak gerakan ini didirikan oleh Syekh Hasan al-Banna. Meskipun dalam beberapa dekade secara resmi ikatan ini sempat terputus dengan berkuasanya para diktaktor seperti Reza Pahlavi di Iran dan Husni Mubarak di Mesir, namun secara emosional dan kultural ia tetap terjalin, dan dengan tumbangnya dua diktaktor dukungan Barat ini, ikatan antara dua barisan tokoh ini dapat dipastikan akan menjadi pulih dan terjalin kembali. Sambutan Penduduk Mesir Terhadap Islam Semenjak runtuhnya kekuasaan Firaun hingga berkuasanya kerajaan Romawi, Mesir memiliki perjalanan sejarah yang sangat rumit dan berliku. Saat negeri ini berada di bawah kekuasaan Romawi, mayoritas penduduknya memeluk agama kristen yang disebarluarkan oleh pihak kerajaan. Akan tetapi, selang beberapa waktu, intimidasi dan kezaliman yang dilakukan orang-orang Roma terhadap penduduk asli Mesir, dimana mereka diperlakukan sebagaimana halnya budak, menjadikan mereka –terutama suku Qibthi yang merupakan suku asli Mesir- tidak lagi simpati bahkan membenci orang-orang Roma. Kondisi ini terus berlanjut hingga masa muncul dan tersebarnya Islam di tanah Hijaz, dan saat pasukan Islam memasuki Mesir (pada 9 Rajab 19 HQ), masyarakat Mesir khususnya suku Qibthi sangat terpengaruh dengan prilaku baik dan kasih sayang yang ditunjukkan pasukan kaum Muslimin, sehingga secara berbondong-bondong akhirnya mereka beralih agama dan memeluk agama Islam. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa kasih sayang dan keadilan islamilah –terhadap seluruh umat manusia tanpa memandang suku dan ras tertentu- yang telah memikat rakyat Mesir untuk menganut agama rahmat ini. Kecintaan Penduduk Mesir Terhadap Ahlul Bait as Paska wafatnya khalifah kedua, khalifah ketiga Utsman bin Affan mengutus Amr bin ‘Ash sebagai gubernur di Mesir. Dalam beberapa tahun masa kepemimpinan Amr di Mesir, ia tidak mampu menunjukkan citra baik di hadapan penduduk setempat, sehingga pada saat terjadi pergolakan politik dalam pemerintahan Islam yang mengakibatkan terbunuhnya khalifah, penduduk Mesir pun turut bangkit menentang kekuasaan Amr. Namun, setelah terbunuhnya khalifah Utsman dan terpilihnya Ali bin Abi Thalib as sebagai khalifah keempat, mereka dengan serta merta menyatakan baiat mereka kepada Qais bin Sa’ad Ubadah yang ditunjuk Ali as sebagai gubernur baru Mesir. Dukungan rakyat Mesir atas gubernur pilihan Ali as ini, tidak lain dikarenakan pengaruh para sahabat yang dikenal memiliki kedekatan dengan beliau seperti Abu Dzar, Miqdad dan Ammar bin Yasir yang pada masa-masa awal pembebasan negeri ini, memiliki peran besar dalam dakwah Islam dan memperkenalkan keutamaan Ahlul Bait kepada masyarakat Mesir. Lantaran gencarnya propaganda Muawiyah yang berniat menguasai Mesir dan ketidakmampuan Qais dalam menghadapi propaganda berbahaya ini, Imam Ali as menunjuk Malik Asytar Nakha’i untuk menggantikan posisi Qais sebagai gebernur. Akan tetapi di tengah perjalanan, Amr bin Ash dengan berbagai siasatnya berhasil menghadang Malik dan membunuhnya. Mendengar hal ini, sebagai ganti dari Malik, Imam Ali as segera mengutus Muhammad bin Abu Bakar dan menunjuknya sebagai gubernur Mesir. Setibanya di Mesir, Muhammad bin Abu Bakar memerintahkan agar surat keputusan khalifah yang dibawanya dibacakan di hadapan penduduk negeri ini. Selain pengangkatan dirinya sebagai gubernur, surat itu pun berisikan pesan sang khalifah kepada gubernuh baru agar menerapkan keadilan dalam pemerintahannya dan membangun serta memajukan negeri dan penduduk Mesir. Selang beberapa waktu dikarenakan keberhasilan Muhammad Abu Bakar dalam menjalankan tugasnya, penduduk Mesir semangkin mengenal dan mencintai kepribadian Ali bin Abi Thalib as. Akan tetapi tidak lama kemudian, Muawiyah bin Abi Sufyan memerintahkan Amr bin Ash dan pasukannya untuk menyerang dan menduduki negeri ini, dan pasukan Muhammad Abu Bakar pun dikarenakan jumlahnya yang sedikit –dan juga lantaran ketidakpatuhan warga Kufah atas seruan jihad Imam Ali as- tidak mampu membendung serangan Amr dan akhirnya mereka pun mengalami kekalahan. Akibatnya, Muhammad bin Abu Bakar –atas perintah Amr- dijatuhi hukuman mati dan kemudian jasadnya pun dibakar. Dengan demikian, sekitar dua tahun sebelum wafat (syahidnya) Ali as, kekuasaan Mesir jatuh ke tangan Muawiyah yang kekuasaannya berpusat di negeri Syam. Kendati selama sekitar tiga abad, Mesir berada di bawah kekuasaan Bani Umayyah dan Bani Abbasiyah yang notabene memusuhi Ahlul Bait as, namun kecintaan terhadap keluarga Rasul Saw tetap melekat di hati penduduk Mesir. Hingga pada tahun 358 HQ. negeri ini berhasil ditaklukkan oleh Jauhar Shaqali (Shiqili) penglima besar dinasti Fatimiah pemerintahan Islam yang berideologi mazhab Syiah Ismailiyah. Pada masa kekuasaan Fatimiah banyak kemajuan dan pembangunan yang dilakukan di Mesir, ilmu pengetahuan pun berkembang pesat di negeri ini. Dengan mendirikan Pusat Pendidikan al-Azhar, dinasti Fatimiyah berhasil menjadikan Mesir sebagai pusat pendidikan dan penelitian Islam pada saat itu bahkan [dapat dikatakan] hingga saat ini. Selain itu, budaya Asyura pun tersebar di pelbagai penjuru negeri ini yang setiap tahunnya –tepatnya pada tanggal 10 Muharam- ramai dilaksanakan oleh masyarakat setempat.
|