Souroush dan Teorinya; Al Qur'an Produk Nabi !Deprecated: Function eregi_replace() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 99 Deprecated: Function split() is deprecated in /home/idalshia/public_html/page.php on line 103 Adanya sikap Barat yang semakin brutal dalam memerangi Islam, dimana media-media Belanda dan media-media Denmark menjadi basis utamanya, dapat menginformasikan bahwa ada sebuah kelompok-kelompok tertentu yang mencoba bangkit memerangi Islam melalui keahlian mereka seperti membuat karikatur-karikatur, film tentang Nabi Saw dan al-Quran yang sifatnya menghina dan menjelek-jelekkan yang untuk kemudian dipertontonkan ke masyarakat dunia. Terakhir dapat kita amati, rilis film Fitna yang menimbulkan fitnah di seantero dunia Islam. Dalam kondisi seperti ini, terdapat wawancara Abdul Karim Sorous yang mengetengahkan ihwal al-Qur’an dan Nabi Saw yang secara tidak langsung menjadi teoritikus –sadar atau tidak sadar- kebrutalan ini. Tulisan ini tidak bisa –tanpa ada dasar dan bukti yang akurat – menyatakan bahwa apa yang tertulis dari wawancara tersebut adalah 100 persen pendapat dan keyakinannya. Akan tetapi sikap diamnya (tanpa menegaskan dan menafikan) Dr. Soroush terhadap informasi (ihwal wawancara yang dilakukan media Belanda itu) semacam ini dapat anggap sebagai kesalahan yang tidak dapat dimaafkan. Aliran Sophisme Pada abad ke 5 SM, di Yunani muncul sebuah aliran yang meragukan wujud segala sesuatu dan bahkan ragu dengan wujud dirinya sendiri. Mereka banyak memaparkan pemikiran-pemikiran dan keyakinan-keyakinan yang aneh-aneh. Perkembangan pemikiran Sophisme ini dalam jangka waktu cukup lama sempat menguasai blantika pemikiran di Yunani. Akan tetapi dengan munculnya ilmuan besar dan ahli hikmah seperti Socrates, Plato dan Aristoteles, pemikiran dan aliran Sophisme pun terkubur; kenapa? Karena mereka telah membeberkan dan membongkar paradigme-paradigma yang menjadi pijakan aliran sophisme. Aristoteles melalui buku Logika-nya telah mampu memberikan sumbangan besar kepada masyarakat tentang bagaimana cara berpikir yang logis serta realistis. Dengan adanya sumbangan besar dalam bidang pemikiran dari para ilmuan yang disebutkan di atas, namun tidak lama kemudian muncul kembali sebuah aliran baru yang mengistilahkan dirinya dengan agnostisisme yang dipelopori oleh Pyrho (275-365 M) dan aliran yang mengingkari keberadaan suatu hakikat berubah menjadi sebuah aliran Skeptisisme mutlak, namun aliran ini berlalu ditelan sejarah. Para filosof Islam seperti Ibnu Sina, Mulla Shadra memiliki pandangan dalam hal ini dan yang tertarik untuk menelaah lebih jauh hal tersebut dapat merujuk ke buku Mas’alah Ma’rifah karya Allamah Subhani. Reaksi Barat akhir-akhir ini adalah mengumbar kembali aliran Skeptisisme kepermukaan dan dipoles sedemikian rupa seakan-akan berbentuk sebuah barang ilmiah. Dan fokus perhatian para filosof Barat saat ini adalah selain merubah tatanan kuat filsafat, mereka juga sedang berusaha pada giliriannya meruntuhkan dan menghancurkan tatanan dan bangunannya. Dimana skill mereka adalah senantiasa menebarkan stetmen-stetmen skeptis di seluruh lapisan, menyitir Furughi: “Keahlian para filosof Inggris tidak lain adalah senang merusak tatanan tinggi filsafat yang masih tetap langgeng sampai pada masa itu” tanpa menambahkan atau memberikan kontribusi sesuatu pun. Yang kita maksudkan disini bukan ragu yang kadang menjadi media ke arah yakin. Dan selama manusia tidak pernah ragu, maka ia tidak akan pernah sampai pada keyakinan. Keraguan adalah hal yang sangat indah ketika menjadi jembatan dalam memperoleh keyakinan bukan menjadi tujuan; akan tetapi sangat disayangkan karena sikap skeptis yang ada pada aliran ini adalah sebuah tujuan dan bukan wahana menuju ke keyakinan. Hal lain yang lahir dari aliran Skeptisisme ini adalah ketika memaparkan pandangannya –sekecil apa pun masalahnya– selalu tidak disertai dengan dalil dan argumentasi. Setiap waktu ditanya: Apa dalil Anda berkata seperti ini? Selalu dijawab: I think (saya pikir atau saya kira…) dan pertanyaan-pertanyaan seperti; kenapa Anda memiliki pandangan seperti ini? Atas dasar dan dalil apa? Merupakan masalah yang tidak diperbolehkan dan bahkan dilarang. Ibnu Sina berkata: “Setiap orang yang menerima pendapat atau pandangan seseorang tanpa didasari oleh dalil dan argumentasi, maka orang tersebut telah keluar dari fitrahnya sebagai manusia”. Akan tetapi, sangat disayangkan luka borok ini (yakni; berpendapat tanpa didasari dalil dan argumentasi) bisa tersebar tahap demi tahap, padahal logika Al-Quran menandaskan: Haatuu Burhânakum (Suguhkan argumenmu)
|